Takanori bangun dari tidur nyenyak saat aroma butter menyeruak memenuhi tiap inci rumahnya.
Meski masih mencoba menyeimbangkan kesadaran, pria ini meraih kacamata yang sejak semalam dia taruh di nakas tepat di sebelah tempat tidur. Dia lebih dulu memakai kacamata itu sebelum meraih kemeja yang dia pakai kemarin dan hanya dia biarkan tergeletak di lantai karpet, sebelum mulai mencari sumber aroma wangi yang menggugah nafsu makannya.
Sejauh yang dia ingat, tidak ada siapapun yang berani membawa apalagi memasak sesuatu yang manis seperti ini setelah dengan jelas dia membuat pengumuman pada orang-orang yang mengenalnya kalau dia tidak menyukai makanan manis. Tapi, pagi ini kenapa tiba-tiba ada aroma butter dan gula yang cukup kuat menyeruak dari arah dapur?
"Ah, beruntung kau sudah bangun." Ujarnya sebelum membiarkan Takanori bertanya.
Itu Asuka. Pantas saja, kasur di sebelahnya terasa sangat luas, ternyata orang yang sejak semalam tidur bersama dengannya sudah berkutat di dapur dengan aroma manis butter. Takanori sedikit asing dengan apa yang sedang pria itu lakukan sekarang, karena seingatnya, Asuka sama sekali tidak suka memasak atau membuat hal-hal seperti ini, apalagi pria itu sangat tahu bagaimana Takanori setelah sepuluh tahun mereka tinggal bersama.
"Kau membuat kukis?"
"Hm." Jawab Asuka singkat seolah sedang mencoba menghindari percakapan dengannya.
Takanori mengusak rambutnya sambil menguap, sebelum dia menarik salah satu kursi di meja makan dan duduk di sana sambil terus memperhatikan pria yang saat ini sedang sibuk membereskan sisa kekacauan yang dia buat, tepat di tempat Takanori duduk, dia bisa melihat pemanggang menyala dengan dua loyang pipih berada di dalamnya.
Aromanya cukup manis dan lembut di saat bersamaan. Dia cukup heran, kenapa Asuka membuat makanan seperti itu.
"Maaf, aku tidak membuat apapun untuk kau makan pagi ini." Akhirnya, setelah beberapa menit berlalu tanpa percakapan, Asuka angkat suara, meski tangannya masih terus berbenah.
"Baiklah, kau sibuk, tapi kau mau ke mana dengan kukis-kukis itu?"
Tanya Takanori sambil mengambil sebuah gelas yang diletakan di atas meja, mengisinya dengan air kemudian meminumnya perlahan. Sementara Asuka yang sudah membereskan semua sisa piring kotor di dalam sink.
"Kau mau kopi?"
"Ya, kau bisa tambahkan sedikit krimer tanpa gula seperti biasa."
Tidak menjawab apapun, Asuka mengambil sebuah mug dari rak atas, dia memang tidak memasak apapun pagi ini tapi kalau secangkir kopi panas, dia tidak pernah lupa untuk membuatnya. Lagipula, apa susahnya membuat kopi kalau kau punya coffee maker? Semuanya sudah akan selesai dalam hitungan menit hanya dengan satu kali tekan tombol.
Selesai memberikan Takanori secangkir kopi sesuai pesanannya, Asuka berjalan ke arah lemari es, mengeluarkan satu pack roti tawar yang sudah tidak utuh, mengolesinya dengan butter sebelum kembali dia masukan ke dalam pemanggang roti.
Meski tidak bersuara, Takanori terus memperhatikan pria yang sepertinya cukup sibuk dengan apa yang dia kerjakan pagi ini.
"Kau mau ke mana dengan pakaian seperti itu?" Tanyanya lagi.
Dia akui, dia tidak bisa menahan untuk tidak bertanya, apalagi pagi ini Asuka hanya memakai sehelai kaus berwarna hitam dan celana pendek di bawah lutut berbahan jeans army berwarna hijau pekat. Cukup tinggi biasa untuk orang yang hanya akan menghabiskan akhir pekan di rumah. Apalagi, dengan kukis-kukis yang sedang dipanggang itu, tidak seperti akan dia habiskan sendiri.
Mengabaikan pertanyaan itu, Asuka lebih suka mengambil sebuah amplop berwarna putih yang dia taruh di atas lemari es sebelum memberikan roti panggang tadi pada Takanori, daripada membicarakan rencananya hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal
Teen FictionKunieda Hayase, harus terjebak dalam dunia yang tak dia mengerti saat seseorang datang padanya membawa cinta, sementara dia bukanlah seorang gay? Apa yang harus dia lakukan setelah dunia yang coba dia lupakan perlahan merayap naik dan membuat rasa...