Seminggu setelah berziarah ke makam orang tuanya, Seikyou kembali ke Osaka bersama Gina meninggalkan Hayase sendiri di apartemen seperti biasanya. Sebenarnya Hayase masih ingin menghabiskan waktu dengan kakaknya lebih lama tapi, dia harus sedikit maklum kalau Seikyou tidak kembali ke Osaka lantas bagaimana dengan pekerjaannya di sana?
Mungkin akan terasa lebih sepi tapi, itulah rutinitas yang seharusnya Hayase lakukan setiap hari.
Ujian tengah semester pun sudah selesai dan seperti yang pernah wakil ketua kelas bilang padanya, sekolah mereka memang benar-benar melakukan karya wisata selama tiga hari dua malam di sebuah camp di kaki gunung Fuji. Dan pernyataan itu benar-benar diresmikan oleh kepala sekolah.
Awalnya Hayase enggan pergi. Tapi Seikyou memaksanya untuk ikut dan bergaul dengan lebih banyak orang di samping Mikage Ooka yang juga terus mengganggunya.
Dan sekarang di sinilah dia.
Di supermarket untuk membeli beberapa keperluannya berada di antah berantah yang dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan di sana. Padahal seharusnya dia pulang ke rumah setelah jam sekolah berakhir seperti ini.
Bermodal keranjang belanja yang disediakan toko, Hayase mulai berjalan ke arah cemilan dan mengambil beberapa bungkus keripik kentang dan sekotak biskuit, beberapa stik keju juga lebih banyak kacang kulit. Dia tahu dia tidak membutuhkan makanan sebanyak itu tapi, teman-temannya mungkin nanti akan butuh sebagai pancingan untuk mengobrol habiskan malam.
Selain mengambil cemilan, Hayase juga mengambil beberapa botol kopi latte dan teh O'olong sebelum akhirnya dia menyudahi semuanya dan berjalan ke kasir untuk membayar apa yang dia ambil.
"Semuanya jadi 857¥." Ujar kasir itu ramah. Setelah membayar sejumlah uang yang disebutkan, Hayase berpikir kalau dia harus membeli semangkuk raamen untuk dimakan di rumah. Jadi sebelum dia pergi mengejar kereta, Hayase memutuskan untuk berjalan mencari warung raamen.
Lima belas menit Hayase berjalan, akhirnya dia menemukan sebuah warung raamen.
Setelah membeli semangkuk miso raamen untuk dibawa pulang Hayase bergegas menuju stasiun."Aku tidak tahu, mungkin besok aku tidak akan mampir ke sana," langkah Hayase tiba-tiba berhenti saat dia mendengar suara itu tak jauh darinya.
Hayase tidak yakin tapi rasanya dia benar-benar mengenal pemilik suara itu. Padahal seharusnya dia abaikan tapi penasarannya mengalahkan keharusan yang mutlak dia lakukan.
Itu Mikage Ooka, dia sedang berjalan masuk ke dalam stasiun sama sepertinya masih memakai seragam juga sepertinya tapi Ooka tidak membawa belanjaan seperti yang Hayase bawa.
Dan saat mata mereka bertemu, Hayase seolah ingin lari tapi orang itu segera menutup teleponnya dan mengejar Hayase.
"Melarikan diri lagi dariku?" Ucap Ooka setelah dia mendapatkan tangan Hayase.
"A—apa maumu? Lepaskan ini di tempat umum!" Hardik Hayase tapi kontan membuat Ooka tersenyum dan mendekatkan wajahnya pada Hayase kemudian berbisik di telinganya.
"Kenapa? Kau malu kalau aku memegang tanganmu di depan umum?" Tak bisa berkata apapun, Hayase hanya bisa ternganga dengan wajah semerah cherry matang.
"Ingat waktu kau mengabaikan ajakanku ke Braise Verte? Sekarang aku ingin kau ikut denganku da—"
"Tidak!" Hayase menolak, "aku harus pulang! Tidak ada yang menyalakan lampu di san—"
"Wah, bagus ... kebetulan aku sedang tidak ingin pulang ke rumah. Bagaimana kalau aku menginap di rumahmu? Dan nyalakan lampunya sama-sama."
Sekali lagi, Hayase kehilangan kalimatnya dan berusaha menghindar tapi sekali lagi pula Ooka menahan Hayase untuk pergi terlalu jauh.
•ᴥ•
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal
Teen FictionKunieda Hayase, harus terjebak dalam dunia yang tak dia mengerti saat seseorang datang padanya membawa cinta, sementara dia bukanlah seorang gay? Apa yang harus dia lakukan setelah dunia yang coba dia lupakan perlahan merayap naik dan membuat rasa...