Dunia Dinda, dunia perkuliahan yang menjadikan Dinda serasa masih remaja. Tidak seorang pun tahu bahwa dirinya sudah menikah. Dinda bukan ingin menyembunyikan status pernikahannya, hanya saja dia merasa masih belum siap membuka tabir dirinya di hadapan teman-temannya.
Dinda menjalani hari-hari di perkuliahan layaknya mahasiswi pada umumnya. Melewati suka duka dalam menimba ilmu bersama kawan-kawan seperjuangannya. Dinda dikenal periang, ramah, dan cerdas. Devan tak pernah bosan mengingatkan Dinda agar ingat statusnya yang sudah bukan remaja lagi.
Suara berat Dosen pengajar hari ini sangat membosankan dan membuat Dinda berusaha mati-matian menahan kantuknya. Kedua bola matanya berusaha dibukanya lebar-lebar demi menjaga dirinya agar tak terpejam.
Dinda yang sedari kecil tinggal di Jakarta agak kaku saat mendengar penjelasan para dosen dengan campuran bahasa Jawa Timur. Dinda sama sekali tak pernah tahu tentang bahasa Jawa. Mungkin hanya sedikit, itu pun dia tahu dari televisi.
Karena jenuh, Dinda mengedarkan pandangan pada teman-temannya. Pandangannya terhenti saat ada seorang pria tersenyum padanya.
"Ewh. SKSD! Sok kenal sok dekat!" gumam Dinda. Dinda pun kembali fokus menatap dosen di depannya. Tak lagi ingin menyapu pandangan. Sudah kesekian kali teman prianya itu ketahuan mencuri-curi pandang dengannya.
4 jam berlalu.
Perkuliahan telah selesai. Semua segera berkemas untuk pulang, termasuk Dinda. Sebuah bayangan tubuh mendekatinya dari belakang. Dinda segera menoleh ke belakang.
Sosok tubuh itu adalah pria yang selalu memandanginya sepanjang mata kuliah berlangsung. Dinda menghela napas saat pria itu tersenyum.
"Dinda, jangan lupa hari ini kita ada kerja kelompok," ujarnya seraya menggeser bangku di sebelah Dinda ke belakang dan segera didudukinya.
"Soalnya biasanya kamu pulangnya buru-buru, takut lupa jadi aku ingetin biar nggak keburu pulang," lanjutnya lagi.
Dinda hanya mengangguk tak menatapnya, sambil mengeluarkan ponsel dan mengutak-atiknya. Meminimalisir kekesalannya bersebelahan dengan pria agresif di sampingnya.
"Cieee, udah berduaan aja nih Arya sama Dinda," ledek lainnya.
Dinda hanya memutar kedua bola matanya malas.
"Awas jangan jutek-jutek, Din. Nanti jodoh, lho. Hahahaha," goda yang lain.
Dinda diam dan tak menanggapi. Hanya fokus untuk mulai menata buku untuk bahan diskusi kerja kelompoknya. Teman-teman lainnya mulai berkumpul mengelilingi meja.
Sosok Arya memang tampan dan begitu sempurna. Tapi sama sekali tidak menarik perhatian Dinda. Dinda sudah mengunci mati hatinya untuk siapa pun. Ya, walau Dinda sebenarnya masih belum mencintai Devan, setidaknya dia telah tahu diri bahwa dirinya sudah menjadi istrinya. Dia tidak boleh memberikan akses masuk pria mana pun yang mencoba mendekatinya.
"Ayo dikerjakan segera, biar cepet pulang," seru Dinda.
Dinda, Arya dan teman-teman lainnya sudah tenggelam dalam mengerjakan tugas kelompok. Jarum jam yang terus berkejaran seolah ikut sibuk di tengah-tengah mereka. Tak terasa sudah mulai habis waktu mereka di kampus. Pak satpam sudah mondar-mandir memperingatkan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta Adinda ✓ (Sudah Terbit)
RomanceAdinda Kanya Dewi, gadis kekanak-kanakan berusia 18 tahun yang diajak menikah oleh kekasihnya -Reno- yang berusia 19 tahun. Mereka telah berpacaran selama 3 tahun tanpa sepengetahuan orang tua Dinda. Karena Ibunya yang sangat agamis ini memang melar...