Bab 13

1K 142 7
                                    

Dia ingat...,

Saat dia masih jadi manusia normal, tidak dungu hanya karena memikirkan seorang manusia yang membuatnya terbaring di ranjang rumah sakit seperti sekarang.

Masih dia ingat bagaimana punggung itu memberikan ingatan perih yang hingga saat ini tak bisa dijawab siapapun.
Di tepian kolam ikan  dengan siluet indah dari rembulan itu Hayase bisa dengan jelas membaui aroma tubuh dia, menggelitiknya dengan wangi yang seolah membuatnya rindu sepanjang waktu. Bahkan kulitnya masih bisa merasakan bagaimana angin menyentuh kulitnya seolah menusuk dan suara bernada rendah yang membuatnya tak berhenti bertanya, kenapa?

Ya, kenapa orang itu mengatakan kalau dia harus melupakan semua hal padahal sama sekali tidak ada apapun yang terjadi di antara mereka kecuali orang itu nyaris menelanjanginya di hutan sebelum itu. Kecuali saat orang itu terus membisikan cinta di telinganya. Kecuali saat orang itu menyentuhnya, membelai rambutnya dan membiarkan orang itu menyesap tubuhnya, menciuminya satu inci ke inci lainnya intensif.

Tapi kenapa? Kenapa orang itu menyuruhnya untuk menganggap kalau tidak ada apapun di antara mereka?
   
     
    
"Kau tidak akan melihatku lagi seumur hidupmu setelah kita lulus nanti."
    
    
   
Itu katanya. Padahal seharusnya dia berbangga, karena sebenarnya dia tidak lagi harus berhubungan dengan manusia seperti itu lagi seumur hidupnya. Tapi tetap saja ... seperti ada bongkahan besar yang sedang menghimpit dadanya saat ini. Sangat sesak dan, menyakitkan.

Bahkan saat Hayase sadar kalau dia memang sudah tidak bisa menemukan orang itu lagi di mana pun setelah mereka lulus dari SMA tersebut. Tapi apa yang dia inginkan? Bukannya semua yang dia mau sudah tercapai? Apa lagi...?

Hayase mencoba bangun dari tidurnya. Pegal rasanya harus berada di dalam kamar seharian, bahkan setelah dia meminta Yanagi untuk pulang, dia tidak melakukan apapun setelahnya.

Sudah sehari setelah dia sadar kalau dia berada di rumah sakit dan Yanagi terus menemaninya di sana.  Wanita itu bahkan rela mengambil cuti seharian hanya untuk memastikan dirinya tidak kekurangan apapun, padahal seharusnya siapapun tahu ada perawat di sana yang siap memenuhi apapun yang dia perlukan selama dia masih ada di sana.

Hanya saja, mungkin Yanagi merasa kalau dia punya kewajiban melakukan hal tersebut makanya dia tetal mendampigi Hayase meski dilarang. Hayase tidak tahu harus mengatakan apa pada Yanagi kalau selama beberapa waktu terakhir ini, pikirannya sama sekali tidak di sana setiap mereka bersama. Maka dari itu, setelah jam besuk berakhir, Hayase meminta wanitanya segera pulang dan kembali lagi besok pagi kalau diperlukan.

Hanya saja, mungkin dia harus segera ke luar dari sana karena bagaimanapun pekerjaannya menunggu terlebih dia masih harus berhadapan dengan atasan barunya, pria yang dia temui sesaat setelah dia bangun dan mengatakan sesuatu yang membuatnya bimbang.

Pertanyaan yang membuatnya seperti harus berpikir ulang untuk menikah dengan Yanagi.

Ah, pertanyaan-pertanyaan itu berputar di kepalanya dan semakin membuat kepalanya sakit.

Hayase mencoba bangun dari ranjang, mungkin berjalan-jalan sebentar dan ke luar dari kamar itu bisa sedikit membuat kepalanya jernih.

"Kutanya ke mana dokter itu?" Bentak suara seorang pria terdengar menggema nyaris disepanjang koridor. Karena penasaran, Hayase mencoba menengok sejenak keributan di luar sana.

Benar saja, di luar sana bukan hanya ada si pemilik suara, tapi juga beberapa perawat dan seorang wanita paruh baya yang sedang mencoba menenangkan pria di sebelahnya. Hayase yakin kalau pria yang usianya tak jauh berbeda dari wanita itu adalah suaminya sekaligus pasien di rumah sakit tersebut. Terlihat dari pakaian yang dipakainya, sama seperti yang sedang Hayase pakai.

NormalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang