"Ma—Mabayu?"
"Hahaha ... Iya, ini aku! Apa aku sangat cantik sampai kau tidak mengenalku?"
"Sudah sangat lama kita tidak pernah bertemu, tentu saja aku tidak akan mengenalimu."
Mabayu tertawa ringan, "Jadi, dia siapa?"
"Ah, kenalkan ini—"
"Gadismu?"
"Huh?"
"Haha ... Seikyou bilang padaku kalau kau akan kemari untuk melakukan prewedding, dan kelihatannya kau sudah sangat dewasa sekarang!" Mabayu mencubit gemas pinggang Hayase sebelum berbalik menatap Yanagi, "jadi siapa nama calon pengantinmu ini, Hayase?"
"Yanagi." Ujarnya lembut kemudian disambut uluran tangan oleh Mabayu. Merasa cukup berkenalan, Mabayu segera meminta Hayase masuk ke dalam mobilnya.
Di sana, selama perjalanan mereka cukup banyak mengobrol hingga akhirnya mereka sampai di sebuah rumah yang jaraknya memang tidak terlalu jauh dari lokasi di mana Hayase mengambil foto prewedding dengan gadisnya.
Rumah itu memang terasa asing untuk Hayase, namun saat mereka melewati pintu depan, kehangatan yang pernah Hayase rasakan saat masih tinggal bersama paman dan bibinya kembali dia rasakan.
Wajah paman dan bibinya yang dia ingat masih sangat segar dan kuat dengan lebih sedikit kerutan kini telah berubah. Sejak Hayase memutuskan keluar dari rumah mereka, tidak sekalipun dia berpikir kalau waktu terus berjalan sangat cepat untuk membuat sepasang wajah itu terlihat sesuai usia mereka saat ini.
Dengan penuh kerinduan, pasangan suami-istri itu memeluk Hayase yang sudah sangat lama tidak mereka temui sejak memutuskan untuk pindah ke kota ini. Diciuminya wajah itu hingga tak ada satupun bagian dari wajah Hayase yang terlewat, sementara punggungnya terus ditepuk lembut oleh sang paman yang berubah menjadi sosok ayah untuknya sejak sangat lama.
"Maaf, kalau selama ini aku tidak pernah mengubungi kalian." Ujar Hayase lemah. Tak ada jawaban, hanya sebuah gelengan cepat dan isak tangis yang terus terdengar dari sang bibi, juga pelukan yang semakin erat setiap detiknya.
Jengah dengan sikap kedua orang tuanya, Mabayu memilih menarik Hayase dan berkata, "Ayolah, kalian bilang kalau kalian berjanji untuk tidak menangis kalau aku membawa bocah ini pulang, bukan? Lalu kenapa sekarang malah jadi seperti adegan drama picisan seperti ini?"
Mendengarnya, Hayase hanya terkekeh. Sementara paman dan bibinya cepat-cepat mengusap jejak air mata yang tersisa. "Lagipula, aku jug membawa calon menantu kalian ke rumah. Tidak sopan jika kalian hanya menangis haru saat Hayase membawa kegembiraan bersamanya! Ayolah...."
"Ah, benar ... Hayase-kun, kenalkan dia pada kami." Ujar sang bibi antusias.
"Namanya Yanagi Shirayuki. Yanagi, mereka paman dan bibiku, tapi karena sejak orang tuaku meninggal merekalah yang sudah merawatnya hingga jadi seperti sekarang "
Sementara orang tuanya tertawa saat nama Yanagi terus disebut oleh Hayase, Mabayu hanya melirik diam pada gadis sepupunya yang hanya tersenyum kaku sambil sedikit menutup wajahnya dengan tangan tersebut.
Tapi saat Yanagi sadar kalau Mabayu terus memperhatikannya diam, gadis yang sedikit lebih tinggi darinya itu segera berpaling dan bersuara lantang, "Bu! Kau bilang membuat sup ayam herbal? Mana dia? Aku lapar sekali!"
"Kau ini, anak gadis sepertimu harusnya tidak boleh makan di jam seperti ini! Bagaimana kau bisa punya pacar kalau terus makan?" Gerutu sang ibu.
Meski hanya sebatas candaan yang selalu dilontarkan setiap jam makan malam tiba, tapi Mabayu selalu menangapi itu sebal. Tentu saja, bagaimana bisa ibunya terus menanyakan soal pacar, calon suami atau menantu padanya? Apa sekarang dia sudah terlalu tua hanya untuk sekedar melajang, begitu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal
Teen FictionKunieda Hayase, harus terjebak dalam dunia yang tak dia mengerti saat seseorang datang padanya membawa cinta, sementara dia bukanlah seorang gay? Apa yang harus dia lakukan setelah dunia yang coba dia lupakan perlahan merayap naik dan membuat rasa...