Amarah

1.3K 107 11
                                    

Aku dan Rey saling menatap beberapa detik sebelum sebuah benturan lain terdengar. Seolah tersadar, Rey segera berlari menuju sumber suara. Aku sempat merasa ragu, menatap ke arah Millie yang masih belum sadar, sebelum kemudian melihat arah jalan menuju tangga, pikiranku begitu kalut tidak tau harus bagaimana.

Melihat Millie sekali lagi, aku segera meraih pintu dan menguncinya-berharap Millie akan baik-baik saja- sebelum berlari ke lantai dua.

"Darell! Darell!" Suara panik Rey menarik perhatianku.

Terlihat Rey berusaha membuka paksa pintu kamar Mama dan Om Hendrik, aku berlari ke arahnya.

"Ara! Bantu aku!"

Dari dalam, samar terdengar suara Darell merintih. Aku segera menghambur untuk membantu Rey mendobrak pintunya. Terkutuklah rumah tua dengan bangunannya yang kuat!

"Tunggu sebentar!" Aku tak menunggu Rey merespon sebelum berlari menuju ruang penyimpanan.

Menarik berbagai laci, berusaha menemukan kunci cadangan kamar Mama. Beberapa kali aku menjatuhkan laci-laci jati tua itu karena menariknya terlalu kuat. Aku mulai mencari dengan panik saat tak menemukannya di mana-mana, hingga mataku menatap kumpulan kunci yang tergantung pada dinding di dekat lemari kaca di ujung kamar.

Betapa bodohnya aku! Aku mengutuk dalam hati sebelum menyambar kunci-kunci tersebut dan berlari keluar. Rey terlihat masih berusaha membuka pintu tapi tak membuahkan hasil.

"Apa yang kau lakukan?" tanyanya saat melihatku.

Aku tak menjawab dan langsung mencoba kunci yang kubawa. Setelah mencoba beberapa kunci dan gagal, kami akhirnya mendengar suara klik saat percobaan ke delapan. Rey segera membuka pintu dan berlari masuk, namun terdiam hanya beberapa langkah di dalam kamar. Aku mengikutinya dan membeku saat kulihat tak ada siapapun di dalam. Apa-apaan ini? Ke mana Darell?

Aku mencari-cari dengan panik.

"Ara?" Suara Rey memanggil, aku menoleh tapi Rey tidak melihat ke arahku.

Matanya fokus pada sesuatu di lantai aku mendekat dan merasa seolah seorang menyiramkan air es ke tubuhku. Bercak darah, tidak banyak tapi mengetahui kalau darah itu berasal dari Darell membuatku mual.

"Kemana mereka?" Tanyaku gemetar.

"Kak Nara!" Aku dikejutkan oleh suara Isaac di bawah.

Kami segera berlari, bersama Isaac, ada pastor Adam dan empat orang laki-laki yang tidak kukenal.

Rey segera menjelaskan apa yang terjadi karena aku masih terlalu shock dan bingung.

"Darell? Darell!" jerit Isaac berusaha berlari mencari saudara kembarnya.

"Isaac!" Aku menarik tangannya. "Jangan kemana-mana!"

"Tapi kak Nara ... Darell ...." Dia mencoba melepaskan tanganku tapi aku menggenggam lebih kuat.

"Ara tau." Aku memeluk Isaac yang mulai menangis dan melihat pada pastor Adam "Adikku ... Millie, dia butuh bantuan medis, A--Ara tidak bisa pergi tanpa tau keadaan Darell." Beliau mengangguk dan mengisyaratkan pada salah satu laki-laki yang datang bersamanya.

"Ini Omar, dia akan membantu mengantar Millie ke klinik. Aku juga sudah mengirim seseorang untuk menghubungi tuan Dirk." Aku sedikit lega mendengar penjelasan Pastor Adam dan segera mengarahkan Omar ke kamar di mana aku mengunci Millie.

"Isaac ... Isaac ... kau pergilah bersama Paman Omar," pintaku. Aku tak tau bahaya apa yang akan kami hadapi dan aku ingin Isaac menjauh dari sini.

"Tidak! Aku akan membantu mencari Darell!" Bisa kulihat keseriusan di matanya. Aku memeluk tubuh gemetarnya.

"Ara tau kamu khawatir, tapi Ara butuh kamu bersama Millie, Ara janji kami akan menemukan Darell."

Rumah Angker Keluarga DewittTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang