Perempuan itu kecantikannya bertambah di mataku saat dia pandai memasak. Apalagi pandai menjaga aroma tubuhnya agar tetap harum saat di dekat suami.
(Devan)*****
Memasak adalah suatu pekerjaan yang sama sekali tak ada dalam pikiran Dinda. Selama ini dalam sejarah hidupnya tak pernah dia menjejakkan kaki ke dapur untuk meramu bumbu, meski hanya sekadar memasak nasi goreng atau pun sup yang katanya paling mudah dan paling dasar dari ilmu masak memasak.
Ibu dan ayahnya hanya menyuruh Dinda untuk fokus belajar dan belajar saja. Prestasi Dinda di sekolah memang sangat baik dan memuaskan. Namun soal urusan masak, merapikan pakaian, dan segala urusan rumah tangga, Dinda sama sekali tak tahu menahu.
Menikah dengan seorang Devan merupakan hal yang merubah Dinda seratus delapan puluh derajat. Dinda harus bisa segala hal yang berurusan dengan masalah rumah tangga.
Devan mengajarinya menyapu, mengepel, mencuci baju dengan tangan, menjahit kancing baju atau celana yang sobek, hingga satu hal yang paling Dinda benci ... memasak.
"Aku tuh paling nggak suka memasak," ungkap Dinda yang tengah berkumpul dengan teman kuliahnya di kantin.
"Kenapa, sih?" tanya Siska, gadis berambut ikal sambil kemudian menyeruput kuah bakso di hadapannya.
"Ya, nggak suka gitu. Sama aroma bawang yang bikin eneg. Apalagi percikan api panas yang bikin kulit melepuh. Belum lagi habis masak tuh ya, cucian piring jadi numpuk, capek," keluh Dinda.
"Aku juga sebenernya belum bisa banget masak sih. Apalagi bedain empon-emponan itu. Kunyit, temulawak, laos, kunci, jahe, kencur ... duh. Tapi aku nggak benci banget masak. Aku udah bisa masak capcay meskipun masih agak aneh rasanya kata ibuku,hehe," cerita Siska panjang lebar.
"Jangankan bedain rempah-rempah. Aku malah pernah nggak bisa bedain gula sama garem. Bikin teh keasinan," imbuh Dinda.
Semuanya tertawa.
"Terus, kenapa sekarang tiba-tiba kamu jadi hobi masak? Hampir tiap hari lho kamu bawain kita masakan-masakanmu," cecar Lusi, gadis yang suka berkepang dua sambil menunjuk bolu kukus bikinan Dinda.
"Haha, aku mau jujur sama kalian tentang sesuatu hal." Dinda menyesap air lemon sebelum melanjutkan bicaranya.
"Halo, halo. Apa kabar, Guys? " Arya tiba-tiba muncul di tengah obrolan mereka.
"Eh, ini pasti buatan Dinda, ya." Tanpa permisi, Arya langsung mencomot satu bolu di meja kantin.
"Dasar gembul," ejek Siska.
"Masa segini gembul sih, ganteng gini dibilang gembul!" sanggah Arya.
"Halah, ganteng-ganteng nggak bisa ngedapetin hatinya Dinda,hihi," celetuk Lusi.
"Udah-udah, jangan dibully melulu, kasian," bela Dinda yang kemudian diiringi cie-cie dari Lusi dan Siska.
"Duh, jadi ge-er kan dibelain tuan putri." Arya tersipu.
Dinda hanya menggeleng-geleng kepala.
"Eh, tadi kamu mau ngomong suatu hal, apa sih? Jadi kepo?" Lusi mengingatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta Adinda ✓ (Sudah Terbit)
RomanceAdinda Kanya Dewi, gadis kekanak-kanakan berusia 18 tahun yang diajak menikah oleh kekasihnya -Reno- yang berusia 19 tahun. Mereka telah berpacaran selama 3 tahun tanpa sepengetahuan orang tua Dinda. Karena Ibunya yang sangat agamis ini memang melar...