Moment'21

8 4 0
                                    


Setelah kejadian di markas tadi pagi, geng barbar memutuskan berkumpul di UKS. Sudah hampir 2jam Deni tidak terbangun dari pingsan nya. Tunggu, apa benar pingsan? Ah seperti agak di ragukan

"Gua ga percaya" Rafli menepok pipi nya berulang kali "aww.. sakit"

"Kebangetan pinter" sahut Wildan

Kei terus menatap Deni menghiraukan mereka "apa iya Dina ga suka gua bahagia sama yang lain?" Tutur nya pelan tetapi masih di dengar oleh kedua temannya

Wildan mendekat ke arah kei menatap sendu mata kei "Ga mungkin mas. Dina juga pasti ikut seneng"

"Engh...."

Mereka semua refleks menghampiri Deni "panggil dokter" ucap kei frontal yang tidak menyadari keberadaan nya

"Ini di sekolah mas" jawab wildan

"Gua dimana?" Kata Deni berusaha bangkit dari posisi tidur "udah tiduran aja"

"UKS" Rafli berkata sambil menyerahkan teh anget "minum dulu"

"Lu kenapa den?"

"Emang gua kenapa?"

"Lah lu kenapa tadi?" Terjadi lempar melempar pertanyaan Rafli dan Deni "udah si gausah di bahas" kata kei

"Bokap gua gatau kan?"

"Aman" Wildan berucap hendak duduk di sofa namun terhenti karena suara Deni "gua pengen stop mencari informasi tentang Dina"

Kei membulatkan matanya "cari sampe ketemu baru bilang stop" tegas nya menantang ucapan Deni "hasilnya mana?"

Kei terdiam sesaat "3bulan lagi gimana?" Usul Wildan yang langsung di respon Deni dengan gelengan kepala "lebih dari 1tahun ini kita semua cari keberadaan nya tapi apa? Ga ada hasil sama sekali. Gua nyerah"

"Lo harus inget mas, Dina udah bahagia disanah, tugas kita disini cuman bisa doain aja" mereka mencerna ucapan Deni

-

Ana sedari tadi sedang bergulat dengan pemikiran nya. Bagaimana tidak, ana binggung harus diapakan benda benda asing ini.

Ya, ana sedang menatap miniatur kota milik kei yang tak sengaja dia jatuhkan, memang betul ana lancang masuk kamar kei, dan jangan salahkan ana karena Dewi lah yang menyuruhnya untuk mengambil baju kotor kei. Hugh orkay ko repot² kea ga ada pembantu aja wkw

"Aduh gimana ya"

"Pasti Abang marah banget"

"Gimana dong gimana" ocehan ana terdengar samar karena ia takut kedengaran orang rumah, ana pun meletakkan satu per satu miniatur itu dan menyusun secara perlahan

Brukkk

"Aihh susah banget sih"

"Aku kan gatau caranya gimana lagi"

"Bundaa hiks!hiks!! Nanti Abang marah sama Ana hiks!!" Tangis ana pecah, percis seperti bocah yang kehilangan permen nya huh

"Lo ngapain disini?" Ana terkejut mendengar suara kei, ana menunduk tidak berani menatap kei "maafin ana Abang" lirih ana dan masih terdengar oleh kei

Kei menyipitkan matanya, dia sedikit kaget pasalnya miniatur miliknya baru pertama kali hancur seperti ini, dan itu ulah ana "lu yang ancurin ini? Hah?!" Bentak kei

"Maafin ana Abang hiks!! hiks!!"

"Ana ga sengaja hiks!!" Hati kei serasa teriris mendengar isakan dari ana, ia mendekat dan duduk bersandar pada ranjang tidur
"apa bener semuanya udah hancur?"

Ana mendongak menatap kei "Abang ngomong sama siapa?" Kei melirik penuh ke arah ana menatap mata itu dalam-dalam. Ana yang di tatap sebegitu intens hanya diam saja "apa bener semuanya udah hancur" ulang kei sambil tersenyum getir

"Miniatur ini milik gua sama Dina. Kita berdua ngerancang berdua di gazebo milik keluarga Dina. Dina bilang suruh gua buat ngejaga miniatur ini, dan akhirnya gua bawa pulang dan gua rawat sampe skrng. Satu bukti kenangan gua sama dina ya ini, miniatur ini"

"Dan sekarang miniatur nya pecah, ancur, bahkan kalo mau di rakit ga bisa lagi atau ga mungkin balik seperti semula"

"Apa iya pertanda gua harus berhenti sampe disini. Ataupun gua lanjut gua tetep ga akan kokoh karena udah pernah rusak, dan dinding pertahanan gua pun udah runtuh"

Kei beralih menatap ana yang sedari tadi memperhatikan kei "Diam di tempat atau melangkah satu langkah?"

Tes.

Air mata kei turun tanpa di duga, dan kei membiarkan itu, kali ini dia sudah tak mempedulikan harga diri nya di depan perempuan, kei rapuh.

"Abang" suara lembut ana membuyarkan lamunan kei

"Abang jangan sedih, ana disini. Abang kenapa? Abang kangen sama Dina ya? Abang pengen ketemu Dina? Kalo gitu Abang doain Dina supaya dia bahagia disana, Dina pasti seneng kalo liat Abang seneng" ana berucap sambil menghapus air mata kei.

Grepp

Kei membawa ana ke dalam pelukannya, ralat! Ana bahkan sekarang berada di pangkuannya.

"Abang harus lewatin masa ini, Abang harus berani lawan masalah ini. Abang gaboleh lemah. Abang harus buktiin ke Dina bahwa Abang bisa bangkit dan Abang bakalan berubah. Abang gaboleh diam di tempat. Abang harus maju gaboleh mundur. Kalo emang jodoh kan ga kemana, ini udah kehendak Allah. Abang harus terima"

Kei mengangkat dagu ana, terjadilah peristiwa tatap-tapanan antara keduanya hingga akhirnya kei mengikis jarak antara keduanya, hidung mereka sudah bertemu, ana syok, ana hanya diam saja, bahkan ana sudah menutup mata. Entah kenapa ana nutup mata wkw

Kei memandang wajah ana sedekat ini, rasanya ia melihat dunia barunya, kisah hidup barunya kedepannya hingga akhirnya kei memajukan bibirnya dan

"Kalian ngapain?"







MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang