"Jika kau mulai, aku akan membalas. Ingat itu eoh !!!" teriak Seera pada Jungkook yang mendekat perlahan dengan wajah yang menyiratkan kemungkinan buruk–tercebur ke dalam air. Karena pemuda itu tengah memvuat ancang-ancang mendekat dengan gerak ingin segera mendoorngnya. Jungkook melakukan apapun maunya, sialan itu memang begitu adanya.
"Eee, tidak.. Pede sekali" ujar Jungkook mendekat bersama atensinya yang mampu mengalihkan senyum Seera yang baru saja mengangkat ember dan tersemprot berkah panah cupid yang berasal dari ponselnya. Kim itu baru saja memberinya pesan.
Jungkook mengambil ponsel Seera. Karena Jungkook melihat sedari tadi, pacar pura-puranya ini hanya berfokus pada layar ponsel gelap yang seakan sudah merenggut semesta darinya. Ingin kuhancurkan saja rasanya sebuah benda bernama ponsel Seera ini.
"Heumm.. Baiklah, aku akan makan malam dengan–" Mata Jungkook menyipit. Seera lantas dengan cepat mengambil kembali ponselnya dari genggaman Jungkook.
"Mencoba menjebaknya ?" tanya Jungkook
Seera mengerutkan kening. "Bukan urusanmu"
Jungkook membolakan mata, oh sungguh? Seperti disetrum, ia seakan-akan merasa bergetar dan marah?
"Bagaimana bisa ? Kau–kita!!.. Hah.. Kau lupa ?" ujarnya tertawa sambil berkacak pinggang seolah-olah lucu sekali."Itu bukan, begini Jung" bela Seera gagap menoleh kesana kemudian kemari.
"Ah.. Omonganmu itu hanya membuatku buta! Buta akan cintamu" ujar Jungkook yang langsung membuat Seera mendelik merasa sedikit jijik pada mimik wajahnya.Seera menyiram Jungkook dengan seember air di sampingnya kemudian.
Sedetik setelah itu mereka berdua jatuh ke dalam kolam renang dengan teriakan Seera yang teredam akibat Jungkook yang mengecup bibirnya–sengaja. Tentu saja,Jungkook melakukan itu bukan tanpa alasan. Ia terbakar, dalam cemburu yang tak seharusnya berhak ia ciptakan. Seera menerima ajakan Taehyung barusan.
'makan malam dengan Seera ?'
Oh sialan mati sajalah kau Taehyung !!
****
Hal apa yang membuatmu senang dan sedih di waktu bersamaan ?
Chaeyoung ingat betul bagaimana perasaan menyedihkan? Memalukan? Tentang seorang pria yang memberinya sebuket bunga. Seminggu kemudian tanpa kabar, lelaki itu hilang dengan cara yang menyakitkan.
"Haruskah kita setidaknya jalan-jalan? Eumm.. Atau mungkin kau bosan di sini? Kau bisa memberi tauku. Setidaknya, itu bisa mempercepat pemulihan traumamu" ujar Jimin dengan tatapan yang tersenyum.
Chaeyoung hanya diam–tak bersuara. Hanya senyum dan tersipu entah kenapa.
"Jika kau merasa baikan.. Kau bisa pergi Chae. Tapi, kita tetap bisa bertrmu kok. Tenang saja"
Chaeyoung mengangguk.
"Ha.. Kalau begitu, maafkan aku karena sebuah panggilan ini terus bergetar dalam saku celana. Eum.. Seulgi, diaa.. Ah.. Kau tau bukan?" ujar Jimin dengan gelagat malu-malu beruangnya.
***
Chaeyoung berdiri seperti biasa di lantai rumah sakit. Menatap jendela kamarnya sembari menutup mata.
Ia membukanya perlahan, segalanya terasa melambat. Bahkan untuk bernafas pun sesak. Seakan beton rumah sakit ini runtuh dan menenggelamkannya pada mimpi panjang dengan sesak luar biasa.
Malam itu bahkan tak bisa membuat Chaeyoung tersenyum. Malam dengan taburan bintang yang menghias langit gelap itu hanya bisa membuatnya merasa, sepi. Ya, kau tau.. Saat kau hanya sendirian, benar-benar sendirian dan kau tidak bisa melakukan hal yang semestinya kau lakukan karena suatu hal.
Kau lemah.. Tidak punya harapan, cita-citamu hancur. Kau rasanya lebih baik mati saja. Kau tidak punya tujuan. Kata jahat itu yang setidaknya lebih lembut ketimbang kau bodoh dan tak berguna.
