Amal Sholeh dan Taqarrub Ilallah

182 8 0
                                    


Islam adalah jalan hidup (way of life) yang unik, berbeda dengan jalan hidup lainnya. Islam mewajibkan pemeluknya untuk hidup dalam suatu pola kehidupan tertentu secara konsisten, tidak berganti dan berubah, baik karena situasi maupun karena kondisi. Islam mengharuskan kita untuk selalu mengikatkan diri dengan pola kehidupan tersebut dan membentuk kepribadian, yang menjadikan nafsiyah dan aqliyah kita, sehingga tidak akan merasakan ketenangan dan kebahagiaan, kecuali berada dalam pola kehidupan tersebut.

Karena itu, pandangan seorang Muslim terhadap kehidupan dunia ini adalah pandangan yang penuh dengan optimisme, serius, realistis, dan proporsional. Artinya, dunia harus diraih, tetapi bukan menjadi tujuan, dan tidak boleh dijadikan tujuan. Seorang Muslim akan bekerja di berbagai penjuru dunia, menikmati keindahan dan rizki yang halal, yang telah dianugerahkan kepada hamba-Nya dengan keasadaran penuh, bahwa dunia ini merupakan tempat sementara, akhiratlah negeri yang abadi dan kekal.

Istilah taqarrub ilallah berasal dari nash-nash syara’ yang membicarakan upaya pendekatan diri kepada Allah SWT. Antara lain hadits qudsi dari Nabi Saw. bahwa Allah berfirman, “Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih aku cintai daripada melaksanakan apa yang Aku cintai daripada melaksanakan apa yang Aku wajibkan kepadanya, dan tidaklah hamba-Ku terus mendekatkan diri kepada-Ku dengan nafilah-nafilah (nawafil) hingga Aku mencintainya.” (HR Bukhari & Muslim, Fathul Bari, 18/342; Syarah Muslim, 9/35).

Taqarrub ilalllah bukan hanya berupa ibadah mahdhah semata, melainkan mencakup semua aktivitas untuk melaksanakan yang wajib-wajib dan yang sunnah-sunnah. Baik itu berupa ibadah mahdhah maupun berupa aktivitas interaksi antar manusia. Termasuk juga taqarrub ilallah adalah aktivitas meninggalkan segala macam yang haram-haram, dan juga  yang makruh-makruh. (Ibnu Rajab Al-Hanbali, Jami’ Al- ‘Ulum wa Al-Hikam, 38/12).

Hukum-hukum Islam telah memberikan cara bagaimana menyelesaikan masalah perdagangan dengan metodenya yang khas, seperti ketika Islam menjelaskan tata cara sholat. Islam juga mengatur masalah pernikahan dengan cara yang unik, sebagaimana mengatur masalah zakat. Islam pun menjelaskan cara pemilikan harta benda, sekaligus cara membelanjakannya dengan mekanisme yang khas, seperti ketika menjelaskan masalah haji.

Islam juga memberikan rincian tentang transaksi dan mu’amalat, hubungan antara manusia dengan cara yang khas, sebagaimana ketika merincikan masalah do’a dan ibadah. Islam juga menjelaskan masalah hudud, jinayat, dan sanksi-sanksi hukum lainnya, sebagaimana menjelaskan siksa neraka Jahannam dan kenikmatan surga.

Islam mengajarkan bentuk pemerintahan dan metode praktisnya (Khilafah), sebagaimana Islam memberikan dorongan internal (berdasarkan ketaqwaan) agar bisa menjalankan hukum-hukum Islam tersebut dengan tujuan menggapai ridha Allah semata. Begitu juga Islam memberikan petunjuk tentang bagaimana mengatur hubungan negara dengan negara, umat dengan bangsa lain, sebagaimana memberikan petunjuk tentang bagaimana cara mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia. Syari’at Islam juga telah mengharuskan kaum Muslim memiliki sifat-sifat yang mulia, dan itu harus dianggap sebagai hukum-hukum Allah SWT, bukan karena sifat itu terpuji dalam pandangan manusia.

Begitulah, Islam mengatur hubungan dengan sesama manusia, sebagaimana mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT dalam suatu harmonisasi pemikiran. Maka, kita haruslah senantiasa menjalani kehidupan ini dengan dorongan (motivasi), metode, arah dan tujuan tertentu. Dan sesungguhnya, Islam telah menjelaskan semuanya tadi dengan gamblang dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, yang tercakup dalam masalah akidah dan hukum-hukum syari’ah.

Allah SWT. berfirman:
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, ‘Kami mendengar, dan kami patuh’. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan.” (TQS. An-Nur [24]: 51-52).

Kepribadian IstimewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang