"Ku—Kunieda-san ternyata sangat pandai memasak ya?" Wakil ketua kelas memuji dengan wajah berbinar saat melihat Hayase mencampur beberapa bahan makanan jadi satu di dalam sebuah panci besar.
Setelah tiba di camp ground kemarin, hari ini hampir seluruh siswa diwajibkan untuk melakukan olahraga dan beberapa kegiatan kecil seperti mencari kayu bakar, mencari jamur, mencari sayuran yang mereka paham di dalam hutan sebelum akhirnya mereka kembali dan memasak semuanya bersama bahan-bahan yang sebenarnya sudah disediakan oleh pihak sekolah.
Harusnya mereka tidak perlu melakukan ini, bukankah mereka sudah membayar sejumlah uang untuk karya wisata ini agar bisa dapat fasilitas dan makan tiga kali sehari? Dasar kegiatan sekolah yang merepotkan membuat Hayase seolah ingin melarikan diri dari sana. Lagipula kenapa dia mengikuti keinginan Seikyou untuk ikut padahal kakaknya itu sendiri tahu betul bagaimana membosankannya acara karya wisata seperti ini.
"Wakil ketua terlalu memuji, aku hanya membuat kare dengan bumbu yang sudah jadi. Tidak ada yang perlu dikagumi." Ucapnya sambil sesekali mengaduk isi panci tersebut.
"Tapi tetap saja itu hebat. Aku ... tidak pernah bisa memasak."
"Tapi bekal yang kumakan kemarin itu enak."
"Be—benarkah?" Hayase mengangguk , "itu ... pertama kali aku membuatnya."
"Wah, artinya kau berbakat." Hayase semakin memuji, dan pujian-pujian itu semakin membuat wajah wakil ketua kelasnya semerah cherry matang.
Merasa lucu dengan ekspresi yang diberikan wakil ketua kelasnya, Hayase merasa sedikit gemas dan menaruh tangannya di kepala gadis itu, mengacak rambutnya sedikit membuat wakil ketua kelasnya nyaris tertawa lepas.
Ya, mungkin itu kali pertama Hayase melihat wakil ketua kelasnya seperti itu karena selama ini di kelas dia hanya tahu kalau wakil ketua kelasnya adalah gadis pendiam dengan hampir semua siswa di kelas tidak terlalu akrab dengannya kecuali memanfaatkan dia untuk membawa tugas-tugas mereka ke ruang guru. Selebihnya, mungkin saja mereka benar-benar tidak menyukainya.
Brak!
Hayase tersentak begitu juga dengan tawa wakil ketua kelas saat Mikage Ooka datang dan menaruh satu galon besar air di atas meja."Kalau kalian kekurangan air, bilang saja padaku." Ujarnya tanpa ekspresi tapi lebih tepatnya, Ooka terlihat sangat marah. Entah pada siapa tapi, Hayase tidak suka dengan perlakuan menyebalkan orang itu.
Baru saja Hayase berniat menjawab Ooka dengan sedikit mengocehinya, sekali lagi Hayase tak bisa mengatakan apapun selain meneguk ludahnya paksa. Dia, Mikage Ooka menatapnya sangat tajam seolah orang itu benar-benar ingin menelan Hayase hidup-hidup.
Entah sudah berapa kali sejak mereka datang ke camp ini kemarin, Hayase sudah dapat tatapan yang sama hampir sepanjang waktu.
"Te—terima kasih, Mikage-san...." Wakil ketua membalas sambil membenarkan rambut dan kacamata tebalnya yang diacak oleh Hayase.
"Naomi, data yang kuminta kau isi kemarin sudah selesai? Apa semua siswi perempuan di penginapan sudah tertib dan tidak membuat ulah?"
"Su—sudah selesai. Sebentar aku akan ambil datanya di kamar." Jawabnya langsung berlari pergi meninggalkan Hayase hanya berdua di sana dengan Ooka. Meski sebenarnya di sana ada banyak sekali orang tapi rasanya Hayase memang hanya berdua saja dengan makhluk buas seperti Mikage Ooka yang menatapnya bergeming seperti ini.
"Apa sebenarnya maumu?" Tanya Hayase takut.
"Kau tahu apa yang kuinginkan tapi tidak kau lakukan."
"...?"
•ᴥ•
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal
Teen FictionKunieda Hayase, harus terjebak dalam dunia yang tak dia mengerti saat seseorang datang padanya membawa cinta, sementara dia bukanlah seorang gay? Apa yang harus dia lakukan setelah dunia yang coba dia lupakan perlahan merayap naik dan membuat rasa...