Ia menggenggam pensil dan kertas gambar putih yang siap untuk di sisipkan dunia. Ya, benar. Dengan pensil dan kertas setidaknya bisa membuat duniamu sendiri, kau bisa mengubahnya menjadi apasaja. Dirimu bahkan orang lain. Kau bisa mengerjakannya. Tanpa ada yang komplen dan tanpa ada yang merasa tersakiti.
Ngomong-ngomong tentang tersakiti, kata itu sungguh bodoh jika mengingat kembali bagaimana pria bernama Seokjin yang dulu mengiriminya bunga mawardan memberikan panggilan Rose untuknya itu tiba-tiba menghilang, tanpa kabar bak di telan samudera.
Kau tau kenyataannya ? Kenyataan terburuk yang pernah ada selama ia hidup. Ia menunggunya, terus menerus bersama surat yabg datang di senja hari, yang menyiratkan harapan bahwa ia akan kembali lagi.Kebohongan adalah dosa, dosa adalah perbuatan buruk. Chaeyoung tau benar , menulis adalah kesukaan Seokjin, terutama puisi tentang cinta dan perasaannya. Itu patut disyukuri karena merupakan mukzizat yang membuatnya bisa dipandang sebagai penulis yang cukup di andalkan–cukup terkenal dan dikenal. Tak ada nyawa yang bisa ia tutupi dalam tulisannya, semua pasti terungkap dalam sisi pembaca. Ia menulis menggunakan perasaannya.
Chaeyoung sendiri juga tidak bodoh.. Setidaknya sebelum ia benar-benar membiarkan gadisnya sendiri dan merasa tersakiti.. Ia memberinya sebuket mawar merah beserta sebuah bait lagu yang mereka nyanyikan dengan petikan gitar duo antara dirinya dan Chaeyoung–gadisnya, melakukan hal-hal pada umumnya, kau taulah seperti menonton film,berpegangan tangan bahkan berciuman–dengan lembut dan memabukkan. Kala itu, kala senja, kala dulu.. Sebelum ia memilih untuk pergi membuat suatu janji dengan ibunda. Menerima perjodohan karena mendiang ibunya berkata sebelum ajal 'Setidaknya, kau bisa bahagiakan Siren. Gadis desa yang pernah menolongmu dulu dan ibu. Kita berhutang banyak pada keluarganya. Sebelum Ibu mati, ibu mohon nikahi dia dan beri dia kebahagiaan sebagaimana ia membahagiakan keluarga kita"
Hanya saja, hanya adiknya yang tau segalanya. Segalanya tentang kenyataan yang dapat menyakiti sisi terlemah dalam hidupnya. Seokjin lagi lagi Seokjin. Pria tampan itu memang sudah menggelapkan pandangannya, Chaeyoung memang telah buta karena cinta.
Setelah setahun lebih ia menerima surat dan masih mendapat balasan atas nama Seokjin itu, ia baru sadar. Setelah mengetuk jendela kamar Seokjin, tentu saja perlu tekad dan niat yang kuat untuk ke rumah Seokjin yang jauh dari rumahnya–New Zeland.
Chaeyoung ingat betul bagaimana semesta membongkar segala kejahatan, kebusukan dan kebahagiannya bersamaan, membuatnya merasa terhina, terabaikan bak tong sampang yang sudah tidak berguna. Menunggu Seokjin? Menunggunya selama setahun di pantai tempat pertama mereka bertemu. Dengan setia–garis bawahi dan cetak tebal.. Ia setia, selalu, setiap senja.
Netranya terasa menggelinding kala Seokjin yang berusia lebih matang daripadanya itu membuntuti sang perempuan yang membukakannya pintu setelah sekian lama mengetuk pintu dan jendela di segala sisi rumah.
"Maaf ? Mencari siapa?" ujar perempuan yang asing baginya itu. Perempuan yang membuat sekelebat bayangan tak karuan akan tingkah Seokjin yang benar-benar kelewatan.
Sampai sang lelaki itu bersua dengannya, sambil membalas "Dia mencariku. Kau masuklah dulu, Siren"Sang perempuan mengernyit heran pada Seokjin setelah itu dengan tatapan teduh Seokjin mengangguk dan meyakinkan Siren untuk masuk ke dalam dan memberikan waktu pada tamu yang datang.
Seokjin mendekat perlahan dengan senyuman yang dipaksakan ia berucap "Senang bisa melihatmu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Bad Boy
Teen FictionLelaki itu player, membubuhkam stempel di kepalanya bahwa dia yang berkuasa. Sampai saat ini aku masih memikirkannya.. Memikirkan perjodohannya dan rahasia antara aku dengan dirinya. Started 4 maret 2019