Bab 07

1.3K 161 8
                                    

Hayase sangat mengenal suara itu.

Sekuat tenaga Hayase menepis tangan orang itu dan membuka hoodie yang menutup hampir seluruh wajahnya, betapa terkejutnya Hayase saat melihat orang dibalik hoodie tersebut adalah Mikage Ooka.

"Kau?"

"Sudah berapa kali kubilang kalau kau itu pacarku, milikku dan tidak ada yang berhak berada di dekatmu selain aku!" Ucap Ooka setengah berbisik namun penuh penekanan pada setiap katanya.

Harusnya Hayase marah karena diperlakukan seperti itu. Disudutkan pada sebatang pohon besar sementara tubuhnya di himpit oleh Ooka dengan tangan yang dicengkeram sangat erat.

Beberapa kali Hayase mencoba menyingkirkan Ooka darinya, tapi beberapa kali juga pria itu menaruh kakinya pada selangkangan Hayase. Menciumi seinci demi seinci leher Hayase sambil sesekali menjilatinya seolah keringat yang ke luar dari tubuh Hayase terasa sangat nikmat.

Hayase melenguh, merasa geli sekaligus jijik di saat yang sama. Dia bahkan tidak bisa berbuat apapun saat tangan Ooka bermain di dalam kaos yang dia pakai, menggelitiknya sambil sesekali mencubit kulit dadanya.

"Hen—tikan...." Suara Hayase tercekak. Perasaan tak nyaman dan asing membuatnya takut namun saat Ooka kembali memberikan Hayase ciuman yang sangat lembut, Hayase diam seolah menikmati apa yang sedang mereka lakukan sekarang.

Angin pagi terdengar mendesir di antara dedaun di atas pohon yang menjulang tinggi. Bahkan tak ada yang bisa Hayase dengar kecuali napasnya sendiri yang memburu seolah meminta oksigen lebih dan berharap ke luar dari situasi seperti ini.

Hayase masih mencoba melepaskan diri dari cengkeraman Ooka, tangannya bahkan sudah terasa sangat sakit sekarang tapi Ooka sama sekali tidak menunjukan kalau dia akan melepaskannya. Ooka malah asik memainkan lidahnya di leher Hayase.

Sekali lagi, Hayase coba melepaskan dirinya, dia menggunakan sisa tenaga yang dia miliki untuk menendang Ooka tapi nihil, Ooka semakin gencar menciumi Hayase. Hayase bahkan bisa merasakan beberapa kali Ooka menggigit bibirnya sampai menjerit pun rasanya percuma, tenaganya sudah habis, bahkan bagian belakangnya sudah sangat sakit dengan punggung yang sejak tadi menggesek kulit pohon.

Napas Hayase seperti tersendat bahkan udara segar pagi tak mampu memberi pasokan yang cukup untuk paru-parunya. Hayase sudah tidak bisa lagi merasakan lututnya sendiri, lemas, peluh yang turun dari tubuhnya pun rembas dan membasahi kaos yang dia pakai.

"Kumohon ... henti—kan...." Bisik Hayase setengah menahan tangis, hanya saja Ooka sama sekali tidak tersentuh dan masih terus memainkan jemarinya pada bagian belakang Hayase. Membuat Hayase merasa jijik pada dirinya sendiri namun dia juga bisa menyangkal kalau perasaan lain benar-benar sedang menyusup dan membuatnya tergoda.

"Pakai bajumu."

Hayase tersentak. Tiba-tiba saja Ooka bicara seperti itu sebelum dia mencapai klimaksnya.
Ooka bahkan membuka sweaternya dan memakaikan itu pada Hayase setelahnya dia juga membuat Hayase memakai celananya dengan benar.

'Ada apa?' Pikir Hayase melihat bagaimana perubahan sikap Ooka yang tiba-tiba.

"Pergilah." Ujar Ooka lagi masih dengan tatapan selapar binatang buas ke arah Hayase. Hanya saja, Hayase bisa menangkap kalau ada ketakutan di sana.

Meski begitu, Hayase tidak bisa langsung menuruti keinginan Ooka. Kakinya lemas, dia bahkan tidak bisa merasakan bagian belakangnya karena sakit yang sangat mengganggu, Hayase juga masih bisa merasakan kalau jantungnya berdegup sangat kuat dengan napas tersengal yang membuatnya kewalahan.

Melihat Hayase lungsur ke tanah di bawahnya, Ooka menghela napas sambil berjongkok lalu menyeka rambut yang menutup sedikit dahi pria itu, menciumya sangat lembut seolah mengatakan kalau dia tidak ingin hal buruk terjadi pada Hayase.

NormalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang