1- Rencana Pernikahan

434 39 125
                                    

"Manusia hanya bisa berencana. Tapi Allah yang paling tahu apa takdir terbaik untuk hamba-Nya."

****

"Would you marry me?" Kalimat itu membuat desir hebat di dada Adinda. Manakala kekasih yang membersamai selama tiga tahun akhirnya menyatakan ingin menikah dengannya.

Gadis mana yang tak kan senang bila kekasih pujaan hati mengajaknya mengarungi kehidupan bersama. Jika selama ini saling merindu di rumah masing-masing, kini mereka bisa tinggal dalam satu atap.

Hari itu menjadi hari yang terindah bagi Adinda Kanya Dewi, gadis yang baru genap berusia 18 tahun. Dia dan Reno berpacaran sejak mereka masih duduk di bangku SMA. Kini Reno berhasil menepati janjinya, akan melamar Dinda setelah mereka lulus SMA dan Reno sudah mendapat pekerjaan.

Usia Reno selisih satu tahun lebih tua dari Dinda, itu artinya kini Reno berusia 19 tahun. Dinda yang memiliki sifat manja itu, merasa sudah siap berumah tangga dengan Reno yang memiliki sikap lebih dewasa dari Dinda.

"Kamu sudah yakin Dinda, akan menikah?" Zahra serius bertanya pada putri bungsunya.

Dinda yang sedang mematut gaun di depan cermin mengangguk mantap. Apakah dia harus menjawab tidak siap? Bukankah acara lamaran dan penentuan hari H menikah sudah dilakukan beberapa bulan yang lalu? Namun Zahra masih mengkhawatirkan putrinya yang masih kekanak-kanakan itu.

"Dinda, jadi seorang istri itu nggak mudah lho!" Zahra mengelus pundak putrinya.

"Tapi Ma, Reno bilang nanti kalau rumah tangga mau pakai jasa Bibi Fu'ah sebagai pembantu kami kok, Ma. Nanti Bibi Fu'ah mau ajarin Dinda masak dan lain-lainnya. Jadi kan menikah sekaligus belajar Ma," terang putrinya polos.

Bibi Fu'ah adalah salah satu pembantu di rumah Reno. Usianya tak lagi muda, namun kecekatannya tak bisa diragukan. Orangnya juga sabar dan pengayom. Keluarga Reno menganggap Bibi Fu'ah sebagai bagian dari keluarga mereka. Bibi Fu'ah sudah bekerja selama belasan tahun di rumah keluarga Reno.

"Yasudah Din, kalau Dinda punya pertimbangan itu. Pokoknya, Mama ingin Dinda belajar lebih dewasa ya. Nanti kalau ada masalah rumah tangga nggak boleh dikit-dikit nangis, dikit-dikit ngambek, apalagi minta cerai!" Zahra melanjutkan wejangannya.

Mendengar kata cerai, Dinda yang sedari tadi sibuk berputar-putar di depan cermin langsung menoleh dengan cepat ke arah Ibunya. Kedua alisnya bertaut karena merasa Ibunya benar-benar telah meragukannya.

"Ya nggak mungkinlah Ma, Dinda minta cerai. Kan Dinda sayang sama Reno. Lagipula, Mama ini nih dari tadi ngeraguin Dinda melulu," Dinda mengerucutkan bibirnya.

Zahra hanya tersenyum kecil melihat tingkah putri kesayangannya.

"Nggak gitu Dinda, kamu nggak tahu kan. Di KUA itu angka perceraian terus naik setiap tahunnya. Mama nggak mau kamu bagian dari mereka. Perceraian itu halal Din, tapi dibenci oleh Allah."

"Mamaaa... "Pekik Dinda.

"Bukannya Mama ya, yang selalu nasehatin Dinda buat nggak pacaran. Jangan pacaran Nak, itu pintu gerbang syaiton. Jangan pacaran nak, mendekati zina. Nah, ini sekarang Dinda mau nikah, Mama malah nakut-nakutin!" Dinda melemparkan gaunnya kelantai dan menghempaskan tubuhnya di atas kasur bersprei Hello Kitty.

Hijrah Cinta Adinda ✓ (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang