Penunggang kuda

1.5K 85 0
                                    

Sesaat setelah Rey pulang, aku mulai merapikan kamar yang saat ini terlihat seperti sisa-sisa perang dunia, Rey sempat menawarkan untuk membantu tapi aku menolak karena aku tau hari ini dia harus ke balai kota bersama kakeknya.

Ketika sibuk memunguti kertas jurnal Grace yang tadi tercecer, Mataku melihat sesuatu di bawah tempat tidur. Berjalan mendekat, aku menyadari kalau ini salah satu dari buku yang dibawa Rey tadi.

"Hmm ... pasti terjatuh karena tertiup angin tadi," gumamku. Aku mengambil buku itu dan melanjutkan pekerjaanku. Netraku melirik penggalan kalimat yang tertulis pada halaman yang kupegang.

'Sir Arthur kept sending me gifts for the last few weeks, that it becomes natural. But I must know that there's no such thing as free lunch....

Today, I accidentally heard him talking to my brother on my way back to my room after my lesson with Lady Annalise. They're in my brother's private office and I heard him talk about marriage and about waiting until I reach eighteen. Did it mean he wants to Marry me? I don't think I could bear to be the wive of someone of his status.'

(Sir Arthur terus mengirimiku hadiah beberapa minggu terakhir, hal ini menjadi begitu natural. Tapi harusnya aku tau bahwa tidak ada yang namanya makan siang gratis. Hari ini, aku tidak sengaja mendengar pembicaraannya dengan kakakku saat aku menuju ke kamar setelah pelajaranku dengan Lady Annalise. Saat itu mereka berada di kantor pribadi kakakku dan aku mendengarnya berbicara tentang pernikahan dan bagaimana dia akan menunggu hingga aku berusia delapan belas tahun. Apakah ini berarti dia ingin menikahiku? aku tidak yakin aku akan sanggup menjadi istri dari seseorang dengan statusnya). 

Entry ini tertulis pada 3 April 1753. Aku seakan bisa merasakan kekalutan yang ditumpahkan Grace pada jurnalnya, hatiku terus bertanya apa yang sebenarnya terjadi pada gadis ini, yang menyebabkan dirinya tidak pernah mendapat ketenangan ratusan tahun setelah kematiannya?

Aku membaca entry lain dari jurnalnya.

Mei, 1753

Derap langkah kuda melewati jalanan berbatu diikuti suara roda kereta yang dinaikinya menjadi satu-satunya suara yang di dengar Grace. Gadis itu melirik keluar kereta kudanya, berfikir berapa lama lagi mereka akan sampai. 

"Aku yakin kau akan menyukai ini." Suara  Stephan, kakaknya, membuyarkan lamunan Grace.

Grace tersenyum, mencoba menyembunyikan perasaan gugupnya. Di keluarga mereka, Stephan merupakan satu-satunya orang yang selalu memperlakukan Grace dengan sangat baik. Perhatian yang tidak didapatnya dari sang ayah, dapat dia rasakan dari kakak tertuanya ini.

Orang tua mereka tidak terlalu mempedulikan Grace sejak ia masih kecil, sebagai anak bungsu dan perempuan satu-satunya, Grace kecil selalu mempertanyakan kenapa orang tuanya tidak pernah membawanya ke pesta-pesta yang mereka hadiri, tapi selalu membawa Stephan dan Emanuel.

Bahkan saat di rumah, sang ibu terkadang seakan menganggapnya tidak ada. Grace hanya mendapat kasih sayang dari pelayan-pelayan pribadinya dan tentunya Stephan. Karenanya Grace selalu menikmati kebersamaan dengan sang kakak.

Grace bisa merasa kereta mereka melambat sebelum kemudian berhenti. Seorang membukakan pintu dengan menundukkan kepala, Grace tidak pernah menyukai ini, saat orang-orang bahkan tidak bisa menatap matanya apalagi berbicara. Terkadang dia merasa cemburu saat mendapati pelayan-pelayannya saling bercanda, tapi selalu berhenti saat mereka menyadari kehadirannya. Terkadang Grace berharap dia bukanlah putri seorang bangsawan, bisa menjalani hidup seperti yang ia inginkan, melakukan hal yang tidak pernah bisa ia lakukan. Ah ... betapa dia ingin melihat sisi lain dari dunia. Berpetualang bebas seorang diri, jauh dari tempat ini ... jauh dari semua orang yang mengenalnya.

Rumah Angker Keluarga DewittTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang