8. Shodaqoh

3.9K 263 60
                                    

Fadhilah Sholat Tarawih malam ke-11
akan keluar dari dunia (mati) seperti hari ketika dilahirkan ibunya.

Fadhilah Sholat Tarawih malam ke-12
wajahnya seperti bulan tanggal empat belas di hari kiyamat nanti.

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

"Hari ini kamu ada acara keluar nggak, Le?" tanya Nenek, sembari merapikan tumpukan beberapa pakaian ke dalam lemari.

Aku sedang duduk di ruang tengah, tepat di depan kamar Nenek sedang mantengin ponsel.

"Nggak ada, Nek," sahutku singkat.

"Nanti sore anterin Nenek ke panti ya. Nenek mau nengokin anak-anak yang di panti. Nenek juga ngajak Ustadzah Haura untuk mengisi pengajian nanti untuk anak-anak."

"Iya Nek. In syaa Allah. Ustadzah yang kemarin ke sini itu Nek? Yang bercadar?"

"Bukan, yang satunya lagi. Dia itu putrinya Kiyai Fatih Le. Kamu tau kan?"

"Oh. Ustadzah Haura. Rahman tau sih Nek. Soalnya sering dibicarain sama ustadz-ustadz di sini. Malah ada yang naksir dia," ucap Rahman berterus terang.

"Eh iya?"

"Iya Nek. Tapi Rahman baru tau sih kalau dia putrinya seorang Kiyai."

"Nah makanya, Nenek mau jodohin sama kamu. Gimana?
Anaknya cantik, pinter lagi."

Kepalaku langsung menggeleng.


"Lah kenapa? Kayaknya dia suka lo sama Kamu, Le."

"Rahman nggak mau rebutan sama asatidz, Nek. Lagian mending sama yang bercadar ta- " Rahman langsung menutup mulutnya yang keceplosan.

"Oh ... jadi Kamu-"

"Eh ... eh nggak Nek. Rahman cuma bercanda." Rahman langsung menampakkan gigi putihnya, nyengir ke arah Nenek yang menatapnya intens.

Nenek senyum-senyum sembari menggelengkan kepalanya. Lalu bangkit dari duduknya.

Aku hanya membalas senyumnya dengan hal yang sama.
"Nenek mau ke belakang dulu," Pamitnya dan kuanggukkan kepala.

Tapi langkahnya terhenti. Membuatku kembali menoleh ke arah beliau yang mematung, berdiri.
"Oh ia ... kalau kamu Nenek jodohin dengannya gimana?" Ujar Nenek sembari senyum-senyum menggoda.

"Ish ... apaan sih, Nek. Nggak usah aneh-aneh deh. Nenek kan belum kenal betul sama dia," elakku salah tingkah.

"Rahman ke kamar dulu." Buru-buru Aku bangkit, berjalan ke arah kamar. Nenek tampak terkekeh dengan sikapku yang sudah jelas menghindar dari pertanyaan terakhirnya sembari merutuki dirinya sendiri. "Kok bisa sih nih lisan main nyeplos aja. Lagian kenapa hatiku jadi inget dia terus sih. Ketemu sama dia kemarin aja, hatiku langsung berdesir saat tak sengaja menangkap manik matanya yang indah.
Astaghfirulloh ... pikiranku mulai kacau nih."  Rahman tampak menggeleng-gelengkan kepalanya begitu tubuhnya tertelan daun pintu.

"Satu hal yang bikin Aku penasaran sama dia. Sepertinya dia tak asing, sebelumnya seperti pernah ketemu. Tapi di mana ya?" Sepanjang langkah Rahman sibuk dengan gejolak hatinya sendiri. Lalu ia rebahkan tubuhnya di atas kasur dan memilih memejamkan kedua matanya.

Jodohku ... Wanita Bercadar ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang