Tak mengenalmu?

46 6 2
                                    

"Son! Wisye nunggu di ruang osis, tuh!"
"Oh, makasih Rom!"
Romeo yang berada di depan pintu mengacungkan jempolnya dengan semangat. Namaku Nielson Devadatt. Ketua Osis SMA Negeri Sinar Bintang. Aku murid kelas 11 IPS 1. Sebelum pulang sekolah, aku selalu datang ke ruang osis. Mengerjakan dokumen-dokumen atau proposal yang belum siap.
Wisye sudah berdiri di depan pintu ruang osis. Kulihat sesekali dia mengecek handphonenya. Wisye adalah gadis tercantik di sekolah ini. Dia ramah, ceria, mudah bergaul, dan pintar.
Langkahku terhenti. Seorang pria jangkung dengan wajah menawan tiba-tiba datang dan menyapa Wisye. Aku tidak terlalu suka pria itu. Aji Respaty kelas 11 IPA 3. Cowok terganteng di SMA Negeri Sinar Bintang ini. Pacar pertama Ica.
"Heh... pria menjengkelkan itu lagi. Nielson! Cepat usir dia dari sini!"
Aku menghela nafas. Entah sejak kapan dia disini. Dia temanku sejak kecil. Roberto Stephene. Matanya yang biru, kulitnya yang pucat, dan rambut pirangnya yang berantakan membuatnya sangat mudah dikenali. Banyak yang menyukainya karena ketampanannya. Tapi dia yang terlalu bego ngga pernah ngerti dengan hal berbau romansa atau sejenisnya.
Aku tidak menghiraukannya dan terus melangkah maju. Dia kebingungan. Mulutnya yang cerewet itu selalu berceloteh sesuka hatinya. Dia adalah pria ngga peka yang hanya memperdulikan kebahagiaannya. Tapi dia sangat setia kawan dan...
"Kalau aku jadi kau, akan kupukul wajah pria itu tanpa henti!" ucapnya sambil memperagakan tinju yang entah ia ketahui darimana.
"Kau mau membuatku mati?" bisikku sekecil mungkin.
Dia tersenyum sinis. "Memangnya aku peduli kau mati atau tidak?" dia tampak berpikir sebentar, "setelah kupikir-pikir, menurutku lebih baik kau mati saja! Temani aku! Aku ingin bersantai dari bebek buruk rupa yang terus mengejarku!"
Dia tertawa sambil memegangi perutnya. Tidak! Tidak ada hal baik dalam dirinya! Dia adalah hantu dengan kepribadian terburuk yang pernah aku kenal! Yah, seperti yang kalian lihat. Aku adalah anak indigo. Sejak kecil aku selalu bermain dengan makhluk yang orang-orang sebut "Hantu" sampai aku tahu hanya aku yang bisa melihatnya.
"Wisye? Aji? Kok pada ngumpul disini?" tanyaku.
Dia mencibir. "Halah... Pakek nanya! Udah jelaskan mereka lagi nungguin siapa?"
Andai dia bukan hantu. Andai mulutnya bisa aku beri lakban. Andai aku bisa memukulnya. Andai orang lain bisa melihatnya. Orang yang dapat melihat Roberto pasti geram dengan tingkah lakunya yang menyebalkan. Dia sekarang sedang tertawa sambil melihat wajah Wisye dan Aji.
"Ikut kami ke Rumah Sakit Kak Niel! Sekarang!" pinta Wisye.
"Kasian banget cowoknya nanti. Cewek macem gini nih yang nyebelin. Selalu merintah dan harus segera dilakuin! Musti sabar ngadepin cewek jelek ini!"
Aku memegangi kepalaku. Pusing banget! Kenapa dia ngikutin aku ke Sekolah sih? Kepalaku bisa pecah kalau begini. Alis mata Wisye terangkat sebelah saat melihatku seperti ini sedangkan Roberto tengah asik mencoba melempar kertas-kertas yang berada di ruang osis. Jika aku tetap berada disini Roberto akan mengulangi aksinya. Merasuki para siswa.
"Wisye! Kita pergi! Sekarang!"
***
"Aku benci berada disini! Terlalu banyak hantu! Niel, ayo pulang saja!"
Lah memangnya kau pikir dirimu apa? Aku berusaha menutup telingaku rapat-rapat. Bukan hanya Roberto. Aku juga benci tempat ini. Terlalu banyak suara yang mengangguku disini. Terlalu banyak wujud yang jauh lebih menyeramkan dari Roberto. Jika Roberto saja takut, apalagi aku!
Kami berhenti di depan sebuah ruangan. Aku tidak terlalu fokus. Banyak yang mengangguku. Terutama keluhan-keluhan menyebalkan Roberto. Aku sampai tidak sadar Wisye telah membuka pintu ruangan ini. Hingga suara lembut itu membuat mataku benar-benar terbuka.
"Wisye, ya?"
Seorang gadis duduk di ranjang. Dia menatap kami sambil tersenyum. Senyuman yang selalu kuingat. Senyuman yang telah lama hilang. Suara-suara itu tak lagi mengangguku. Digantikan dengan keberadaannya yang sudah lama kutunggu.
"Wah! Si cantik sudah kembali, ya?"
Aku melangkah maju hingga jarak yang renggang ini menjadi lebih sempit. Aku berhenti untuk memperhatikannya. Rambut coklatnya yang terang, mata coklatnya yang berkilau, dan senyuman manis yang tak pernah hilang dari bibirnya itu. Ini mimpi? Aku mencubit pipiku. Sakit! Berarti ini bukan mimpi.
"Ica a-"
"Siapa, ya?"

Edenshii [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang