Februari, 1574
"... Stephan terus menyatakan keinginannya untuk kembali ke Eropa, dia ingin kembali ke tempat di mana dia menghabiskan sebagian masa kecilnya." Kata-kata Issobel menyebabkan Grace mengalihkan perhatiannya dari deretan bunga di depannya dan menatap Issobel dengan perasaan bingung.
"Eropa?" Bisiknya setengah tak percaya, kakaknya akan pergi? Stephan ... akan meninggalkannya sendiri?
"Oh ... kau tidak tau?" Issobel terlihat canggung, dia tidak tahu kalau Stephan belum mengatakan apa-apa pada Grace. "Aku pikir Stephan sudah memberi tahumu," ucapnya.
"Tidak, kakak tidak mengatakan apapun soal Eropa," gumamnya.
Perasaannya begitu tak menentu. Seumur hidup, hanya Stephan yang selalu memberi perhatian pada Grace. Stephan mungkin berstatus sebagai kakak, tapi dia yang justru menjalankan peran sebagai ayah bagi Grace karena kedua orangtuanya terlampau larut dalam kesibukan mereka. Selisih usia yang cukup jauh ... sembilan belas tahun, tak membuat Stephan menyisihkan Grace, bahkan dia selalu berusaha meluangkan waktu untuk saudara perempuan semata wayangnya itu. Dan membayangkan bahwa Stephan akan pergi jauh, membuat Grace merasa begitu sedih, kenapa rasanya sakit?
"Olivia?" Grace terkesiap, dia menatap wajah sang kakak ipar yang sudah lebih dahulu menatapnya khawatir. "Kau tidak menjawab."
"Huh?" respon Grace bingung.
Issobel tertawa. "Aku bertanya, apa kau mau ikut bersama kami?" Grace terdiam. Ikut bersama mereka? Ke Eropa? Meninggalkan kehidupannya di sini. Ah ... kehidupan apa yang Grace maksud? apakah yang dia jalani selama ini bisa disebut hidup? mungkin pergi jauh adalah jawaban dari harapannya selama ini.
"Kakak serius?" tanyanya ragu. Issobel kembali tertawa.
"Tentu saja, aku tidak mungkin meninggalkan adik ipar favoritku." Dia memeluk Grace main-main, menyebabkan gadis itu tertawa. "Stephan mengatakan padaku, kami akan berangkat dalam waktu enam bulan, dan kau bisa tinggal bersama kami, setidaknya sampai kau menikah nanti."
Kata-kata tentang pernikahan menyebabkan sensasi aneh di dadanya, rasanya hampir sakit hingga Grace refleks memegang dadanya. Mata Issobel menangkap benda yang melingkar pada pergelangan tangan Grace.
"Bukankah ini gelang Lady Adaline?" tanyanya takjub. "Darimana kau mendapatkannya?" tanyanya lagi.
Grace menatap gelang kristal berwarna kehijauan di tangannya dan tersenyum mengingat kejadian semalam.
...
"Jangan biarkan aku jatuh," bisiknya.
"Tidak akan."
Grace menuruni dinding kamarnya dengan hati-hati, dia tidak menduga kalau prosesnya begitu mudah, sehingga hanya dalam waktu beberapa menit saja, kakinya menginjak tanah.
"Ikuti saya." Tristan tak menunggu, dan langsung mengendap memutari halaman belakang.
Grace dapat merasa jantungnya berdebar begitu kencang, dia dapat mendengar suara dari dalam rumahnya, orang-orang belum tidur, mereka bisa mendapat masalah besar kalau sampai tertangkap.
Mereka melewati pagar tanpa diketahui siapa pun. Tristan mengarahkannya ke tanaman rumput hias yang cukup tinggi, hingga mereka berakhir di lahan sebelah yang masih kosong.
Mereka memasuki pondok kecil yang dibangun untuk para pegawai beristirahat di tengah-tengah pekerjaan, sebuah lentera sudah berada di dalam bangunan tersebut menyajikan cukup cahaya untuk mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Angker Keluarga Dewitt
HorrorInara Cornellia Gerritt, seorang gadis lima belas tahun. Sejak perceraian kedua orang tuanya, Ara tinggal berdua dengan sang ayah. Hubungan Ara dan ibunya tidak terlalu baik, karena perasaan cemburu terhadap anak-anak dari pernikahan baru sang ibu...