Four

4.1K 672 50
                                    

"Kalau ketahuan gimana, Lang?"

Anza mendengar suara samar ketika melintasi toilet di dekat tempat parkir kendaraan siswa.

"Santai aja. Kayak belum pernah bolos aja lo!"

Penasaran, Anza pun mendekat. Makin dekat, Anza mencium aroma tembakau yang terbakar.

"Gilak, berani amat ya kita bolos kelasnya Bu Diah."

Suara kekehan yang Anza kenali terdengar. "Alah, kayak nggak pernah diomelin sama Bu Diah. Dia mah kita nggak ngapa-ngapain juga udah ngomel-ngomel."

"Iya, sih. Galak bener itu guru satu."

"Efek kelamaan jomblo kalik."

"Yah, kalau galak begitu sih bakal jadi perawan tu—shiit!"

Erlang membuang rokoknya tanpa sadar begitu menyadari keberadaan Anza di sana. Bukan hanya Erlang, kedua temannya yang lain pun melakukan hal serupa. Mereka pikir, tadi ada guru yang memergoki karena reaksi Erlang yang berlebihan. Setelah menyadari kalau Erlang bersikap seperti tadi karena Anza, mereka tampaknya menyesal membuang puntung rokok terakhir yang mereka miliki.

"Ngapain lo di sini?" tanya Erlang menatap tajam Anza.

Tapi, bukan Anza namanya kalau mudah terintimidasi dengan tatapan Erlang. Ia sudah terbiasa menghadapi situasi yang lebih buruk dengan berhadapan dengan Bian—Papa Elbi. Erlang bukan apa-apa dibanding Bian.

"Lewat," Anza menjawab dengan begitu tenang.

"Kalau cuma mau lewat, ngapain masih berdiri di situ?"

Anza melirik tiga puntung rokok yang yang terbuang. Menyadari arah pandang Anza, Erlang pun mendengkus. "Kenapa lo mau rokok?" tanya Erlang dengan nada mengejek.

"Saya nggak merokok," jawab Anza masih setenang saat dia tiba di hadapan Erlang.

Erlang tersenyum miring. "Terus, lo mau laporin kalau gue merokok?"

Pertanyaan itu sukses membuat Anza menatap Erlang dengan kepala sedikit dimiringkan. "Boleh?"

"Laporin aja!" tantang Erlang.

"Oke."

"Oke lo bilang?"

Anza mengernyit heran dengan sikap Erlang. Katanya boleh dilaporkan, sekarang tidak boleh. Anza baru tahu kalau pacar Elbi selabil ini.

"Kata Kak Erlang boleh dilaporkan," kata Anza tanpa menunjukkan ekspresi apa pun.

Erlang mendecih kesal. Ia sudah cukup kesal melihat wajah Anza yang tidak takut sedikit pun saat berhadapan dengannya. Pemuda itu makin kesal lagi karena menurutnya jawaban Anza seperti menantang dirinya.

"Oke," kata Erlang pada akhirnya. "Kita lihat, apa lo masih berani lapor guru tanpa adanya bukti?" lanjut Erlang berjalan meninggalkan tempat parkir siswa diikuti kedua temannya.

Erlang menyempatkan diri menabrak keras bahu Anza dengan bahu miliknya. Berharap tindakannya membuat nyali Anza menciut. Sayang, Erlang melupakan fakta kalau yang dihadapinya ini adalah seorang Anza Radeya Gamadi.

O0O

Sial!

Erlang memaki dalam hati. Di sinilah Erlang berada. Ruang BK. Bersama kedua temannya, wali kelas, dan guru BK tentunya. Jangan lupakan ada seorang lagi yang berada di sana.

Anza Radeya Gamadi. Siapa lagi?

"Kamu itu sudah mau lulus, Erlang!" Guru BK sekolah mereka menggeleng pelan. "Tidak bisakah kamu menahan diri untuk tidak membuat masalah?"

Something about AnzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang