20 - Cinta Arya

174 17 8
                                    

"Arya, buka pintu, donk. Makan." Wanita paruh baya itu terus mengetuk pintu kamar Arya setiap satu jam sekali. Pasalnya si bungsu ini sudah mengurung diri di kamar sejak kemarin malam, padahal belum sama sekali terlihat makan apa-apa dari kemarin.

Sudah pukul sebelas malam, wanita dengan rambut yang menggelung itu hanya bisa pasrah menghela napas panjang. Dia yakin jika anaknya ini pasti punya masalah. Karena biasanya paling bersemangat untuk makan. Apalagi makanan kesukaannya.

"Nak, coba bujuk adikmu. Mama sudah capek." keluhnya sambil mengurut dahi.

"Mama istirahat aja dulu. Biar aku cari cara buat ngebujuk Arya biar mau ke luar." Kalimat si sulung ini menenangkan hatinya,dia pun berlalu dan menuju pembaringan yang sedari tadi sudah dirindukannya karena lelah.

Sementara itu, di dalam kamar yang sengaja dimatikan lampunya, Arya tengah terisak pilu meratapi kegalauannya. Arya sudah sangat cinta dengan Dinda. Bahkan dinding kamarnya hampir penuh dengan foto Dinda. Dan media sosialnya juga banyak mengunggah foto-foto Dinda hingga semua orang mengira bahwa Dinda adalah kekasihnya.

Cklek!

Pintu berhasil dibuka oleh Kakak Arya. Arya terkejut dan segera membalikkan badan memunggungi kakak sulungnya dengan malas. Derap langkah kaki sang kakak semakin mendekatinya. Dia sangat malas untuk berbicara dengan siapa pun hari ini.

"Kaget ya, aku bisa buka nih pintu?" Pertanyaan kakaknya tak digubris oleh Arya, meskipun dia juga sebenarnya penasaran.

"Sorry kalau Kakak lancang. Tapi ini demi kebaikanmu, Dek." Dia melirik kertas-kertas foto yang berserakan dan sudah dirobek-robek. Dipungutnya kertas foto itu dan disatukan serpihan-serpihannya.

"Oo, jadi ini yang buat kamu galau."

Syuuut!

Arya yang malu segera menyambar foto itu dari tangan kakaknya.

"Apaan sih kepo!"

"Cerita sama Kakak, barangkali bisa kasih kamu pencerahan," hiburnya sambil terus mengingat-ingat kalau sepertinya wajah yang ada di foto tidak asing baginya.

"Nggak usah sok bijak. Kakak sendiri jones parah!"

Perkataan adiknya sedikit membuatnya mencelus. Memang betul, karena di usianya yang kepala tiga ini masih belum pernah merasakan apa itu saling mencintai. Namun bukan tanpa sebab, karena dia hanya ingin saling membagi rasa jika sudah dalam ikatan halal, ikatan pernikahan. Dia memang tak ingin mengenal kata pacaran. Berbeda dengan adiknya yang berkali-kali pacaran, namun berkali-kali juga patah hati. Kedua kakak beradik pemilik mata indah yang tak seindah kisah cintanya.

"Ya, karena belum nemu jodohnya aja sih. Yang jelas Kakak nggak menyiksa diri Kakak karena cinta," sahutnya santai.

"Pret!" desis Arya.

Pemilik nama Zidan itu menghela napas. Ditepuknya pundak adik semata wayangnya sambil bersiap memberikan wejangan.

"Dek, dengerin Kakak. Di dunia ini semuanya memang diciptakan berpasang-pasangan. Sama halnya dengan cinta. Ada bahagia, ada duka. Ada kasmaran, ada patah hati. Itu adalah resiko manusia. Jangan jatuh cinta kalau kamu tidak siap dengan resikonya," tutur Zidan.

"Kakak tahu kamu sering patah hati. Tapi percayalah, itu yang terbaik. Allah tunjukkan bahwa dia bukan jodoh terbaikmu sebelum kamu menikah."

Arya membalikkan badannya menghadap sang Kakak. Dia mulai tertarik untuk menanggapi ocehan Kakaknya.

"Tapi aku malu, Kak. Gadis yang aku cintai setengah mati ini ternyata udah bersuami. Dan aku baru tahu fakta itu setelah aku sudah benar-benar mantap sama dia." Arya mengulurkan sebuah kotak cincin yang terukir nama Dinda.

Zidan menepuk keningnya, tak salah lagi Dinda yang dimaksud adalah istri Devan temannya. Zidan pun pernah hampir menyukai Dinda.

"Kan kamu bisa jual itu cincin. Udahlah, Ar. Jangan meratapi sesuatu yang udah bukan milikmu lagi. Jangan menghancurkan dirimu karena hal yang memang ditakdirkan bukan untukmu."

Arya menangis sesenggukan sambil menutupi mata dengan lengan tangan kanannya. Zidan mengusap-usap punggung Arya dengan sabar.

"Mungkin hari ini mendung dan hujan. Tapi besok pagi akan muncul pelangi kalau kamu mau menghadirkan mentari dalam dirimu ... hiya hiya hiya."

Arya menoyor lengan Zidan pelan. "Dasar jones sok puitis!"

"Nah gitu donk senyum," seru Zidan.

Walau hatinya masih sangat menggerimis, Arya bertekad akan berusaha bangkit lagi. Walau memang ini bukan yang pertama kalinya merasakan patah hati, tapi tetap saja rasa sakit dan sedihnya masih sama saat dulu dia melihat Sherly mantannya, berpelukkan dengan laki-laki lain di taman kota.

"Mungkin aku yang salah, Dinda. Telah menaruh harap berlebih sama kamu. Padahal kamu juga nggak pernah bilang apa-apa ke aku, " gumam Arya sambil meremas kertas foto Dinda yang sedari tadi digenggamnya.

****

Semangat Arya, hehe.

Hijrah Cinta Adinda ✓ (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang