Islam dan Konsep Kecantikan

235 20 0
                                    


Tampil cantik merupakan idaman setiap wanita namun cantik kebanyakan diukur semata-mata dengan wajah yang cantik dan dengan keindahan tubuh. Padahal kecantikan sempurna diukur dari kadar ketakwaan seseoarng dan akhlak yang baik. Lalu seperti apa cantik dalam pandangan Islam?

Sama sekali berkebalikan dengan jati diri orang-orang Barat yang menjadikan akal dan hawa nafsu manusia sebagai standar untuk menentukan bagaimana manusia menjalani kehidupan, jati diri Islam berlandaskan pada keyakinan bahwa Sang Pencipta manusia dan alam semesta adalah satu-satunya Zat yang mempunyai kedaulatan dan otoritas untuk menentukan bagaimana umat manusia menjalani kehidupannya. Lebih dari itu, Dia-lah satu-satunya Zat yang menciptakan manusia, berikut naluri dan kebutuhan fisik yang dimilikinya, dan bahwa Dia-lah yang paling tahu bagaimana cara terbaik untuk mengatur mereka.

Mulia adalah predikat yang begitu tinggi. Ia tidak bisa diberikan kepada sembarang manusia. Predikat tersebut selayaknya tidak ditentukan oleh manusia sendiri. Pasalnya, pandangan manusia terbatas dan bisa keliru.

Karena itu ukuran kemuliaan perempuan harus berasal dari Allah SWT. Dialah Yang menciptakan perempuan dan yang memahami tujuan dari penciptaannya. Jika tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah Allah SWT. maka derajat kemuliaan manusia seharusnya ditentukan dari seberapa besar ia dapat menghambakan dirinya di hadapan Sang Khalik.  Dari sinilah konsep takwa seharusnya menjadi tolok ukur kemuliaan seseorang.  Sebab, takwa hakikatnya adalah ketundukan seorang hamba di hadapan Allah SWT.

Allah SWT. berfirman:
“... Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian Sesungguhnya Allah Mahatahu lagi Maha Mengenal.” (TQS. al-Hujurat [49]: 13).

Ketika Islam mengukur kemuliaan perempuan dari ketakwaannya, maka penampilan fisik perempuan bukanlah patokan. Apalagi kecantikan adalah bagian dari qadha’ (ketetapan) Allah SWT. yang setiap manusia hanya bisa pasrah menerimanya.  Jika hal ini menjadi tolok ukur, bukankah hal ini berarti Allah SWT. tidak adil karena telah memberikan kecantikan pada sebagian perempuan, sementara sebagian yang lain tidak.  Padahal hal itu tentu mustahil bagi Allah SWT.

Rasulullah Saw. menguatkan hal ini dengan sabdanya:
“Sesungguhnya Allah tidak memandang rupa/fisik dan harta kalian, tetapi Allah memandang hati dan amal kalian.” (HR Muslim).

Cantik menurut pandangan masyarakat saat ini yaitu harus putih, rambut panjang, tubuh yang langsing serta seksi. Tetapi pada hakikatnya perempuan cantik itu adalah dia yang dalam keadaan sempurna. Tidak sekadar punya tangan serta jari yang komplit, mata, hidung dan lain-lain. Tidak lupa perempuan bisa dikatakan cantik yaitu dilihat dari sisi ketakwaannya dia kepada Allah SWT.

Islam tidak menentukan konsep mengenai kriteria “Wanita Cantik,” dan juga tidak menentukan bagaimana penampilan seorang perempuan agar nampak kecantikannya. Oleh karena itu, dalam Islam tidak terdapat harapan-harapan yang tidak wajar yang mesti diraih oleh perempuan, maupun diharapkan oleh kaum laki-laki. Namun demikian, Islam memang membahas konsep tentang bagaimana seorang Muslimah harus berpenampilan pada berbagai kesempatan, dan kepada siapa saja ia dapat sepenuhnya menunjukkan kecantikannya. Tetapi bukan berarti di dalam Islam itu tidak boleh berhias. Justru dibolehkan untuk para perempuan “mempercantik dirinya” dengan satu hal ketika mereka ada di depan suaminya.

Di depan laki-laki yang bukan mahramnya, atau kalangan yang boleh menikah dengannya, seorang Muslimah diwajibkan berpenampilan sesuai dengan syariat, yaitu menutup seluruh bagian tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya. Selain itu, busana yang dikenakannya tidak boleh terlalu tipis sehingga kulitnya bisa kelihatan, dan juga tidak boleh terlalu ketat sehingga tampak bentuk tubuhnya. Dengan demikian, seluruh bagian tubuh perempuan, termasuk lehernya, kakinya, dan rambutnya (meski hanya sehelai saja) –selain wajah dan kedua telapak tangannya– merupakan aurat, yang haram ditampakkan di depan laki-laki yang bukan mahramnya. Segala bentuk pengecualian atas ketentuan ini harus ditetapkan melalui nash-nash Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan akal manusia.

Kepribadian IstimewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang