Part 2

17.8K 1K 54
                                    

Dua tahun kemudian ....

"Brendon, sudah berapa kali saya harus katakan berhenti merokok! Itu tidak baik! Kamu masih SMA, dan kamu sudah kelas dua belas! Harusnya kamu contohkan hal yang baik pada adik kelas kamu! Sebentar lagi kamu ujian!" bentak guru di hadapan murid yang ia sebut Brendon itu.

Brendon hanya menghela napas. "Ya maaf."

"Maaf terus, maaf terus! Nerima nasihat, enggak! Kamu ini masuk telinga kanan keluar telinga kiri, ya! Heran saya sama kamu gak ada jera-jeranya!" katanya dengan jengkel bukan main.

"Ya masih bagus, Pak. Masuk telinga kanan keluar telinga kiri, daripada gak masuk sama sekali 'kan?"

Sang guru mendengkus. "Jangan mentang-mentang sekolah ini milik orang tua kamu, Brendon, kamu bisa seenaknya melanggar peraturan!"

"Bapak, kok, bawa-bawa orang tua saya?" Brendon menatap tak terima. "Oke, Pak, saya minta maaf dan gak bakal ngerokok lagi di sekolah, kali ini saya sumpah!"

"Apa janji kamu bisa saya pegang?" tanya sang guru memastikan.

"Iya, Pak!" Brendon mendorong kotak rokok dan korek di hadapannya ke arah sang guru. "Saya janji, kali ini saya bener-bener janji." Brendon tersenyum agar pria tua di hadapannya yakin.

'Gak ngerokok di sekolah, Pak. Berarti di tempat lain bukan janji saya,' sambung pemuda itu dalam hati.

"Baiklah, ini teguran ketiga, ya, Brendon!" Sang guru mengambil dua benda itu dan menyimpannya di laci. "Kamu ini ada-ada saja, sudah mau tamat kok makin nakal saja! Saya kangen kamu yang dulu, tahu? Ada apa dengan kamu?"

Brendon menggedikkan bahu. "Belajar jadi anak gak tau diri?"

Sang guru menggelengkan kepala sambil menghela napas. "Ya sudah, kamu masuk kelas!"

Brendon berdiri dari duduknya. "Permisi, Pak!" Kemudian keluar dari ruangan.

Pria tua itu memijit pelipis. "Ada apa dengan anak satu itu? Heran saya."

Brendon berhenti di ambang pintu yang tertutup, tersenyum bangga. Ia menatap sekitaran yang sepi, timing yang bagus baginya.

Ia lalu menuju ke samping sekolah, memilih tidak melewati pagar karena ia yakin ada yang menjaganya. Hal ini membuatnya memilih melewati gudang pembuangan yang gelap gulita. Bersama senter di tangan, ia menatap ke depan.

"Gue suka uji nyali." Brendon tertawa pelan, lalu mengeluarkan kertas terlipat di kantongnya yang merupakan map saluran bawah tanah. "Jalan pintas, nih. Mantap!"

Mulai ia melangkah masuk ke lorong itu, bau amis dan beragam hal menyeruak tetapi sama sekali tak mengganggunya. Kecoa, tikus, hewan-hewan lain, sama sekali tak masalah. Hantu? Brendon tak percaya mereka.

Mana ada zaman semodern ini ada makhluk demikian? Mustahil.

Brendon terus melangkah sampai akhirnya ....

Krak!

Ia menginjak sesuatu dan ia yakin telah menghancurkannya. Awalnya ia ingin tak peduli karena setelahnya berjalan beberapa langkah lagi ke depan, namun ia kembali berbalik dan memastikan benda apa itu dengan senter minim cahayanya.

Sebuah jam.

Jam dengan bagian kacanya yang pecah karena ia injak tadi, tetapi benda itu kelihatan cukup bagus di mata Brendon. Memungut benda itu, Brendon mengambilnya dan terperanjat seketika.

"Anjing!" pekiknya kesal, melempar benda itu karena serpihan kaca dari jam tangan tersebut melukai ujung jarinya hingga berdarah.

Tubuh Brendon mengejang, kepalanya mendongak ke atas dengan mata yang melingkar sempurna. Sebuah ingatan masuk ke kepalanya dengan begitu jelas, di mulai dari zaman putih abu-abu, perkuliahan, pernikahan, kebahagiaan rumah tangga, hingga kejadian naas oleh pandangan orang asing. Adegan terakhir membuat Brendon terperanjat.

"Mega?" kata Brendon. "Mega siapa?" tanyanya bingung karena pernyataannya sendiri.

Kepalanya tiba-tiba pening dan berat, Brendon memegang keningnya sambil menggeleng mengurangi rasa sakit namun sayangnya ia tak bisa bertahan. Tubuhnya ambruk seketika.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

YOUNG MARRIAGE, OLD MARRIAGE [Brendon Series - C]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang