Aneh. Semua terasa aneh baginya. Sejak terbangun tadi, semua tubuhnya terasa sakit dan tangan kirinya juga terasa kaku. Dadanya juga tiba-tiba terasa sesak. Sungguh, saat ini dia butuh bantuan seseorang. Tapi jangankan untuk berjalan, untuk merubah posisi saja itu menyakitkan.
Matanya memejam dengan gigitan kuat di bibirnya. Berusaha mengatur nafasnya dengan normal agar sesak itu sedikit berkurang. Tangan kanannya tak henti memijat dan sesekali memukul tangan kirinya yang terasa kebas. Sembari terus berucap doa dalam hati. Sudah tidak terhitung dalam minggu ini dia mengalami hal serupa. Bahkan sikap pelupanya semakin bertambah.
Ingin rasanya bercerita pada Kin ataupun Kenzo. Tapi, lagi-lagi lidahnya seakan kelu. Terlalu takut jika justru itu akan menambah beban mereka. Cukup dengan sikap tidak peduli ayah dan bunda yang membuat ke duanya menjadi sosok yang berbeda. Dia terlalu paham, jika ke dua kakaknya tengah menahan luka.
Setelah dirasa sedikit membaik, anak itu bangkit dan menuju dapur untuk melakukan kegiatannya seperti biasa. Kali ini, dia melakukannya dengan hati-hati. Khawatir jika tiba-tiba tangannya akan kembali mati rasa dan membuat barang-barang Oma rusak.
Anisa memandang punggung itu dibalik tembok. Setiap pagi dia memang melakukan hal ini tanpa sepengetahuan siapapun. Melihat apa yang dilakukan bungsunya secara diam-diam. Walau wajah itu justru mengingatkannya pada luka, tapi tetap saja dia tidak akan lupa jika wajah itu juga yang pernah membuatnya bahagia.
Dadanya terasa sesak saat tangannya ingin sekali meneyentuhnya. Membelai wajah itu, memeluk tubuh itu. Ingin rasanya dia berlari dan merengkuhnya. Matanya mengerjap beberapa kali menghalau desakan air mata yang siap jatuh kapanpun. Hingga kapan dia menahan sesak ini? Hingga kapan dia menjauh dari sosok yang tersayang?
°°°
Kenzo merasa ada yang aneh hari ini. Meja makan yang biasanya terasa sepi, kini sudah ramai terisi oleh keluarganya. Walau tetap saja adik nya tidak bisa bergabung menikmati sarapan bersama.
Dia melirik ke arah Bunda yang memainkan makanan nya sejak tadi. Wajah wanita itu sedikit pucat dan tulang pipi nya juga sedikit menonjol. Anak itu meringis pelan melihat tampilan ibu nya yang jauh dari kata baik.
"Anisa berangkat dulu ya Bu."
Mereka kompak menoleh pada Anisa yang bangkit dengan tergesa meninggalkan meja makan. Oma melirik pada Fikri dengan tatapan bertanya. Sejenak, Fikri meletakan sendoknya pada piring dan menatap balas tatapan ibu nya.
"Dia kurang sehat akhir-akhir ini, Bu."
"Sudah periksa ke dokter?"
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| KEVLAR
Teen Fiction[TERBIT] [Part Tidak Lengkap] Semesta itu memiliki begitu banyak rahasia. Pada awalnya, Kevlar fikir hidupnya akan berjalan sebagai mana mestinya. Siapa yang tau, bahwa semesta mulai menunjukan permainannya. Dalam satu tarikan nafas, saat fakta itu...