Bab 22

1.3K 147 24
                                    

"Tolong, jangan pergi lagi, kumohon...."

"Kau? Kenapa?"

"Aku tidak bisa! Aku tidak bisa berbohong kalau aku tidak memikirkan apapun tentangmu! Aku tidak bisa berbohong kalau aku tidak menyukaimu! Aku juga tidak bisa berbohong kalau aku ingin bersamamu dan membuang sisi normalku sebagai seorang pria!"

Hayase semakin erat memeluk Ooka, wajahnya semakin dia benamkan ke dalam kemeja yang dipakai pria itu, wajah merah padamnya dia sembunyikan di dalam sana sambil menyesap aroma tubuh yang sangat dia ingat setelah dia merelakan diri untuk mulai menyukai seorang laki-laki dan membuang harga dirinya yang juga seorang laki-laki.

Dalam pelukannya, Ooka bisa merasakan kalau tubuh Hayase sedikit gemetar menahan perasaan yang tidak bisa dia jelaskan. Entah itu Hayase sedang bingung karena bertemu dengannya setelah delapan tahun mereka tidak bertemu lalu tiba-tiba penasaran datang dan membuat perasaannya kacau? Entahlah....

Tanpa berpikir membalas pelukan Hayase, Ooka hanya mendesah sebelum bicara, "Sudah kubilang kau akan menyesal."

"Aku tidak peduli!"  Hayase membentak sambil menjauhkan dirinya dari Ooka dan melepas pelukan mereka, sebagai gantinya Hayase meremat lengan kemeja Ooka sangat erat. "Aku tidak peduli apapun yang akan kusesalkan nanti! Tapi aku tidak ingin terjebak dalam pikiranku sendiri dengan menolak apa yang kurasakan sekarang!"

Ooka hanya berkedip beberapa kali tanpa ekspresi lebih untuk kalimat bernada keras yang dikeluarkan Hayase.

"Aku...," lanjutnya, "aku merasa ada sesuatu yang tidak beres denganku setelah apa yang sudah kau lakukan delapan tahun lalu. Rasanya seperti menggelitik, tapi saat aku mengatakan perasaan aneh yang membuatku tidak nyaman selama delapan tahun ini, kau tiba-tiba melambungkanku sangat tinggi dan menjungkirbalikkan semuanya seperti roller coaster! Sangat sakit dan ... sakit!"

Sekali lagi Hayase gemetar, wajahnya terlihat sangat merah karena menahan emosi yang sudah tidak bisa lagi dia tahan. Air mata bahkan terlihat menggenang di pelupuknya, seolah bisa jatuh kapanpun. Entah apa itu roller coaster, perasaan tidak nyaman dan semua yang baru saja dikatakan Hayase padanya.

Tapi yang jelas, sekarang mereka jadi pusat perhatian di sana. Orang-orang saling berbisik dan melirik mereka jijik, hal itu sukses membuat Ooka mendesah sekali lagi.

Merasa tidak tahan dengan semua ocehan Hayase dan pandangan orang-orang yang ada di sana  pada mereka, Ooka melepaskan tangan Hayase darinya.

Awalnya Hayase pikir kalau Ooka akan pergi lagi meninggalkan dia, tapi ternyata Ooka menariknya untuk menjauh dari sana, membawanya masuk ke dalam taksi dan mengabaikan kalau di belakang sana Hayase meninggalkan gadis dan sepupunya.

Di dalam taksi, Hayase menunduk sambil meremat celananya karena gugup. Sementara Ooka hanya diam melihat jalanan hingga taksi tersebut membawa mereka ke sebuah hotel yang disewa Goro untuknya setelah pamannha itu menyuruhnya untuk datang kemari.

Usai membayar kargo, sekali lagi Ooka menarik tangan Hayase. Membawanya naik ke atas, kemudian membantingnya ke atas ranjang dengan sprei yang masih berantakan.

Di atas kasur itu tidak hanya spreinya yang berantakan, tapi juga ada kemeja dan celana berbahan kain yang tergeletak  begitu saja. Sepertinya Ooka membiarkan semua itu sejak dia kembali dari acara makan-makan yang diadakan oleh si botak juga pria aneh berkacamata itu.

Dan sekarang, wajah Hayase semakin merah saat Ooka kembali menambah tumpukan baju di atas kasurnya.

Setelah membuka kemejanya juga menanggalkan semua pakaian Hayase, Ooka terus meraup bibir pria yang sejak tadi tidak berhenti gemetaran.

NormalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang