Part 29

6.7K 606 50
                                    

"Kamu gak salah mau ikut ke kantor?" tanya Mega saat mereka sarapan bersama. "Kamu keknya masih harus istirahat, lagi juga entar kamu bosen nunggu aku di sana, lho."

"Gak papa, lah. Aku ini calon penerus keluarga Cakrabuana, lho. Gak ada salahnya aku ke sana, sekalian latihan, liat-liat." Brendon menjawab, ia memakan sarapannya lagi. "Ayolah, Babe ... please." Ia mengeluarkan puppy face-nya.

Mega menghela napas, tak tahan dengan wajah manis yang ditujukan padanya itu. "Ya udah."

"Yes! Makasih, Sayang." Brendon tertawa pelan.

"Kamu make jas?"

Brendon mengangguk. "Iya, dong."

"Baju kamu gak ada jasnya kuliat, kamu mau make--"

"Iya, emang aku mau make jas almarhum suami kamu." Brendon tersenyum lebar. "Gak papa 'kan?"

"Iya, gak papa." Malahan, Mega senang Brendon memakainya. Ia senang pria seperti Ferry, dan Brendon memang cocok berpenampilan seperti pria di masa lalunya itu. "Aku juga mau ke toko, ngambil jam tangan."

"Udah diperbaikin, ya?" Mega menganggukan kepala. "Cepet juga."

"Eh, dan omong-omong, banyak karyawan aku yang gak tau kamu. Jadi--"

"Bilang aja kalau aku training ke perusahaan kamu, dari ayah aku, mereka pasti tau ayah aku." Mega mengangguk, ide Brendon bagus, otaknya begitu encer jika ingin sesuatu persis serupa Ferry.

"Oke, aku hubungin Nia."

Selesai sarapan, memberikan kecupan sampai jumpa lagi, Mega dan Brendon yang sudah bersiap dengan perlengkapan dan pakaian mereka pun masuk ke dalam mobil, duduk di bagian belakang bersama. Pak Supri menjalankannya dengan kecepatan sedang hingga tak butuh waktu lama sampai di toko.

Hanya Mega yang masuk ke dalam, tak memakan waktu lama ia kembali dengan kotak di tangannya dan duduk di samping Brendon di bangku belakang.

"Jadi kayak baru lagi, ya." Brendon memperhatikan benda yang Mega keluarkan dari kotak, jam yang sama seperti di pergelangannya sendiri.

"Iya, tapi cuman penampilannya aja, katanya gak bisa bagian dalem. Entar beli pigura, jadi pajangan aja, deh," jawab Mega, memasukkan kembali jam itu ke kotak dan menyimpannya ke tasnya.

Ia lalu memperhatikan Brendon lagi, tersenyum hangat.

Ini cukup, Brendon cukup untuknya. Ia tak ingin lagi berpikir Ferry mengambil alih Brendon sepenuhnya.

Walau fakta berkata lain, Brendon sendiri masih saja di bawah pengaruh Ferry di dalam dirinya.

Ia masih tak bisa menggerakan keseluruhan tubuhnya, sekalipun ia merasakan apa yang tubuhnya rasakan. Tangannya kini menjalar menyentuh tangan Mega, lalu menggenggamnya erat menyalurkan sengatan listrik yang membuat seluruh tubuhnya menegang.

Termasuk adik kecilnya.

Horny, tapi dipaksa tak melakukan apa-apa.

Setelah sampai di kantor, jiwa Brendon bisa bernapas lega karena kini pegangan mereka terlepas meski ada perasaan tak rela. Mereka pun berjalan keluar, masuk ke gedung besar itu.

"Bu, Pak!" sapa para karyawan.

Mega hanya mengangguk dan tersenyum, begitupun Brendon. Mereka lalu masuk ke lift.

"Gak banyak yang berubah, ya," komentar Brendon tiba-tiba.

Mega tertawa pelan. "Seingatku kamu sebulan lebih aja gak ke sini, ya gak banyak yang berubah."

