Alena terduduk lemas melihat seluruh keluarga nya menangis di depan jasad Ryujin, dirinya masih tidak menyangka, secepat ini?
Matanya beralih menatap Hyunjin yang juga menangisi kepergian Ryujin, rintihannya terdengar pilu. Membuat Alena ikut merasakan sakitnya kehilangan.
Dia jadi berpikir, apakah jika dia yang pergi semua orang juga akan bersedih? Apakah jika dia yang pergi semua orang akan merasa kehilangan? Alena tersenyum miris, jawabannya mungkin tidak.
Sampai-sampai Ayahnya ikut menangis meraung-raung seakan tidak terima anaknya pergi secepat ini. Entah, sejujurnya Alena tidak ingin berpikiran seperti ini, tapi sikap mereka yang membuat Alena berpikir kalau Ryujin adalah bagian terpenting dihidup mereka, bukan dirinya.
Sampai sebuah tepukan halus di pundaknya membuat Alena kembali tersadar dari lamunannya, ternyata itu Jinyoung yang masih setia menemani nya dirumah sakit. Padahal sudah sekitar satu jam lamanya dia di sini.
Alena menundukan kepalanya dalam, dapat Jinyoung lihat setetes air mata jatuh dari mata cewek itu, "G-gue, gue masih..."
"Udah-udah, ini emang udah takdirnya Ryujin pergi Le. Ini semua bukan salah lo," ucap Jinyoung sembari merengkuh tubuh kurus gadis di sampingnya, mencoba menenangkan.
Meski tanpa sadar ada sepasang mata yang menatap mereka miris.
~~~~
Sebulan sudah tepat kepergian Ryujin, keadaan rumah tidak lagi seperti dulu.
Setiap malam, Alena selalu mendengar suara tangisan Ibunya di sudut kamar. Kemurungan Ayahnya hingga memilih menyibukan diri dengan semua pekerjaannya. Dan juga, kesedihan Hyunjin yang hampir satu bulan lamanya belum juga kembali kesekolah. Padahal sebentar lagi akan ujian nasional.
Tapi ia memaklumi, ditinggalkan orang yang kita cintai dan selalu bersama kita pasti tidak lah mudah. Jauh sebelum mereka, Alena sudah merasakannya ketika Ibunya pergi untuk selamanya.
Dan selama ini yang Alena lakukan hanyalah diam, mengamati keadaan sekitar dengan diam. Bukannya dia malas untuk menghibur, tapi dia memberi waktu untuk mereka menenangkan dirinya sendiri. Dan akan ada saatnya dia meyakini bahwa semua akan kembali seperti semula dikemudian hari.
Gadis itu sempat menyesal, seandainya dulu dia tidak menyatakan perasaannya pada Hyunjin dan tidak memaksa untuk mempertahankan hubungannya dengan cowok itu. Pasti Ryujin sudah lama bahagia tanpa dia menjadi penghalang.
Tapi bagaimanapun yang lalu sudah terlanjur berlalu, tak ada gunanya dia menyesali semuanya dimasa kini. Karna yang namanya masalalu tak akan pernah bisa diulang. Hanya bisa disesali di masa kini.
Saat ini Alena sedang berada di makam Ryujin seorang diri, dengan membawa bunga lily di tangannya yang lalu diletakan dengan perlahan dimakam mendiang adiknya.
Kemudian gadis itu berdoa untuk beberapa saat. Sebenarnya seminggu lalu dia sudah kesini, namun entah kenapa rasanya dia ingin mencurahkan seluruh isi hatinya didepan makam adiknya.
"Hey Ryu, apa kabar? Kamu pasti baik kan disana? Aku yakin, kamu pasti sekarang lagi tersenyum bahagia ditempat terindah," ucap gadis itu pelan, diusapnya lengannya ketika merasakan angin berhembus perlahan membuatnya sedikit merinding.
Alena menunduk, perlahan air mata mengalir dari mata indahnya, "Seharusnya waktu itu aku nggak nyatain perasaan aja ke Hyunjin, seharusnya dari dulu aku ngalah aja. Maaf Ryu hiks... Maaf aku sempat jadi penghalang antara kamu sama Hyunjin," gadis itu menjeda ucapannya seraya mengusap airmata nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MALADE [HHJ]
FanfictionIni adalah definisi sakit, tapi tak berdarah yang sesungguhnya. Starting; May 31, 2018 ✔ Story by @putrisl_