Pagi hari, di mana keluarga kecil itu tengah menikmati sarapannya. Awalnya hanya hening dengan gemeletuk sendok, garpu, dan piring sampai akhirnya Brendon angkat suara.
"Aku ikut kamu lagi ke kantor, ya?" pintanya memelas.
"Enggak, kamu di rumah aja, jagain anak-anak!" tegas Mega.
Brendon merengutkan bibirnya. "Tapi aku, kan--"
"Gak, entar kamu kayak kemarin, ngacak-ngacak--" Mega menghentikan kalimatnya, mengingat sesuatu. "Abis sarapan, kita harus ngomong!"
Parah ....
Brendon rasa Mega ingat persoalan ia mengacak-acak sampah di kantornya kemarin.
Apa alasan yang harus Brendon katakan?!
Oh, iya, tentu saja.
"Michael, kamu ke ruang keluarga, ya!" Michael mengangguk dan melangkah cepat pergi dari mereka. Kini menyisakan Brendon dan Mega serta putri kecil mereka yang ada di kursi khususnya. Gadis mungil itu tertawa.
Brendon punya persiapan alasan, jadi sekarang ia jauh lebih santai.
"Jadi, kenapa kamu lakuin itu?"
"Aku, kan, beli sesuatu di kantin. Nah, aku makan itu di lift, jadi abis tinggal bungkusnya ya kubuang ke tong sampah depan lift. Eh, gak sengaja, ternyata jam tangan aku keikut!" Mega mengerutkan kening. "Aku baru sadar ilangnya pas udah lama di dalam ruangan kamu, dan pas aku balik lagi eh tong sampahnya udah kosong. Ya udah, aku nyari aja di sana, syukur aja ketemu."
Brendon tertawa pelan, sementara Mega menghela napas.
"Gitu ... yah, tapi tetep aja, kamu gak boleh ikut." Mata Brendon melingkar sempurna.
"Plis, izinin aku ikut! Please! Please!" Brendon memelas, tetapi tak meluluhkan hati Mega saat ini. Gadis itu menggeleng pelan dan tetap kukuh akan keinginannya. "Yah, masa gitu?"
"Ya udah, aku berangkat, kamu jagain anak-anak aja!"
Mega berdiri, mengecup si kecil Michelle lalu mengambil tasnya dan berjalan keluar meninggalkan Brendon. Brendon menatap kepergiannya, tak lama setelahnya berdecak.
"Tapi banyak yang harus aku selidikin!" pekiknya frustrasi.
"Ya udah, sih, gak bolehin juga." Brendon menjawab pernyataannya sendiri sambil mendengkus.
"Gak bisa gitu! Aku harus tau siapa yang bunuh aku!" Ia bersikeras.
Michelle tertawa melihat sang ayah tiri, membuat pemuda itu menoleh ke arahnya. Spontan, tersenyum melihat tingkah lucunya.
"Udah, kamu cuman paranoid, meninggal karena kecelakaan."
"Kecelakaan yang disengaja! Ada suara ledakan peluru di sana! Ada yang macam-macam sama aku!"
"Siapa?"
Michelle tertawa semakin keras, sampai-sampai membuat Michael diam-diam menyembulkan kepalanya untuk melihat mereka di dapur.
"Lupa ... tapi aku tau!"
"Udahlah, udah bertahun-tahun juga! Kalau dia juga ngincer Mega, paling gak bakal selama ini!"
"Kita enggak tau isi kepala seorang kriminal, Brendon!" Brendon menjitak kepalanya sendiri, Michelle tertawa semakin keras sementara Brendon sendiri mengusap kepalanya sambil meringis. "Bisa aja, dia nyari waktu yang tepat!"
"Iya iya, terus siapa, sih, yang kamu curigain pembunuhnya jadi ngebet ke kantor? Nia?"
"Dia salah satunya, aku cuman mau lebih teliti lagi!"
"Papah!" Michael memanggil, ia melangkah dengan langkah takut-takut menghampiri ayah tirinya itu. "Papah masih sakit, ya?" tanyanya lirih.
Mata Brendon melingkar sempurna, ia sehat, otaknya sehat, mentalnya sehat, hanya saja ada makhluk--ayah kandung dari mereka berdua--yang menjadi parasit di dalam tubuhnya. Ah, bisa dikatakan dia sebenarnya sakit.
Sakit jiwa.
"Pa-Papah gak papa, kok, Sayang," jawab Brendon tergagap.
"Terus, kenapa Papah ngomong sendiri? Ngomong sama siapa?"
"Ah, itu, itu cuman ...." Brendon melirik Michelle. "Biar adik kamu ketawa, liat tadi adik kamu ketawa kebahak-bahak 'kan?"
Michelle tertawa lagi sambil menepuk-nepuk tangannya. Michael ber-oh-ria sementara Brendon lalu mengambil Michelle dari duduknya dan menggendongnya.
"Permisi!" kata sebuah suara di ruang depan.
"Ah, tuh pasti guru private kamu sama Pita." Mereka berdua pun berjalan menghampiri mereka yang ada di luar.
Brendon langsung menyerahkan Michelle ke sang babysitter. "Saya ada urusan, bye bye!"
Tanpa mendengarkan jawaban, Brendon dengan motornya langsung melesat dengan kecepatan sedang menuju kantor Mega. Sesampainya di sana, ia mengendap diam-diam masuk dan menuju ke ruangan OB. Mengambil salah satu seragam kemudian memakai kumis palsu yang entah siapa yang punya.
Setelahnya, ia menuju ke ruangan Mega, di sana ada istrinya dan tentu saja sang sekretaris setia.
"Dia makin hari makin gila tau, gak!" Nia mengadu ke Mega yang sama-sama fokus pada laptopnya. "Aku takut ...."
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUNG MARRIAGE, OLD MARRIAGE [Brendon Series - C]
Любовные романы21+ Karena menginjak sebuah jam, Brendon, remaja SMA 18 tahun, tiba-tiba mendapatkan ingatan asing yang membuatnya jatuh cinta pada seorang janda muda anak dua, Mega.