Brendon sadar kekonyolannya tadi, yang membuatnya yakin akan ada yang curiga kalau ia sebenarnya Ferry dan bukan pemuda itu. Dengan siasat penuh, ia berusaha sepenuhnya menjadi seorang Brendon Cakrabuana.
"Pak Udin, saya udahan, ya?" Brendon merengek.
Pak Jun tertegun sejenak, sebelum akhirnya tersenyum. "Ya udah, Pak, silakan! Biar saya sama yang lain beresin. Terima kasih--"
"Saya yang harusnya terima kasih, makasih ya, Pak!" Brendon menghela napas panjang, bau badannya terasa semakin menyengat karena dihuni keringat. Rambutnya berantakan, jasnya tak berbentuk, tetapi rasa lapar yang menghuni perutnya memberanikannya menuju ke kantin kantor.
Dari jauh, Brendon menjadi pusat perhatian karena gaya kerennya yang ala ala bad man, badan tegap, rahang keras, serta alis tebal dan tatapan cokelat yang tajam. Sayang ketika ia di dekat orang berjarak sepuluh meter orang-orang akan menjauh sesopan mungkin karena bau semerbak yang ia tebarkan di sekitar. Beberapa yang tak tahan lari menjauh hingga sebagian penghuni kantin menghilang entah ke mana.
Ia tak menemukan Mega, tentu saja, wanitanya pasti telah menghabiskan waktu istirahatnya. Sekarang ia sendiri, setelah memesan makanan, akan pulang dengan paksa.
Pelayan yang melayani Brendon tampak menahan napas, hingga akhirnya bisa lega setelah menyerahkan makanan padanya dan pemuda itu pun menjauh dari keramaian menuju mobil.
"Ganteng-ganteng bau!"
"Untung ganteng, jadi baunya gak masalah!"
"Itu seriusan anak Pak Cakrabuana?"
Kata desas-desus setelah Brendon keluar dari kantin. Ia kini berada di dalam mobil dan tentu saja Pak Supri tersiksa napasnya akan keberadaannya. Syukurlah ada AC dan pengharum ruangan, walau sebenarnya agak memuakkan karena aroma yang tercampur aduk. Pria tua itu bisa bernapas benar-benar lega ketika Brendon keluar dari mobil.
Ia buru-buru masuk, menuju kamar dan membersihkan diri dengan berendam di bath up sambil pula memakan makanannya.
"Lama gak kek gini!" Brendon tertawa bahagia.
Ferry memang punya banyak kebiasaan buruk, yang membuat Brendon yang terkunci di dalam dirinya geleng-geleng kepala. Ia memang pemuda nakal, tetapi kelakuannya tak sememalukan ini. Bahkan pakai acara 'mandi' di kubangan sampah hanya untuk mengambil sesuatu yang Nia buang.
Entah apa yang tengah ia lakukan.
Isi surat itu, agaknya membuat Brendon jijik.
Banyak hal yang Brendon ketahui tentang Ferry, karena ingatannya masuk ke kepalanya, begitupun mimpinya juga. Banyak hal yang terduga di antara kehidupan pria itu, fakta bahwa Nia sahabat Mega pun punya suatu keterkaitan.
Pusing.
Brendon memilih tak memikirkannya, membiarnya Ferry saja yang bermain dengan tubuhnya.
Toh, ia tak bisa melawan sekalipun sekuat tenaga telah berusaha. Dan ia tak ingin melawan lagi, ia tahu batasannya dan sebenarnya ... Brendon rasa ia memang menginginkan hal ini.
Hanya saja, kenapa Brendon tidak pergi saja dari tubuhnya ini, sih?!
Ia ingin membiarkan Ferry saja yang ada di sini, untuk Mega, membiarkannya lepas dari dunia yang membuat Brendon kehilangan kewarasannya. Ya, Brendon ingin bebas dari kehidupannya dan menempuh jalan kesunyian, kedamaian, dan ketenangan.