Brendon tersenyum paksa. "Ah, kali aja ada yang berubah gitu." Nyaris saja ia ketahuan karena kecerobohannya. Bisa-bisa Mega curiga jika di dalam sini adalah Ferry, bukan Brendon sendiri.

Syukurlah, Mega tampak tak tergubris.

Lift berdenting, pintu besi terbuka dan mereka berdua melangkah ke luar. Pemandangan yang disambut adalah Nia yang tengah membuang sesuatu di tempat sampah.

"Hih, nyeremin banget, sih," gumamnya, Brendon mengerutkan kening dan menatap tajam sekretaris istrinya itu.

"Kenapa, Nia?" tanya Mega heran.

Nia berbalik menghadap mereka karena suara itu, ia dengan tergagap menjawab, "Itu, ada anu, itu apa itu, kecoa mati di meja ruangan aku!"

"Hah?!" Mega terperanjat. "Eh, cepet panggil OB, suruh bersihin ruangan kamu!"

Brendon menatap curiga gadis itu, kemudian tong sampah yang tadi menjadi tempat Nia membuang sampah. Tetapi kemudian ia hanya menghela napas dan mengekori dua gadis itu yang kini berjalan berdua di depannya.

"Meg, gak salah kamu bawa suami kamu yang annoying ini ke kantor?"

"Apa salahnya?"

"Bisa aja, kan, dia ancurin kantor. Atau jadi teladan buruk kantor, taulah lambenya kek gimana," kata Nia menjelaskan.

Mega tertawa pelan. "Brendon udah berubah, kok."

"Yakin?" Ia menoleh lagi ke arah Brendon. "Firasat aku buruk sama dia! Mau training apa, sih?"

"Sebenernya dia cuman pengen ikut, sih."

"Haduh, haduh, haduh." Nia memegang keningnya berlagak pusing. "Entar kalau kantor jadi tornado gimana?"

"Enggak mungkin selebay itu, ih! Ada-ada aja kamu!" Keduanya tertawa dan masuk ke dalam kantor.

Brendon memperhatikan sekitar, bahkan ruangannya tak banyak yang berubah. Ia ingat di masa lalu, bahkan furnitur sampai letaknya. Masih sama.

Apa Mega sengaja?

"Meg, abis ini kita meeting, lho. Mau dirantai aja ni bocah?" Nia menatap Brendon, yang tentu saja bingung akan ungkapan itu.

Dirantai? Dikata dia anjing?

"Duh, ada-ada aja, ih." Mega mengambil tasnya dan Nia mengangkat laptop. Wanita itu menghampiri suaminya. "Aku tinggal ya, Sayang. Dan, oh, kalau kamu bosen ada kantin di bawah, atau lakuin apa aja yang kamu mau."

"Awas ngancurin kantor!" Nia menodongkan telunjuknya ke Brendon yang membuat pemuda menjuling. "Tumben pendiem, sok jaim sama istri?"

"Aduh, Nia!" Mega menyingkirkan tangan Nia dari wajah suaminya.

Brendon berdiri dan memberikan kecupan mulut ke mulut, Nia spontan ternganga sementara Mega hanya tersenyum, sudah biasa dengan perlakuan manis Brendon.

"Hati-hati, Sayang!"

"Dah!" Mega lalu menarik Nia yang masih ternganga keluar ruangan.

Brendon memandang kepergian mereka, sebelum beberapa saat ia menuju ke luar ruangan. Ia menatap kiri dan kanan, dirasa sepi ia lalu melangkah keluar. Tepatnya, menuju ke tempat pembuangan sampah tempat Nia membuang sesuatu tadi.

Ia membuka tempat sampah itu.

Kosong.

Bertepatan itu ia lihat sebuah troli dari seorang office boy yang masuk ke lift khusus office. Brendon ingin menghentikannya namun sayang pintu lift telah tertutup.

Sementara ia menatap lift lain, nyatanya masih terpakai oleh orang lain.

Ia mengalihkan pandangan lagi sampai menemukan pintu tangga darurat.

Menghela napas lalu mendengkus, Brendon mengecak pinggang.

Mau tidak mau.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

YOUNG MARRIAGE, OLD MARRIAGE [Brendon Series - C]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang