Kini Leo telah berganti dengan piyama yang hangat. Di dahinya tertempel plester penurun demam. Pipinya merah, nafasnya putus-putus. Di kamar itu terlihat beberapa pasang mata yang menatapnya sedu. Bahkan disaat seperti inipun Maulana tidak menengok anaknya dan malah asik makan malam dengan istri barunya.
Tiba-tiba saja badan Leo mengejang, semua dibuat panik seketika. Langsung saja angkasa menggendong Leo dan yang lain dengan sigap melakukan apa yang harus mereka lakukan untuk menolong adiknya itu.
Galang yang paling terakhir menyusul karena ia sedang mempersiapkan apa saja yang harus dibawa. Saat melawat ruang tengah tak sengaja matanya menatap ayahnya yang sedang duduk manis menonton TV dengan 'jalang' nya. Galam geram tentu saja namun ia tidak peduli yang lebih penting adalah Leo adiknya.
"Galang mau kemana kamu malam-malam begini?" Suara berat sang ayah menghentikan langkahnya. Galang enggan berbalik namun emosinya sudah tak dapat di bendung.
"Bisa bisanya ayah santai di rumahnya sedangkan Leo sedang berusaha di sana, sungguh Galang kecewa sama ayah." kata Galang dengan luapan emosi yang menggebu-gebu. Setelahnya ia pergi meninggalkan kedua insan itu dengan tatapan amarah.
"Anak itu-"
"Sudahlah yang biarkan saja,"
☘️☘️☘️
Bunyi roda jangkar yang bergesekan dengan lantai itu menyita perhatian beberapa orang. Namun sepertinya mereka tidak terlalu perduli.
Leo masih betah dengan tidurnya, terhitung sudah 3 hari leo memejamkan mata membuat ke empat kakaknya dirundung mendung tapi tak sekalipun ayahnya menjenguk. Semuanya kalut. Angkasa lupa dengan semua pekerjaannya, langit dengan kampusnya, Galang dengan sekolahnya dan Sam dengan pasiennya. Mereka meninggalkan itu semua demi menjaga adiknya. Yang kini terlihat seperti bayi yang baru lahir tak bisa apa-apa.
Pergerakan kecil dari Leo membuat Galang refleks menjerit. Semuanya langsung menuju ke ranjang leo. Terlihat sang empu masih menyesuaikan cahaya yang masuk. Sungguh badan leo terasa kaku dan sakit semua. Ketika sudah berhasil menyesuaikan leo mengangkat tangan nya dan dengan segara di genggam Galang. Leo menengok dengan lemah. Bibir yang putih pucat, mata sayu dan nafas nya yang pendek.
"Bun.hhh...da.hhh"
Semua terdiam menyimak apa yang hendak Leo katakan walaupun nyatanya hanya seperti bisikan kecil.
"Lehh..oo..mau..uhh..bundahhh"
Seketika Galang menangis meraung Raung
"Enggak, Lo gak boleh pergi gua gak akan izinin Lo pergi" teriak Galang sembari menggenggam tangan leo.
"Dek, buka mata kamu, hei dengerin Abang. Leo !" Kini Sam yang mengatakannya.
Langit dan angkasa hanya terdiam bukan berarti mereka tidak peduli tapi, mereka bingung bagaimana cara mengekspresikan nya.
Sudah seminggu lamanya Leo dirawat di rumah sakit, kini ia diperbolehkan pulang. Sudah berapa lama juga Leo tidak masuk sekolah bisa dihitung Leo masuk hanya beberapa kali. Shella dan kai pun entah dimana, leo sudah tidak peduli.
Kini Leo duduk diatas ranjang kamarnya, menatap kosong ke arah jendela. Ingin rasanya leo berteriak marah namun untuk siapa dan kepada siapanya Leo belum tau. Semenjak itu leo jadi anak yang pendiam tidak pernah berbicara dia seolah bisu. Para Abang nya jelas khawatir siapa sih yang tidak khawatir melihat adiknya seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEO
Teen FictionHai, selamat datang di kehidupan Leo. Kehidupan yang ringan dan santai. Sediakan secangkir kopi atau teh untuk menemani mu membaca kisah ini