"Ngaco kamu!" katanya, dengan tawa pelan. "Aku bakal pergi, aku sendiri cuman sementara di sini sampai saya nemuin orang yang sebenernya bunuh aku. Tolong jaga Mega, oke?"
Kalau begitu, sampai kapan dia akan di dalam tubuhnya dengan keadaan begini?!
"Aku gak bisa keluar, gatau kenapa, mungkin sampe urusan beres baru aku keluar." Brendon bisa merasakan cengiran idiot muncul di bibirnya. "Maaf, ya, Bocah."
Pria dalam diri Brendon mendengkus.
"Tapi, ah, kurasa tenagaku mulai abis. Bye bye!"
Brendon tersentak, ia menatap bingung sekitaran, lalu menatap kedua tangannya. Ia kembali.
Dirinya kembali.
"Katanya gak bisa keluar?"
"Emang enggak bisa." Ia menjawab pertanyaannya sendiri, namun dengan nada yang berbeda. "Bisanya lepasin kendali."
Brendon hanya memutar bola mata, ia menyelesaikan apa yang sudah terlanjur Ferry lakukan dan memakai pakaiannya. Ia siap berbaring di kasur untuk tidur namun sesuatu menahannya hingga tetap berdiri.
"Mending kamu main sama anak-anak, biar lebih akrab."
"Gua capek!"
Plak!
Brendon memukul mulutnya sendiri. "Sopan, aku lebih tua dari kamu. Cepet, keluar, atau kamu mau aku permaluin?!"
Brendon mendengkus, ia memutar bola matanya. "Iya, iya."
"Lagian kamu suka Michelle sama Michael 'kan? Dia anak-anak lucu, dong. Siapa dulu bapaknya!"
Brendon menghela napas saja, lalu tersenyum karena memang ada benarnya ungkapan Ferry, kecuali bagian dia mengakui sebagai bapaknya. Ih, mirip Mega keduanya, lagi pula nama depannya sama-sama M.
Ia lalu berjalan keluar menghampiri kedua anak tirinya yang berada di ruang keluarga.
"Mikky!" sapa Brendon, Micheal tersenyum ke arah ayah tirinya itu sambil bermain mobil-mobilan dan robotnya. "Gak main di luar? Main sama Papah, yuk!"
"Main apa, Pah? Mamah enggak bolehin aku keluar kalau bukan sama Mamah."
Ah, miris. Apa ini alasan Michael homeschooling serta seharian di sini saja? Anak yang malang, apa Mega tak mengerti anak yang bak pribahasa bagai burung dalam sangkar, mata bebas badan terkurung itu menyakitkan.
"Cuman di taman kota, kok. Lagian sama Papah. Kita main badminton?" tawar Brendon memelas, berharap Michael yang kini menatapnya ragu menerimanya. "Santai aja, Mamah pasti izinin!"
"Oke, aku mau! Pas pulang beli es krim, ya, Pah?"
"Siap!" Brendon mengacungkan jempolnya.
"Bisa akrab juga sama anak-anak." Semuanya menatap Brendon yang berkata sendiri, ia langsung menutup mulutnya kemudian tertawa pelan.
"Akhirnya, saya akrab sama anak-anak, saya tipe yang susah, lho." Brendon menatap babysitter Michelle dengan cengiran lebar, ralatannya semoga saja dipercayai. "Kamu juga ikut, geh, bawa Michelle ke taman. Biar dia ketemu temen-temennya yang lain."
"Ah, mm, iya, Tuan." Ia lalu masuk ke kamar untuk mengambil perlengkapan bayi, Brendon menatap Michael kecil, menggendongnya dan menuju kamar pria kecil itu untuk mengambil raket dan hal lain.
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUNG MARRIAGE, OLD MARRIAGE [Brendon Series - C]
Romance21+ Karena menginjak sebuah jam, Brendon, remaja SMA 18 tahun, tiba-tiba mendapatkan ingatan asing yang membuatnya jatuh cinta pada seorang janda muda anak dua, Mega.