Seharusnya dia tidak ada di sini hari ini.
Tapi saat Goro mengatakan kalau dia harus bertemu dengan dosen waktu dia kuliah dulu, mau tidak mau dia harus menggantikan pria tua itu untuk jaga hari ini. Padahal seharusnya dia sedang pergi liburan dan menghabiskan hari ini bersama Nara di rumah.
Juga entah sudah beberapa kali dia menghela napasnya berat. Rasanya tak terhitung mengingat kalau apa yang dia lakukan sekarang adalah hasil paksaan dari pria tua itu.
Malas sekali rasanya dia harus mengecek berkas atau memeriksa pasien.
Bahkan yang seharusnya dia memakai kemeja lengkap dengan dasi tapi, tidak dia lakukan. Hanya sehelai kaos berwarna gelap saja yang dia ambil dari dalam lemari, bahkan sebenarnya dia ingin sekali memakai sandal daripada sepatu namun urung karena mungkin saja dia harus bertemu pasien menyebalkan yang terus mengkritik penampilannya.
Tok....
Tok....Pintu kaca itu diketuk berkali-kali. Sekali lagi dia menghela napas, berat sekali rasanya saat dia harus bekerja di tengah keterpaksaan. Tapi saat dia melihat lagi ke arah sana, dia melihat seorang perawat yang membawa beberapa berkas di tangannya. Itu asisten Goro, biasanya perawat itu datang untuk memberikan laporan harian jadi, segera dia menyatakan perawat itu masuk untuk melaporkan kegiatan perawat yang sudah jaga semalaman.
"Permisi, dokter Mikage." Ucapnya ramah, sementara pria ini hanya mengangguk ringan.
"Kamu sudah tahu kalau aku yang menggantikan dokter Fujita?" Dia mengangguk, kemudian menyerahkan beberapa berkas laporan shift malam yang dia dapatkan dari perawat jaga tadi ke depan dokter bernama Mikage tersebut.
Perlahan, dia, Mikage Ooka memeriksa lembar demi lembar berkas yang dia dapatkan dari perawat tersebut, membacanya seksama sambil mempelajari beberapa hal.
Mungkin lucu, dia bekerja di satu rumah sakit dengan dokter bernama Goro tapi dia harus mempelajari pasien-pasien yang saat ini ditangani oleh dokter tersebut. Tentu saja, meski mereka berada dalam satu instalasi Ooka hanya seorang dokter umum, bukan dokter spesialis orthopedi seperti Goro.
"Pasien di kamar 78 mengeluh kalau dia tidak teratur buang air besar, sementara dokter Naoya me—"
"Maaf, aku hanya diminta dokter Fujita untuk menggantikannya jaga hari ini, kalau untuk bertemu dengan dokter Naoya atau pertemuan lainnya bisa dibicarakan dengan beliau nanti."
"B—baik,"
Dokter muda ini, berjalan ke luar sambil mengantongi stetoskopnya di dalam saku jas putih kebanggaan yang selalu dia pakai setiap hari. Langkah lebarnya diikuti perawat yang sejak tadi memberitahukan kegiatan yang seharusnya tidak dia lakukan.
"Lalu, pasien mana lagi yang harus kita periksa hari ini?"
"Ada, di ruang rawat ICU ada pasien bernama Hidari, beliau harus mendapat perawatan intensif dan biasanya dokter Fujita akan memeriksa pasien tersebut setiap dua jam sekali."
"Akan kulakukan."
Dia berjalan masuk ke dalam lift, menekan tombol dengan huruf G di mana ada ruang ICU yang bersebelahan dengan ruang UGD.
Baru saja lift itu terbuka, beberapa perawat berlari sambil mendorong ranjang pasien menuju ke UGD.Di sini, dia melihat seorang pria terbaring di atas ranjang rawat pasien, dengan wajah semerah rebusan tomat dan napas tersengal serta keringat dingin yang terus tercucur dari keningnya.
Rombongan itu bergerak melewati dokter muda ini dengan cepat, meski begitu, dia dapat dengan jelas melihat siapa yang tengah terbaring di sana.
Wajah yang sudah tidak pernah dia lihat sejak sangat lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal
Teen FictionKunieda Hayase, harus terjebak dalam dunia yang tak dia mengerti saat seseorang datang padanya membawa cinta, sementara dia bukanlah seorang gay? Apa yang harus dia lakukan setelah dunia yang coba dia lupakan perlahan merayap naik dan membuat rasa...