14 - Pertama kali

217 18 28
                                    

Pergaulilah mereka (istrimu) dengan cara sepatutnya. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. 

(QS. an-Nisa: 19).

***

"Kak Sumi, kok kayaknya ini kamar Devan ya? Semua perabotan milik Devan. Nggak ada perabotan milik Dinda sedikit pun." Zahra memindai pandangan dari sudut ke sudut kamar yang biasa di tempati Devan.

"Maksudnya dik Zahra bagaimana? Apa maksudnya mereka nggak tidur sekamar?" Ucapan Bi' Sumi langsung disambut anggukan cepat Zahra.

"Aku juga curiga tadi sebenarnya mereka berantem." Tambah Zahra lagi.

Zahra sudah merasa ada masalah di antara Devan dan Dinda. Saat pertama membukakan pintu, raut wajah Devan sempat kusut tertangkap oleh Zahra.

"Hh, biarkan dik Zahra. Berarti kedatangan kita ini ada manfaatnya, biar mereka berdua bisa tidur satu kamar." Bi' Sumi terkekeh setelah berkata demikian. Zahra ikut terkekeh kecil mendengarnya.

"Padahal waktu di Jakarta, mereka sekamar ya, di sini mentang-mentang nggak ada pengawasan, mereka sendiri-sendiri." Zahra menepuk dahinya.

"Belum tumbuh cinta mungkin Dik, di hati mereka," celetuk Bi' Sumi membuat jantung Zahra seakan berhenti berdetak.

Pernikahan mendadak dengan perkenalan yang amat singkat memang bukan yang selama ini Dinda impikan. Tapi bagi Zahra, ini lebih baik daripada Dinda menikah dengan Reno yang dengan mudahnya mengumbar syahwat pada seorang yang belum ada ikatan halal.

"Kita harus cari cara untuk merekatkan hubungan mereka, Kak!" seru Zahra optimis.

"Ya, Dik. Aku dulu juga menikah karena dijodohkan kok. Belum tahu orangnya sebelumnya, tapi ya alhamdulillah langgeng sampai maut memisahkan," jelas Bi' Sumi.

"Nah, semuanya terletak pada komitmen Kak." Zahra menimpali.

Zahra menghempaskan tubuhnya di atas ranjang empuk bersprei motif sepak bola. Perjalanannya dari Jakarta cukup membuat tubuhnya lelah. Diliriknya Bi' Sumi yang sudah tertidur pulas tak beberapa lama setelah mereka berbincang-bincang.

Zahra pun ikut menyusul Bi' Sumi ke alam mimpi. Dirinya ikut memejamkan mata dan beranjak tidur pulas karena besok sudah ada rencana yang harusnya dia kerjakan untuk melatih putrinya menjadi istri yang baik.

Sementara itu, di kamar sebelah. Devan menggaruk-garuk kepala ragu saat hendak naik ke atas kasur di mana sudah ada Dinda yang tengah terbaring. Walau mereka sudah pernah sekamar sebelumnya, namun waktu di Jakarta, Devan tidur di bawah dengan menggelar kasur lipat. Kamar Dinda yang sangat luas membuat mereka bisa menciptakan jarak. Berbeda dengan ruang kamar di rumah ini sekarang.

" Ngapain sih mondar-mandir kayak kinciran angin?" Dinda akhirnya menoleh ke arah Devan yang tak kunjung tidur.

"Saya cuma bingung mau tidur dimana. Mau tidur di soffa, nanti Mama sama Ibu curiga gimana?" Devan terus menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Oh, yaudah tidur sini!" Dinda menepuk-nepuk kasur di sebelahnya.

Dengan ragu Devan naik ke atas kasur diiringi dengan ekor mata Dinda yang terus mengikutinya.

Hijrah Cinta Adinda ✓ (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang