Part 5

11.2K 749 13
                                    

"Mamah pulang!"

"Mamah!" pekik Michael berlari menghampiri ibunya, lalu melompat masuk ke pelukannya dan digendong wanita dewasa itu. Awalnya wajah Mega bahagia sampai ia menemukan benda asing di tangan anaknya. "Liat, Om Jeje beliin aku robot-robotan keren!" pekik anak itu bahagia.

"Natalia, akhirnya kamu udah pulang!" Seorang pria dewasa berpakaian kasual, rahang tegas dengan mata hijau terang berdiri dari duduknya di ruang tamu. "Selamat malam—"

"Mau apa kamu ke sini?" tanya Mega kesal. "Sekuriti! Sekuriti!" teriak wanita itu.

"Whoa, tenang oke? Aku gak macam-macam, toh, sekuriti ngizinin aku masuk." Jeremy melangkah mendekati wanita itu, membuat pelukan Mega dengan Michael semakin kuat karenanya. "Aku cuman mau memastikan kamu baik-baik aja."

"Oh, aku baik, sangat baik." Mega tersenyum bengis. "Aku sudah cukup baik sampai kamu datang ke sini!"

"Sebegitu bencinya kamu sama aku, Mega?"

"Ada banyak wanita lain, yang jauh lebih pantas untuk kamu, aku janda dua anak ... kamu pria muda berbakat yang bisa mendapatkan siapa saja, Tuan Illinois!" Mega menegas, menatap tepat ke manik hijau zambrud itu.

"Aku gak peduli." Jeremy menggeleng. "Aku akan berusaha mengubah prinsip kamu, aku tahu kamu juga ingin sebuah hubungan tapi almarhum suami kamu--"

"Kumohon pergi," pinta Mega lirih, ia menunduk, memeluk putranya yang juga balik memeluknya. Matanya berkaca-kaca. "Pergi ...."

"Oke." Jeremy menarik kedua tepi bibirnya ke atas, membentuk senyuman tipis. "Aku yakin suatu saat ini kamu akan berubah pikiran, selama aku berusaha. Selamat malam, Mega."

Melangkah melewatinya, suara panggilan Michael menghentikan langkah Jeremy. "Om!"

"Ya, Manis?" tanya Jeremy menatap Michael ramah.

"Ini mainan Om, aku mau balikin," kata Michael polos.

Jeremy tertawa pelan. "Itu udah punya kamu, Sayang. Gak seharusnya Om ngambil lagi, nanti tangan Om kena kutukan, lho." Jeremy tersenyum, sebelum akhirnya berbalik dan benar-benar pergi.

Mega menutup pintu, menguncinya rapat-rapat, ia menghela napas sambil mengecup puncak kepala anaknya.

"Mamah enggak papa? Om tadi orang jahat, ya?"

"Bukan, kok, Sayang. Tapi, Mamah cuman ada masalah aja sama dia. Buktinya, dia ngasih kamu mainan 'kan?" Mega mendudukan putranya ke sofa ruang keluarga.

"Kalau Om itu ngapa-ngapain Mamah kasih tau ke aku, ya! Biar aku yang ngasih pelajaran!" Keduanya tertawa.

Mega menghela napas lagi, ia memegang pipi Michael. Sejujurnya ia memikirkan perkataan Nia, soal anak-anaknya yang perlu seratus persen perhatiannya, ia perlu kepala keluarga pula untuk melindunginya, selain itu ia juga perlu ... banyak hal.

Jeremy sosok yang sempurna sejujurnya, dewasa dan mapan, disertai kemampuan yang cocok untuk seorang pemimpin, toh, ia pemimpin perusahaan yang ia kelola sendiri. Usianya pun terbilang matang. Hanya saja, itu benar-benar sulit. Reputasinya dipertaruhkan, sekalipun Mega adalah pemimpin perusahaan suaminya tetapi Mega masih memikirkan banyak hal tentang kemungkinan yang terjadi setelahnya.

Terlebih, ia masih tak bisa membuka hati.

Tidak setelah kematian Mas Ferry-nya.

Dua tahun, dan pintu itu masih ia tutup rapat untuk siapa saja.

Hanya Ferry. Hanya ia yang bersarang di benaknya.

Mata Mega menatap pigura foto, di mana ada ia yang memakai gaun sambil memegangi bunga, di sampingnya ada pria dewasa berjas hitam. Keduanya tersenyum ke arah kamera, Mega dan Ferry tertulis di bagian bawahnya.

"Mah, kalau Papah orang baik, ya?" tanya Michael tiba-tiba, yang berhasil meremukredamkan hati Mega seketika.

"Iya, Sayang. Papah kamu baik ... banget!" Michael tak pernah tahu bagaimana ayahnya, ia baru berusia dua tahun ketika kematian Ferry. Bahkan si kecil Michelle baru hadir sembilan bulan lebih setelah kematian sang suami.

"Kalau Papah masih ada, aku pasti lebih hebat jagain Mamah. Soalnya badan Papah sama gede sama Om Om jahat!" Tawa Michael, Mega menariknya dalam pelukannya. Ia tak bisa menahan air mata sekarang.

Isak tangis menyakitkan yang keluar tanpa suara.

"Eh, udah malem, kita tidur, ya!" Tanpa melepas pelukan agar Michael tak melihatnya, Mega menggendong Michael lagi dan kini membawanya ke kamar. Ia menyeka air matanya sebelum akhirnya membaringkan putranya ke kasur. "Selamat tidur, Jagoan Mamah!" Mengecup puncak kepala Michael, pria kecil itu pun menutup mataya perlahan-lahan.

Kali ini Mega menuju si kecil Michelle yang ada di kamarnya, di dalam keranjang yang dikitari mainan di atasnya.

Sambil menangis, Mega menyanyikan lagu tidur untuk gadis mungilnya yang berusia satu tahun lebih beberapa bulan itu. Hingga perlahan tenang, dan malam dihuni keheningan semata.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

YOUNG MARRIAGE, OLD MARRIAGE [Brendon Series - C]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang