Moment'16

3 2 0
                                    


Kei menelusuri sekitar kompleks rumahnya dengan bantuan sopir pribadi papahnya.

Sudah hampir 10menit kei dan pak ijul mengelilingi gang per gang. Tetapi mereka tidak menemukan ana.

"Kemana si" kei tampak frustasi. Pak ijul yang melihat tuan muda nya seperti itu mendekati dan berkata

"Kita kembali ke rumah dulu aja mas kei" Yaa, memang di mana pun orang yang mengenal anak bungsu dari Alexander pasti memanggil nya dengan embel " mas " karena itu semua kemauan Alexander.

Kei akhirnya memutuskan untuk kembali kerumah. Sesampai nya di rumah, kei melihat bunda dan papa nya di ruang keluarga beserta Aqila.

Jangan lupakan kejadian itu, kei masih sangat membenci Kaka nya walau kenyataannya itu semua kesalahan kei.

"Bagaimana ana?" Alex menatap kei dengan tatap sedikit tegas. Alex berharap dengan pembicaraan nya kepada kei membuatnya sedikit berubah fikiran.

Kei mengembuskan napas nya menghampiri bunda nya yang sedang menangis di dada papahnya.

"Maafin kei Bun" Dewi yang mendengar ucapan kei sedikit miris, anaknya jarang sekali seperti ini.

"Cari ana" Dewi berucap tanpa menoleh kepada kei. Kei yang merasa bunda nya sedikit marah hanya pasrah.

Kei menatap Aqila. Buru-buru Aqila membuang mukanya. Kei mengucapkan sumpah serapah kepada kakaknya itu.

"Kei cari ana sekarang" kei beranjak ke kamar mengambil jaket dan kunci motornya.

"Gua ikut" kei menghentikan langkahnya lalu menatap aqila "gausah"

"Tapi gu.."

"Kamu dirumah" Aqila menatap papahnya penuh arti. Jika sudah Alex yang memerintah ia tidak bisa menolak.

-

Kei mengendarai motor nya, ia tak mau menggunakan mobil karena menurutnya akan susah dimalam hari mencari ana dalam keadaan di dalam mobil.

"Huhft" kei berhenti di halte. Ia sudah mengelilingi tempat yang sekiranya di jelajahi ana, ana tetap tidak ada.

Kei melirik jam yang ada di pergelangan tangan nya "udah jam 10. Tuh anak dimana sih"

"Hiks... Hiks.. " kei mendengar suara tangisan. Kei turun dari motornya. Menghampiri sumber suara.

"Ana mau pulang"

"Ana mau sama ibu panti"

Kei sedikit mendengar ucapan itu. Yaa, itu ana. Kei sedikit enggan udah lebih mendekati.

Selang beberapa menit kei sudah tidak mendengar tangisan ana. Sedikit penasaran dengan yang ana lakukan.

"Anaa"

Ana sedikit terkejut dengan keberadaan kei. Ana tidak mau menatap kei lebih lama. Membuat nya semakin sakit.

"Anaa" panggil kei lagi

"Aku takut"sudah kesekian kalinya kei merasakan hal yang sama. Ana sedikit memiliki sifat seperti Dina. Apalagi tempat ini awal mula kedekatan Dina dan kei, halte.

"Ayo pulang"

Ana terdiam sesaat. Ia tak mau kejadian seperti tadi terjadi setiap hari. Sekarang bagi ana pulang kerumah ada neraka, selagi masih ada kei.

Kei yang tidak mendapat respon apapun, mendekati ana dan menarik tangan ana untuk berdiri.

"Bunda nyariin" ana menatap kei, mencari kebohongan lewat mata kei, nihil yang ana dapatkan sebuah kebenaran.

Kei menarik ana menuju motornya. Kei menatap ana "mau gua gendong biar naik?"

-

"Kamu ga kenapa-kenapa kan?"

"Kamu ada yang jahatin?"

"Tadi kemana aja?"

"Nanti kalo kamu di culik bagaimana?"

"Bunda sangat khawatir"

Ana yang mendapat ocehan tersebut sangat lah senang, ternyata Dewi sangat menyayangi nya.

Alex tersenyum, kemudian menatap kei "lanjutkan langkah berikutnya, duplikat Alex" kei yang mendengar itu terkekeh.

-

Pagi hari keluarga Alexander sudah berkumpul di ruang makan untuk melakukan ritual sarapan. Bahasanya ritual haha

"Tumben kamu rapih" Alex sedikit terkejut mendapati kei yang berpenampilan berbeda hari ini.

"Nambah ganteng kan pah" dengan percaya dirinya kei menjawab ucapan Alex.

"Cuih. Mau kaya pak ustadz lu juga tetep busuk"

"Belum pernah dengar ya azab seorang Kaka menghina adiknya?"

"Udah.. udah.." Dewi melerai keduanya.

"Mari sarapan"

"Tunggu..." Dewi menyeka ucapan Alex.

Dewi melihat sekeliling ruangan. Ia tak mendapati ana. "Kemana ana?" Dewi berkata sambil berjalan menuju kamar ana.

Tok.. tok..

Dewi membuka kenop pintu. Mendapati ana yang sedang duduk dekat jendela.

"Ana" Dewi sedikit heran karena ana tidak menjawab. Dewi mendekati ana, menepuk pundak ana.

"Astagfirullah"

"Kamu melamun?"

"Engga Bun"

"Kenapa?" Ana menatap Dewi penuh arti. Ia ingin sekali mengungkapkan nya tetapi tak yakin.

"Bilang sama bunda"

"Hemm.."

"Jadi..."

Dewi yang jengah dengan perkataan ana yang tidak jelas akhirnya berkata
"jangan mempersulit bunda,sayang"

"Ana ingin sekolah"












Jreng.. jrengg...

Makin kesini makin ngawurr ya guysss😐😐

Yaudah lah, kasih aku semangat.

Vote++komen🤗🤗

MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang