conflicted emotion

1.3K 97 6
                                    

"Apa kau merasa lebih baik sekarang?" tanyaku setelah beberapa waktu. Darrell mengangguk, tersenyum tipis ke arahku.

"Iya, terimakasih."

"Em ... Darrell, Ara ... Ara minta maaf atas sikap Ara selama ini." Alis Darrell mengerut dan menungguku melanjutkan. "Selama ini Ara sudah bersikap egois." Aku menarik napas.

"Semua ada di masa lalu," jawab Darrell singkat.

"Yah ... Ara tau agak terlambat meminta maaf sekarang, selama ini Ara selalu bersikap buruk pada kalian karena Ara selalu merasa kalian sudah mencuri Mama dari Ara." Aku mengusap lenganku dan melanjutkan. "Ara selalu kasar."

"Em ... siapa pun kamu, bisakah kau pergi dan kembalikan kak Nara yang asli?" Alisku terangkat mendengar kata-kata Darrell.

"Apa maksudnya itu?"

"Jujur saja, sangat aneh mendengar kata-kata manis keluar dari kak Nara."

"Hei!" Aku mendorongnya, menyebabkan Darrell tertawa. "Dasar menyebalkan," gerutuku. "Oh ... Mungkin sebaiknya kau bicara pada Issac, dia kelihatan sangat sedih karena kau marah padanya." Darrell menggerang.

"Argh ... aku tidak bermaksud membentaknya."

"Ara pikir Isaac tak bisa mendengarmu dari sini."

Darrell memutar bola mata, namun dia tak bisa menyembunyikan senyumannya.

"Yah ... yah, aku akan bicara dengannya."

"Hmm ... Aku tau apa yang akan membuatnya bersemangat."

"Iya?" jawab Darrell tidak sabar.

"Kau tidak akan percaya apa yang Ara temukan di rumah keluarga Dewitt tempo hari." Saat Darrell tidak menjawab, aku melanjutkan. "Jurnal pribadi milik Grace." Darrell menarik napas pelan sebelum menjawab.

"Kak Nara, Grace hidup dua abad yang lalu, bagaimana mungkin jurnalnya bisa bertahan hingga sekarang, apalagi di tempat seperti itu," ucapnya pelan seakan dia sedang berbicara dengan anak kecil yang tidak mengerti apa-apa, aku memutar bola mata.

"Kenapa kau selalu mengatakan hal yang sama dengan Rey," gerutuku. Darrell tersenyum.

"Seperti kata pepatah, great mind think alike."

"Idih ...." Aku berdecak, membuat senyuman Darrell semakin lebar. Tidak bisa kupungkiri, melihatnya kembali ceria membuatku merasa jauh lebih baik. "Ara akan menemui Rey besok, kami sedang mempelajari tentang sejarah rumah itu dan apa yang menyebabkan Grace tidak tenang sampai sekarang." Aku menarik napas. "Kami berharap dapat mencari cara untuk menghentikan teror ini." Aku berdiri, menoleh ke arah Darrell dan melanjutkan. "Kau dan Issac mungkin bisa membantu kami." Dia tampak sedikit terkejut sebelum sebuah senyum tipis menghias bibirnya.

"Tentu," ucapnya.

Aku beranjak keluar dari kamar Darrell, berniat mencari sesuatu untuk mengganjal perut, tapi mama lebih dulu memanggil kami untuk makan siang. Sukurlah, organku sudah hampir saling memakan karena lapar.

---

Februari, 1754

Grace menatap beberapa pekerja konstruksi di area tanah kosong di sebelah rumah mereka, kelihatannya, tempat itu akan dibangun sebuah rumah baru.

"Hei, sedang apa kau di luar sini sendirian?" Grace menoleh pada Stephan yang menghampirinya dengan senyuman, Grace membalas senyuman kakaknya dan menyapanya.

"Apa kau tau siapa pemilik tanah itu?" tanyanya kemudian.

"Oh kau tidak tau?" Stephan balik bertanya. Grace hanya menggeleng pelan.

Rumah Angker Keluarga DewittTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang