Berbaring di atas ranjang dengan berkecamuk dalam pikiran acak, terkadang dilakukan oleh seorang Kim Do Young. Selain pekerjaan dan hidup yang dia jalani, dia juga memikirkan bagaimana nasibnya bersama sang kekasih. Harapannya masih sama soal itu; tak ingin ada perpisahan.
Suatu ketika, di hari itu, Do Young mulai membenci sebuah perpisahan. Atau mungkin semua orang juga membencinya. Perpisahan hanya bisa membawa kesedihan, luka yang membekas, dan bahkan bisa menjadi ketakutan di masa depan nanti. Jika perpisahan itu terlalu amat besar dan keras, maka bisa membuat seseorang tersebut terlalu takut untuk menerima kenyataan yang pahit.
Cukup.. cukup di hari itu, Do Young merasakan sebuah perpisahan yang bahkan tak pantas disebut demikian. Sekarang, ia ingin bahwa dia bisa terus bersama dengan perempuan bernama Kim Se Jeong itu.
"Kau terlihat berbeda hari ini."
"Maksudmu?"
"Kau terus menempel padaku. Seolah-olah tak membiarkanku seorang diri atau bahkan melakukan semuanya dengan mudah."
"Apa aku menganggumu?"
"Jika yang kau maksud di saat aku sedang memasak tadi, tentu saja itu benar."
Keduanya terkekeh pelan dan secara tiba-tiba Do Young mengecup benda berwarna merah ranum itu. Se Jeong terkejut dibuatnya.
"Se Jeong-ah.. " melupakan acara makan malam mereka, Do Young mengutarakan sesuatu yang sejak tadi mengganggunya. "Jika Ibumu masih menolak, bersediakah kau pergi bersamaku? Pergi.. ke tempat yang takkan bisa dijangkau oleh burung sekali pun?"
"Do Young.. "
"Setelah kepergian mereka, aku tak ingin kau juga pergi. Aku mencintaimu dengan tulus. Aku tidak berbohong. Sungguh.. "
Dan untuk pertama kalinya semenjak mengenal pria itu, Se Jeong mendapatinya menangis. Tak tega melihatnya, Se Jeong memeluk Do Young yang sudah dibanjiri air mata. Memeluknya sembari menepuk pelan punggung lebar itu.
"Aku takkan meninggalkanmu." ujar Se Jeong yang rasanya ingin ikut menangis. "Dan aku bersedia jika harus pergi ke tempat yang jauh bersamamu. Aku bersedia.. "
Selasa siang itu, tiba-tiba Do Young mendapatkan sebuah pesan dari seseorang yang begitu mengejutkan baginya. Isi dari pesan itu adalah mengajaknya bertemu di sebuah tempat yang ternyata tak jauh dari kantornya. Yah~ setidaknya tidak memakan banyak waktu jika dia harus kembali secara mendadak ke kantor.
"Halo, Nyonya Kim.. " sapa Do Young pada wanita paruh baya itu. Ibu Se Jeong. Kemudian dia duduk di bangku yang ada di depan nyonya Kim.
"Aku akan langsung saja." ujar sosok itu yang masih menunjukkan aura dinginnya. "Aku menyetujui hubunganmu dengan Se Jeong. Yang kupinta adalah kau menjaga dirinya sebaik mungkin. Aku tak ingin Se Jeong merasakan apa yang pernah kurasakan. Jika itu terjadi, maka aku bisa membunuhmu suatu saat nanti."
Do Young tak tahu dan bingung harus merespon bagaimana. Namun dia tak bisa berhenti berkata terima kasih pada nyonya Kim dan diakhiri pernyataan janji bahwa dirinya akan menjaga Se Jeong semestinya.
"Karena aku tulus mencintainya, jadi tolong Anda percaya pada Saya. Sekali lagi, terima kasih, Nyonya Kim."
Dan untuk pertama kalinya, beliau tersenyum walau begitu tipis. Setidaknya, hal itu cukup mengurangi aura dingin dari wanita itu.
to be continue..
maaf maaf.. seharusnya kemarin update lagi, tapi malah lupa. Maaf yaa.. efek lagi ke luar kota aku, jadi lupa 😅😅
btw, di chapter ini ada sesuatu lagi soal bang edoy. Jadi di next chapter (mungkin, aku juga lupa) bakal aku ungkapin masa lalunya bang edoy 😁😁
maaf kalo masih ada typos, makasih sudah baca, dan ANNYEONG~~
💮정키키 - 감사합니다💮
KAMU SEDANG MEMBACA
Insomnia and Trauma [DoJeong Fanfiction]
Hayran KurguDua orang yang sama-sama tak bisa tidur dengan alasan yang berbeda; yang satu karena insomnia dan yang satu karena trauma. Kemudian bertemu dan mengalahkan ketidakmampuan saat melawan alasan mereka tak ingin atau tak bisa tidur. ✔2019's Jung Ki Ki...