Sudah dua hari sejak Hayase ke luar dari rumah sakit, dan pagi ini dia mulai kembali beraktivitas seperti biasanya, masuk ke kantor dan mengerjakan apa yang sudah dia tinggalkan. Lagipula, semakin lama dia tidak berada di kantor, Hayase semakin tidak tahu apa dan bagaimana kebiasaan atasan barunya tersebut di kantor. Kalau seperti itu bagaimana bisa mereka bisa membangun chemistry agar tercipta keharmonisan dalam lingkungan kerja mereka?
Dan lagi ... sepertinya Koeyama Asuka tidak terlalu menyukainya untuk apapun yang dia lakukan. Tapi kenapa? Setidaknya itu yang coba Hayase cari tahu sekarang.
Itu yang dia inginkan, tapi ... apapun yang dia lakukan, pikiran Hayase tetap tidak sedang di tempat kerjanya sekarang. Pikirannya masih terbagi, dia bahkan belum mengecek sisa pekerjaan yang seharusnya dia awasi, sementara pikirannya masih terfokus pada satu hal. Mikage Ooka.
Dua hari lalu sebelum dia berada di kantor ini, Hayase hampir mendapat jawaban untuk apa yang membebani perasaannya selama ini. Jawaban untuk semua pertanyaan-pertanyaan yang tak bisa dijawab siapapun kecuali orang itu.
Malam itu, Hayase masih ingat bagaimana wajah Ooka saat menatapnya setelah pertanyaan itu keluar. Meski garis wajah Ooka terlihat lebih tegas dari yang terakhir Hayase ingat tapi, sepasang mata dingin itu tak pernah bisa menyembunyikan apapun. Menyembunyikan kalau orang itu seolah sangat membenci Hayase untuk alasan yang tidak pernah dia tahu.
"Kau masih ingat sesuatu tidak berguna seperti itu?" Jawab Ooka malam itu dengan seulas senyum yang seperti mengatakan kalau dia jijik mendengar apa yang ditanyakan oleh Hayase padanya.
Bahkan setelah Ooka mengatakan itu Hayase tidak langsung menerima mentah-mentah jawaban orang yang sudah menyandang gelar dokter tersebut. Hayase kembali menanyakan beberapa hal yang mungkin rasanya menyebalkan kalau dia ingat. Dia terus bertanya kenapa, kenapa dan kenapa Ooka meninggalkannya seperti sampah setelah pria itu nyaris memperkosanya di hutan sebelum mereka tidak lagi bertatap muka hingga malam itu.
Tapi, jawaban Ooka tetap sama. "Aku tidak peduli kau mau bicara apa tapi yang jelas, kau hanya pasienku sekarang. Tidak lebih dari apapun."
Benar .... mereka bukan siapa-siapa dan tidak akan jadi apa-apa.
Hayase mengembuskan napasnya berat sambil meremat kuat-kuat bolpoin di tangannya, kekesalannya, rasa kecewa dan ketidakpuasan tertumpuk di sana.
"Kunieda?" Panggil seseorang mengagetkannya. Spontan Hayase melempar bolpoin itu dan berdiri panik.
Itu Takanori Katsuya. Pria tinggi berkacamata itu entah sudah sejak kapan berada di sana, memperhatikan apa yang dia lakukan dengan ekspresinya yang mengatakan kalau dia khawatir.
"Kau tidak apa-apa?" Tanyanya setelah Hayase beralih fokus.
"M—maaf, saya tidak tahu kalau anda di sana?" Jawab Hayase panik sambil beberapa kali menelan ludahnya paksa.
Sungguh, dia tidak tahu kalau Takanori Katsuya akan datang ke sana hari ini. Karena seingatnya jika asisten pribadi Mitsuhaki Kou itu akan datang, dia selalu menelepon lebih dulu tapi kenapa hari ini Takanori datang tanpa peringatan? Ah, apa-apaan itu, harusnya Hayase bisa mengantisipasi hal-hal seperti ini dengan tidak membawa masalah pribadinya ke kantor.
"Hari ini aku membawa berkas penting untuk Asuka, tapi aku melihatmu sudah ada di sini, kau yakin sudah sehat untuk bekerja?"
Hayase mengangguk. Dia harus berterima kasih pada Takanori, karena kalau bukan karena Takanori, Hayase mungkin masih sakit tanpa penanganan medis juga ... dia tidak akan bertemu dengan Ooka kalau bukan karena pria itu.
"A—ano," ujar Hayase gugup, "terima kasih karena sudah membawa saya ke rumah sakit kemarin."
"Kau sudah mengatakan itu berulang-ulang." Jawab Takanori sambil tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal
Teen FictionKunieda Hayase, harus terjebak dalam dunia yang tak dia mengerti saat seseorang datang padanya membawa cinta, sementara dia bukanlah seorang gay? Apa yang harus dia lakukan setelah dunia yang coba dia lupakan perlahan merayap naik dan membuat rasa...