"Calvin punya perasaan denganku, dan ketika aku nyatain perasaan ke Ferry, ia pikir itu perusak hubungan kita yang sebenernya gak ada. Alhasil, dia bilang, dia bakal menyingkirkan semua yang menghalangi tujuannya dapetin aku. Dia juga pernah bilang setelah Ferry tiada, dia membawaku ke tempat di mana Ferry dirawat, dan dia gak segan nyelakain kamu sekeluarga dan Ferry kalau aku ... aku gak nurutin skenario dia," jelas Nia, menatap lirih sahabatnya yang masih terkejut akan pengutaraan itu.
"Bawa aku ke sana! Bawa aku ke tempat Mas Ferry!"
Sementara mereka bersiap-siap ke tempat Ferry berada, Brendon mengerjap karena cahaya silau yang menyeruak memasuki matanya. Perlahan ia berhasil menyesuaikan intesitas yang masuk dan bayangan maya mulai menjelas di penglihatannya.
Suasana serba putih, cahaya yang ada lumayan silau dari lampu hias, tubuhnya ia sadari terikat dan di depan matanya ...
Ia terperanjat.
Melihat sosok yang terbaring lemah di atas kasur, bersama alat penunjang kehidupan, infus serta lainnya, serta monitor pendeteksi jantung.
"Kaget? Kamu kenal dia?" tanya sebuah suara, Brendon menoleh dan menemukan Calvin di sampingnya. "Kalau dia bangun, kamu punya saingan, lho. Kalau, sih, ya." Calvin menggedikan bahu. "Kalau enggak, ya kubikin aja kamu nyusul dia."
"Gila! Dasar orang gila lo! Obsesi stres!" teriak Brendon memaki, ia meludah dan Calvin menatap sepatunya yang terkena air saliva Brendon. "Orang gila!" Ia meronta berusaha membebaskan diri.
Dor!
"ARGH!" Sebuah tembakan melesat mengenai bahunya, mengucurkan banyak darah di sana. Brendon menatap bagian tangannya itu, ingin menyentuhnya dan menghentikan aliran darah akan tetapi ikatan di tangannya membuat ia tak bisa melakukan apa-apa. Ia hanya bisa meringis.
"Bukan cuman aku, lho, yang gila di sini. Well, aku ini ahli manipulasi, lho. Ahli drama. Oh dan omong-omong, bentar lagi istri kamu nyusul ke sini, lho. Sama sahabatnya yang bai ... ik banget."
Mata Brendon melingkar sempurna.
"Emang orang panik kadang bege, ampe gak sadar masuk jebakan."
Tak lama, terdengar sebuah suara mobil dari luar, Brendon semakin khawatir bukan main dan ia menatap insan di hadapannya.
"Ayo, Ferry, pindah!" teriak pemuda itu berusaha mengerahkan kekuatannya untuk pindah tubuh ke sana, Calvin hanya menatap dengan kerutan di kening.
"Dari koma udah lama, susah bangun cuman sekadar teriak doang!" Pria dewasa itu geleng-geleng.
Tepat ketika itu, Mega masuk ke tempat mereka. "Mas Ferry!" katanya, menatap bahagia insan yang terbaring lemah di atas brankar itu, sebelum akhirnya wajahnya menyendu melihat Brendon ada juga, dalam keadaan terikat dan tangan yang berdarah. "Mas Bren--"
Brendon memejamkan matanya erat, kesal bukan main ketika Nia yang tadi ada di belakang Mega, dengan sapu tangan membius gadis itu.
Kini, Mega dibuat terikat sama seperti Brendon.
Nia memeluk Calvin. "Makasih udah bantuin aku ya, Sayang," katanya manja.
"Apa pun buat kamu, seperti biasa, Sayang."
Brendon menatap kesal mereka, tak lagi terasa rasa sakit dan yang ada hanya amarah yang menggebu. "Kenapa kalian lakuin ini? Pasangan gila?!"
