19

915 93 1
                                    

Manik mata itu tengah menatap sang pujaan di hadapan. Menerka apa yang sedang dipikirkan sampai tak tau menahu kalau sedang di tatap dengan gadis manis ini.

Mereka berdua sedang mengerjakan sebuah tugas baru di hari baru saat menjadi mahasiswa. Beberapa lembar kertas dengan tinta hitam itu tercoret dan ada tulisan besar revisi. Mengerjakan laporan memang sangat menyebalkan, tidak seperti praktek yang menyenangkan.

"Berapa yang revisi?"

Si penatap mendadak kaget, mendadak cegukan.

Jungkook mengernyit "Eoh?, lumayan juga. Oh astaga"

"Aku harus pergi sebentar"

Jungkook menahan tangan Rose. "Sini saja, minum saja airku" satu tangannya merogoh tas besar berwarna hitam dan mengeluarkan botol air mineral setengah liter lalu menyodorkannya ke arah Rose.

"Ah.. Baiklah, baiklah"

Rose pun menurut, ia meminum air itu pelan dengan mata yang masih lekat menatap manik lelaki di depannya ini.

"Kenapa sedari tadi kau masih saja terus menatapku, hm?" maniknya masih sibuk dengan layar laptop, sialan ternyata ketahuan.

"Itu.. Kau terlihat fokus sekali."

Jungkook terkekeh, entah kenapa itu terasa menggelikan saat dikatakan oleh gadis yang Jungkook sendiri bingung dengan hubungannya.

"Ya.. Ya aku tau aku terlihat tampan, bukan?" nada jenaka yang menggoda dipakai Jungkook untuk menyombongkan kebenaran.

Rose mengendik, "Ah.. Biasa saja, tuh."

Matanya menatap Rose. Tangan kekar itu menoel hidung Rose pelan. "Lalu ada apa dengan wajah dan hidungmu yang memerah ini ?" ia menurunkan tangannya

"Berhenti terus memandangku kalau tidak mau lama-lama hidungmu berdarah, sayang" tangannya kembali naik, menghambur rambut halus Rose pelan. Membuat pipinya kian memanas dan berwarna hampir keunguan. Benar-benar

Dengan harga diri yang tersisa Rose hanya mampu menutup wajahnya pelan dengan tangan kemudian merapikan rambutnya pelan. "Jungkook" panggilnya sedang uang dipanggil masih terkekeh lucu sambil menutup pelan laptopnya.

"Hmm?"

Rose menghela nafas "Kenapa kau suka sekali berkata-kata seperti itu?"

Heran. Jungkook menatap lawannya serius. "Kau tidak suka?" nadanya terdengar angkuh dan tidak terima. Terdengar dingin dan itu.. Mendebarkan.

"Aku takut"

Hatinya mendadak buyar, dadanya bergemuruh. Tidak. Tidak. Kenapa ia merasa resah, harusnya ia merasa senang. Lagipula, itu memang tujuannya untuk memgakhiri perjodohan gila ini.

"Aku takut aku akan semakin suka menatapmu"

Deg.

Aneh. Kenapa perkataan Rose begitu menyayat hatinya.

"Jangan berpikiran begitu. Itulah sebabnya, aku menggodamu. Semua gadis suka bukan? Dan khusus untukmu. Hanya aku yang boleh berkata seperti itu" ujarnya tenang.

Menenangkan hatinya sendiri, lebih tepatnya.

"Tapi, Jung..  Aku ingin bertanya satu hal. Boleh?"

Jungkook terpaksa mengangguk. Pelan, dengan gelengan hebat dalam hatinya. "Apa?"

"Hal apa yang kau suka. Dan tidak"

Jungkook menghirup oksigen dulu sebelum menjawab. Ia perlu menyalurkan makanan otak itu lebih banyak. Pertanyaan ini terlalu sulit untuk di jawab.

"Kupikir aku menyukai hampir segala hal. Kecuali.."

Jungkook menautkan jemarinya. Mengangguk pelan seolah memainkan kebohongan. "Kecuali hal-hal yang membuatku marah, bosan dan hal menjengkelkan. Maka dari itu, turuti perkataanku, maka aku tidak akan pernah pergi darimu."

"Jika aku tidak mau, kau akan pergi. Begitu?"

Rose mencebik "Memang ya, pria brengsek sepertimu itu candu. Otoriter, mengesalkan, kau sebenarnya orang yang manis dan lembut. Tapi, aku tidak bisa menerka apa yang kau pikirkan"

"Baru saja memujiku, nona? Terimakasih" ujarnya

"Itu hinaan dan sedikit kritikan. Baiklah, Jung."

"Apa?"

"Kurasa aku harus menurutimu, segalanya agar kamu tidak pergi dariku."

Jungkook tersenyum, tipis sekali. Padahal di dalam sana hatinya sedang bergemeretak, sedikit patah dan retak. Bagus, ia membuka luka lamanya kembali kalau diteruskan.

"Tapi, Jung" Rose membuat pernyataan dengan pernyataan baru. Mampu membuat Jungkook membolakam mata, pupilnya lebih tertarik dengan kalimat selanjutnya, melihat bibir merah muda itu berucap sangat indah.

"Bagaimana jika aku bukanlah aku. Suatu saat, aku tidak mengenalmu atau bahkan lebih memilih untuk pergi. Kau tau, itu yang membuatku takut"

Jungkook diam. "Jadi, Jung.. Apa alasanmu menerimaku menjadi jodohmu?"

Sedikit terhentak. "Selain daripada permintaan ayahmu dan janjinya. Kau bisa saja menolak, bukan? Asal kau tau"

Rose memelankan suara "Aku gila, Jeon"

"Karena permintaan ayahku lebih dari apapun. Apa aku perlu membunuh ayahku, agar aku bisa membatalkan perjodohan ini ? Apa yang sebenarnya kau pikirkan, Rose ? Apa kau barusan meragukanku?"

Rose menatapnya penuh dengan tanda tanya. "Kalai begitu, tunjukkan kesungguhanmu, Jeon.

Jungkook menggeleng "Aku mulai percaya dengan perkataan orang, Rose. Bahwa cinta akan datang karena terbiasa. Aku bisa meyakini itu."

"Hubungan dengan orang aneh sepertiku. Kau tau bukan? Itu memalukan"

"Hmm. Aku akan mencobanya. Kukira sepertinya kau mencoba memutuskan hubungan ini?"

"Jika itu yang kau mau. Maka aku mau saja memutuskannya. Aku tidak ingin merusak diriku lebih banyak, Jeon. Aku tidak ingin menderita karena cinta. Berhenti di awal sebelum tenggelam lebih dalam, itu keputusan terbaik"

Jungkook entah kenapa merasa berbeda. Ia mengambil tangan Rose, menyelipkannya di antara bahu dan telinganya. "Cinta memang menyakitkan, Rose. Kau harus tau itu. "

Sebuah kecupan singkat mendarat, dengan pendar lampu kafe tenpat mereka mengerjakan laporan, Jungkook melanjutkan dengan suara sapron rendahnya "Aku siap menanggung sakit jika nanti aku kalah dan mencintaimu akhirnya."

Rose tersenyum. Menggait tangan Jungkook kemudian berujar "Katakan jika kau mencintaiku"

"Sekali aku mengatakannya, akan sulit untukmu pergi. Perlu kau tau"

"–aku juga pria gila, Rose"

Lovely Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang