Leo masih terdiam. Mempertahankan posisinya. Wajahnya sudah seperti mayat hidup, bibirnya membiru. Namun leo masih belum mau beranjak. Hawa dingin semakin menusuk. Leo akhirnya beranjak dan berjalan dengan menyeret paksa tubuhnya lalu menjatuhkan nya di kasurnya. Leo menatap lukisan hutan di atap kamarnya, lama kelamaan matanya memberat lalu terpejam dan berharap kejadian tadi hanya mimpi.
☘️☘️☘️
Sinar mentari masuk melalui celah jendela kamarnya. Leo mengerjap-ngerjapkan matanya. Sambal mengumpulkan nyawa, leo mengambil ponselnya yang berada di atas laci. Sekedar melihat jam. 06.48. oke leo tertinggal solat subuh, dan ia hanya perlu waktu beberapa menit agar tidak terlambat ke sekolah.
Leo mencoba bangun dari posisi tidurnya namun baru saja ia hendak duduk, pandangan nya langsung berputar dan leo jatuh kembali ke kasurnya.
Leo mencoba menunggu beberapa detik, lalu melanjutkan langkahnya dengan berpegangan pada tembok. Leo berjalan sempoyongan menuju kamar mandi, ia tak benar-benar mandi. Hanya mencuci muka lalu mengganti pakaian nya. Bahkan leo baru sadar ia masih menggenakan pakaian yang kemarin.
Leo selesai tepat saat jam menunjukan pukul 7 pas. Itu artinya ia masih ada waktu satu jam sebelum pelajaran dimulai. Memang sekolah leo tidak seperti sekolah lainnya, jam 8 mereka baru di perbolehkan masuk kelas, sedangkan pelajaran dimulai pukul 08.30.
Leo mengambil jaketnya dan memakai ranselnya, lalu berjalan turun untuk sarapan. Dimeja makan sudah berkumpul semua keluarganya. Dan anak itu juga. Leo berjalan menuju meja makan hendak bergabung, namun langkahnya terhenti kala melihat bangkunya sudah di tempati anak itu.
“kamu makan saja di belakang, dan mulai sekarang kursi itu bukan lagi kursi kamu." kata maulana seolah menjawab semua pertanyaan yang tadi hendak leo tanyakan.
“loh, kenapa gitu yah. Inikan kursi aku, kenapa dia yang nempatin.” kata leo.
Ia sungguh tak terima, kenapa harus kursi dia kan masih banyak kursi lainya yang kosong. Leo mengendus sebal, lalu ia menarik kursinya sedikit, hendak mengusir anak antah berantah itu.
“minggir ini kursi gw.”
“lo gak denger apa kata ayah?” katanya ketus.
“ayah? Gak salah? udahlah gw sekarang mending lo minggir ini kursi gw lu budek apa gimana?” kata leo.
Apa tadi dia bilang, ayah katanya. Jangan mimpi, anak gak tau darimana tiba-tiba datang buat kekacauan. Leo dan anak itu masih ribut memperebutkan kursi. Hingga…
Tranggg.
Maulana membanting sendoknya. Dan leo juga anak itu berhenti bertengkar. Maulana kemudian menatap leo dengan tatapan sinis dan penuh amarah.
“Sudah saya katakana. Ini kursi Danu, kursi kamu ada di belakang bersama pembantu yang lain.” kata maulana.
Leo tertegun apa katanya barusan, ia akan makan bersama pembantu di belakang? well, Leo tak masalah jika ia harus makan di belakang bersama pembantu yang lain. Toh hanya mereka yang mau peduli dengan nya. Tapi leo tak rela jika kursi dia ditempati oleh anak seperti danu.
“Dan mulai sekarang, Danu putra mahendra akan menjadi bagian dari keluarga kita yang baru, jadi bersikap baiklah padanya, karna sekarang dia adalah kakakmu. Dan ingat satu hal, kekacaunan ini terjadi atas ulah perbuatan mu sendiri. Dasar anak sialan.” sambung Maulana.
Leo tak bisa percaya ini. Bilang kalau ini hanya mimpi. Jika benar ini mimpi leo ingin segera bangun. Namun ternyata dunia kejam padanya. Ini semua nyata. Leo tak mengatakan sepatah kata apapun ia langsung membawa langkahnya keluar menjauh dari tempat yang dulunya menjadi tempatnya berpulang. Namun kini menjadi neraka baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEO
Teen FictionHai, selamat datang di kehidupan Leo. Kehidupan yang ringan dan santai. Sediakan secangkir kopi atau teh untuk menemani mu membaca kisah ini