"Kak Stephan terus membahas tentang kepindahannya ke Eropa, dia sepertinya betul-betul tidak sabar," ucap Grace sembari menggores-goreskan Batang kayu di tangannya ke tanah, membentuk sebuah gambar.
"Eropa?" Tristan menatapnya sedikit terkejut.
"Iya." Grace tersenyum ke arahnya. "Dia juga bilang akan membawaku ke sana."
Tristan tak menjawab, hanya menatap gadis yang sudah semakin dekat dengannya itu. Dia tidak ingin Grace pergi, tapi juga tahu bahwa dia tak punya tempat untuk melarang. Namun, membayangkan harus berpisah jauh dari gadis yang kini menggenggam hatinya, meninggalkan perasaan yang tidak menyenangkan. Berapa lama mereka akan pergi? Apakah dia akan bisa bertemu Grace lagi?
"Aku tidak akan ikut." Kata-kata Grace membuyarkan rentetan pikirannya itu.
"Apa? Kenapa?" tanyanya bingung.
Tristan tidak akan berbohong, dia akan senang jika Grace memutuskan untuk tinggal, tapi dia juga tau gadis ini selalu bermimpi untuk melihat dunia, dan ini adalah kesempatan baik baginya.
"Apa maksudmu kenapa? Apa kau ingin aku pergi?" Matanya tak meninggalkan Tristan.
Pemuda itu tertawa tanpa humor, matanya menatap pada deret pepohonan yang berbaris mengelilingi danau di hadapan mereka.
"Anda tidak tau seberapa kuat keinginan saya untuk membawa Anda pergi jauh dari sini, hanya untuk memastikan bahwa saya tidak akan pernah merasa takut kehilangan Anda seperti ini."
"Lalu apa yang menghentikanmu?" potong Grace, perkataannya membuat Tristan terkejut.
"Nona..."
"Grace! Berapa kali kukatakan untuk berhenti menggunakan panggilan bodoh itu padaku!" Emosinya mulai sedikit sulit dikendalikan.
Grace tidak tau apa yang menyebabkan kemarahannya, yang jelas dadanya terasa sesak, seakan tubuhnya akan meledak jika dia tidak meluapkan kemarahannya.
"No ... Grace ... maaf." Tristan sedikit kebingungan menanggapi Grace. "Sa..."
"Aku tidak akan menolak jika kau membawaku pergi, kau hanya harus bertanya, dan jawabanku adalah iya." Lagi-lagi Grace memotong perkataannya.
Tristan menarik napas berat. Gadis ini sudah kehilangan akal, itu tidak diragukan lagi.
"Saya tidak akan bersikap seegois itu." Dia memulai. "Anda selalu ingin berpergian, melihat sisi lain dari dunia dan melakukan hal-hal yang tidak dapat Anda lakukan di sini." Dia menatap gadis di sebelahnya lekat-lekat. "Ini mungkin satu-satunya kesempatan Anda, dan saya tidak akan begitu kejam dan menghalangi Anda."
"Dulu," lirih Grace. "Dulu aku selalu menginginkan untuk pergi jauh dari tempat ini, sejauh mungkin dan tidak akan pernah kembali." Dia terkekeh. "Aku selalu membayangkan bagaimana rasanya hidup tanpa status yang kumiliki sekarang, apakah hidupku akan jauh lebih mudah? lebih bebas?" Grace menatap Tristan lembut. "Tapi itu dulu, sebelum aku mengenalmu."
"Sekarang semua terasa menakutkan, aku takut jika aku pergi jauh, kita tidak akan bertemu lagi." Dia kembali tertawa kecil. "Lucu bagaimana satu orang dapat merubah cara pandangku terhadap kehidupan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Angker Keluarga Dewitt
HorrorInara Cornellia Gerritt, seorang gadis lima belas tahun. Sejak perceraian kedua orang tuanya, Ara tinggal berdua dengan sang ayah. Hubungan Ara dan ibunya tidak terlalu baik, karena perasaan cemburu terhadap anak-anak dari pernikahan baru sang ibu...