Bab 14

1K 146 14
                                    

Kamar berukuran besar itu terasa sangat hening. Ranjang berukuran cukup besar itupun masih sangat rapi padahal sudah beberapa kali pemiliknya bergeliat, dan nyaris tidak bisa diam saat dia mencoba memejamkan matanya namun gagal. Membuatnya hanya berdiri memandangi jalanan di bawah sana.

Pria ini bisa melihat bagaimana lampu persimpangan jauh di depan sana berkedip sejak dua jam lalu, bahkan kendaraan pun sudah tidak terlihat olehnya. Hanya lampu tepi jalan saja yang tersisa juga beberapa lampu yang masih menyala pada beberapa gedung. Menyedihkan, harus berapa lama lagi dia berdiri di sana sambil menunggu orang yang dia harapkan datang lebih cepat.

Menyerah, dia pikir dia akan kembali tidur sekarang. Karena berharap orang yang dia tunggu pulang lebih cepat dari yang dia inginkan rasanya tidak akan pernah terjadi.

Hanya, baru saja dia menarik selimut untuk menutup tubuhnya sepasang telinganya mendengar seseorang membuka pintu apartemen itu. Bergegas dia menyingkirkan selimut itu dan berlari ke arah suara itu berasal.

"Kau belum tidur?" Tanya Takanori heran saat melihat pria itu berjalan setengah berlari menghampirinya.

Tanpa menjawab, pria yang hanya mengenakan kemeja putih berukuran jumbo tanpa celana itu langsung meregangkan sepasang tangannya, berharap mendapat pelukan hangat dari orang yang dia tunggu sejak tadi. Mendapat sambutan yang tak biasa, Takanori menjawab regangan tangan itu dengan sebuah pelukan hangat, juga sebuah ciuman singkat yang dia sematkan pada leher kekasihnya.

"Bagaimana keadaan bocah itu?" Tanyanya meski sebenarnya dia ingin menanyakan pertanyaan seperti itu saat dia hanya ingin diperhatikan oleh prianya.

"Aku tidak ke rumah sakit hari ini, seharian aku menemani Mitsuhaki Kou."

"Dan melupakanku?"

"Kau juga sibuk, kan?"

"Yah, mengerjakan apa yang seharusnya diselesaikan bocah itu."

"Sekarang kalian ada di satu perusahaan, bersikaplah baik padanya." Ujar Takanori sambil melepaskan pelukan mereka, berjalan meninggalkan prianya dan masuk ke dalam kamar di mana pria itu ke luar.

Melihat dirinya diacuhkan, Asuka, memicingkan sepasang matanya, dia merasa sedikit kesal untuk pernyataan Takanori barusan. Apa pria itu pikir dia akan berbuat kejam pada bocah tengil yang sekarang ada di rumah sakit itu? Lagipula kenapa Takanori seperti sangat peduli padanya? Ini benar-benar membuatnya kesal.

Asuka mengikuti Takanori masuk ke kamar itu, di sana dia melihat Takanori sedang membuka setelan jas yang sudah dipakainya sejak pagi.
Tanpa diperintah, Asuka menghampiri Takanori, membantu pria itu membuka satu demi satu kancing kemeja lalu membuangnya ke lantai.

"Apa bocah itu lebih penting dariku?" Tanya Asuka sambil memainkan jemarinya di dada Takanori yang sudah tidak terbalut apapun.

Jari lentik itu menyentuh dada bidang milik Takanori, di sana, Takanori bisa merasakan bagaimana ujung jemari Asuka terasa sangat dingin. "Sebaiknya pakai celanamu kalau ka—"

"Kau tidak ingin bermain denganku?"

Takanori menatap sepasang mata pria di hadapannya saat ajakan yang tidak terdengar seperti basa-basi itu membuat Asuka berhenti memainkan jemarinya. Dilihatnya wajah Asuka yang sama sekali tidak menyunggingkan senyum sedikitpun tapi, itu tidak membuat pria ini luluh hanya karena sebuah rayuan saat hampir seluruh tubuhnya terasa remuk karena capek

"Aku lelah, sebaiknya kau pergi tidur." Tolaknya sambil menjauhkan Asuka, berjalan ke ranjang dan menjatuhkan tubuhnya di sana tanpa peduli bagaimana Asuka saat ini menatapnya kesal.

"Bocah sialan itu benar-benar sudah mengubahmu." Suara Asuka terdengar naik beberapa oktav, cukup lantang untuk menegaskan bahwa saat ini dia sedang marah.

NormalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang