Brendon menoleh dengan wajah bingung, bukan karena pernyataan Mega tentang panggilannya tetapi karena ia tak mendengar jelas apa yang dikatakan Mega. Pemuda itu membalas, "Hah? Apa kamu bilang?"
Mega menggeleng. "Ah, enggak. Aku pulang." Ia menghampiri mereka dan duduk di antara mereka, Brendon sedikit sedih karena Michelle memilih keluar dari pelukannya karena ingin digendong oleh ibu kandungnya. "Kamu cepet akrab, ya, sama anak-anak."
Brendon tersenyum bangga. "Harus, dong. Aku, kan, mau jadi ayah yang baik." Ia mengedipkan sebelah matanya.
"Ayah yang baik tapi lupa mandi?"
Brendon menggaruk belakang kepalanya, ia bahkan tak mengganti seragamnya.
"Mandi sana, geh!"
"Iya, iya, eh tapi ...." Brendon mengeluarkan sesuatu dari tasnya, puluhan batang cokelat kecil ada di sana. "Buat kamu, kamu suka cokelat 'kan?"
"Yay! Buat aku juga ya, Pah!" pinta Michael bahagia.
"Iya, buat semuanya."
Mega masih tercengang, sebelum akhirnya menyunggingkan senyum ke Brendon. "Makasih, ya." Dua kali Brendon berlaku manis padanya.
Jika terus seperti ini, ia bisa berubah pikiran akan rencana yang sebenarnya kejam menurutnya. Tetapi mau bagaimana lagi, ia ingin Mas Ferry-nya.
"Oke, aku mandi!" pekik Brendon, melangkah cepat menuju kamar seperti anak-anak.
Mega masih tersenyum hangat, ia mengambil salah satu batang cokelat. Tetapi menemukan kertas merah muda yang tertempel di batangan itu membuat senyumnya memudar.
'Brendon, ini buat kamu -XX- <3'
Begitu tulisan tertera.
Brendon nyatanya memberikan pemberian orang lain padanya.
Mega tak jadi berubah pikiran sekarang.
Ia membersihkan diri, lalu menidurkan Michael dan Michelle. Setelahnya ke kamarnya di mana Brendon nyatanya sudah berbaring sambil menyalakan televisi yang tersedia di sana. Ia tertawa akan acara komedi stand up di televisi.
Mega menatap ke arahnya, sekilas, kemudian menghela napas dan berbicara, "Itu cokelat dikasih orang, ya?"
"Iya, aku banyak dikasih orang," kata Brendon, seakan tanpa rasa bersalah. "Aku gak suka cokelat, dan daripada aku buang-buang lebih baik aku kasih ke kamu dan anak-anak."
Sungguh? Tak adakah rasa malu dan menyesal sedikit saja, Brendon?
Mega bergeming, tak berkomentar, ia memilih merilekskan badannya, bersandar di kasur sambil menonton televisi bersama suaminya ini.
Dan kala Brendon terlelap, Mega tetap memilih berjaga hingga pukul satu tiba. Di mana, Ferry bersarang di badan Brendon, memberikan perhatian dan kasih sayang yang memang ia inginkan namun Brendon tak memberikannya padanya.
"Mas, andai waktu yang diberikan Tuhan, kita bertemu itu lama," kata Mega, memandang wajah Brendon yang tersenyum hangat padanya. "Aku pengen terus bersama kamu, Mas."
"Kamu harusnya sadar kita udah terpisah dan tak mungkin lagi bersatu, Sayang." Brendon mengusap pipi Mega. "Ada suatu saat kamu bakalan ngelupain aku, dan kamu gak lagi memerlukan aku, tapi orang ini, Brendon, dia yang bakal gantiin posisi aku sepenuhnya di hati kamu."
Mega menatap sendu, matanya berkaca-kaca sebelum akhirnya ia menggeleng memeluk badan pria itu.
"Tapi aku pengennya cuman kamu, biarin kamu di badan dia tapi itu kamu. Aku pengen kamu di sini ... bukan dia." Mega mendongak menatap Brendon. "Aku mau kita seperti dulu."
Brendon mengecup kening Mega, lama dan penuh pengkhayatan. Ia lalu merengkuh badannya, membiarkannya menyembunyikan wajah kesedihan di dada bidangnya.
"Maaf, tapi suatu saat aku akan pergi," bisik Brendon pelan.
'Setelah aku mengungkap kematian aku, yang aku tahu persis itu bukan sekadar insiden ketidaksengajaan. Aku tahu persis ada yang janggal di sana,' timpalnya dalam hati.
Mega yang awalnya sesenggukan karena tangis mulai hening terdiam, ia tampaknya sudah tertidur di dalam pelukan Brendon. Pemuda itu memilih tetap terjaga, ia mengusap belakang kepala Mega agar tenang di balik pelukannya. Entah mengapa, ia juga tak ingin ini berakhir.
Pertemuannya dengan Mega begitu singkat, tetapi apakah Tuhan tak akan murka padanya jika insan mati sepertinya menginginkan lebih?
Bahkan sampai teganya mengambil alih tubuh seorang bocah SMA demi kepentingan pribadi?
Ferry tahu, itu kejam. Ia tak tega. Tak akan pernah tega.
Perlahan, matanya tertutup, membiarkan rasa kantuk yang bersarang menyeruak ke keseluruhan tubuhnya untuk beristirahat.
"Maaf, Mega ...." Sebuah kalimat yang terucap sebelum akhirnya alam mimpi menggubris isi kepalanya.
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUNG MARRIAGE, OLD MARRIAGE [Brendon Series - C]
Romance21+ Karena menginjak sebuah jam, Brendon, remaja SMA 18 tahun, tiba-tiba mendapatkan ingatan asing yang membuatnya jatuh cinta pada seorang janda muda anak dua, Mega.