"Oh, cuman balasan, Calvin bantuin aku nyingkirin orang menyebalkan itu, Ferry! Sok setia! Sok baik! Busuk!" Kemudian Nia menatap Calvin, tersenyum hangat. "Mending sama dia, dia selalu ada buat aku, setia sama aku."
"Cih, sialan!"
"Kali ini, gak ada ampunan, ya! Karena Ferry sialan ini, dua tahun lebih Calvin harus masuk rumah sakit jiwa! Sialan kalian! Cih!" Nia menatap jijik Brendon. Ia lalu menampar keras Mega hingga terbangun dengan terperanjat.
Mega yang bangun, terperanjat awalnya, sebelum akhirnya menatap sendu sahabatnya. "Kenapa, Nia? Kenapa kamu tega lakuin ini sama aku?!"
"Kamu pikir aja, deh! Aku yang deket sama Ferry, kamu yang baru sama dia yang lengket! Kesel tau, gak?! Mending kalian mati aja! Btw, rencana aku sama Calvin kali ini bakal berhasil, dia bikin drama yang bagus banget, aku sama dia melakukan drama dengan sangat baik. Ya, gak, Mega? Duh, kamu bodoh banget, sih! Harusnya bawa pihak keamanan, dong, kalau mau ke sini. Jangan ngegas sendiri."
Mega menunduk, ia menangis, membuat Brendon tak tega melihatnya. Ia lalu menatap Ferry yang masih ada di hadapan mereka, terbaring koma.
Ia memejamkan mata erat-erat.
"Kamu nyangka itu kecelakaan 'kan? Aku hebat banget bisa nyembunyiin kenyataannya. Bahkan hukuman polisi pada Calvin gak ada yang tau, taunya dia keluar negeri buat kerja doang. Apik banget 'kan?" tanya Nia dengan bernada, ia lalu seakan mengintruksi Calvin. "Kubikin kamu aja yang pergi duluan, ya? Gak tega soalnya liat kamu."
Calvin mengeluarkan pistolnya, siap menekan pemicu dan meletakkannya ke kening Mega, tetapi kala ia siap menekan pelatuk sebuah tendangan meluncur hingga menerbangkan pistol di tangan Calvin jauh dari tempatnya.
Semua menatap dan terkejut.
"Mas Ferry?"
Menemukan Ferry yang kini bangun, keadaannya pucat tetapi kelihatan kuat.
"Ini ... kesempatan terakhir aku," ujar Brendon.
Para anak buah Calvin berdatangan menghampiri bosnya yang kini bertarung sekuat tenaga dengan pria yang baru bangun dari komanya, yang mengejutkannya tak kesakitan ketika pistol menembus badannya dan terus saja berkelahi, sementara Nia menjauh dari sana karena kekacauan besar itu.
Kesempatan tersebut Brendon ambil untuk membebaskan diri, lalu membebaskan Mega.
"Ma-Mas Ferry bangun?"
"Udah, kamu diem aja, cepet panggil polisi!" perintah Brendon.
Mega dengan berat hati meninggalkan Brendon, yang menatap sengitnya perkelahian mengerikan antara Ferry dan para anak buah Calvin. Ferry sangat tangkas, bahkan berhasil merubuhkan semua anak buah pria itu termasuk Calvin sendiri.
Ferry menatap Brendon, memperlihatkan badannya yang penuh darah dan luka tembak. "Ma-maaf badan kamu--"
"Sudahlah, selesaikan, dan kita kembalikan semuanya seperti semula. Lagipula sudah kubilang, ini kesempatan terakhir aku." Brendon tersenyum hangat.
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUNG MARRIAGE, OLD MARRIAGE [Brendon Series - C]
عاطفية21+ Karena menginjak sebuah jam, Brendon, remaja SMA 18 tahun, tiba-tiba mendapatkan ingatan asing yang membuatnya jatuh cinta pada seorang janda muda anak dua, Mega.