22 || Kompak

376 12 0
                                    



"Makin ke sini elo makin merhatiin mereka."

Lesia menoleh ke samping, mendapati cowok tinggi masih memegang kipas dengan tatapan tertuju ke depan, mengikuti arah pandang Lesia.

Cewek itu agak berdecak pelan.

"Elo kali yang merhatiin gue terus," ucapnya agak tersenyum, kembali menatap ke depan.

Raka mendengus pelan, lalu tersenyum tipis. "Geer," katanya tak mau kalah.

Lesia jadi menipiskan bibir, mendengus pelan. "Gue iri aja sama mereka, bisa gampang berbaur."

Raka berdehem, kini jadi mengipasi dirinya. "Elo bisa aja kayak mereka, kalo elo mau."

Raka benar, Lesia bisa saja berbaur dengan siapapun kalo dia mau. Tetapi ini sulit, memiliki sikap yang tidak mudah akrab dengan orang lain rasanya sangat menyiksa apalagi memaksa asik berhadapan dengan orang baru, Lesia akan merasa capek setelah seharian tertawa atau bahkan hanya mengobrol saja, itu sebabnya dia tidak bisa banyak bicara jika tidak diperlukan, energinya harus ia simpan untuk malam hari jika ia tidak mau tidur awal lagi.

Lesia kadang iri dengan seorang Dewi yang bisa mudah berbaur dengan siapapun atau Alia yang bisa menjadi ceria seperti Arsy dan Elvira yang selalu bersikap ramah kepada semua orang. Lesia juga mau memiliki banyak teman seperti Naya, menjadi tempat mengobrol anak-anak kelas. Tetapi ia tidak bisa, sikap diamnya selalu membuat orang lain enggan mengobrol dengannya.

"Gue nggak seasik mereka," gumamnya pelan, menggigit bibir bawahnya sambil menunduk menatap capitan makanan di tangannya.

Raka yang menatap itu hanya diam saja, membiarkan Lesia berdamai dengan dirinya. Dari awal ia kenal cewek itu, SMP Lesia memang sulit untuk didekati, tetapi ia tahu sekalinya dekat Lesia tidak akan pernah berbuat jahat pada siapapun, Lesia baik hati, itu yang Raka tahu.

"Gapapa, kalo emang elo nyaman kayak gitu, kenapa harus mau jadi kayak orang lain?" ucap Raka dengan tenang, "elo bisa punya banyak teman dengan cara lo sendiri."

Lesia menoleh, tersenyum tipis dengan helaan napas panjang, kini ikut melangkah bergabung dengan yang lain diikuti Raka setelah mematikan kompor, mengambil dua piring.

"EH, ECI TAU GAK TADI SI JERI JALAN SAMA SIAPA?"

Lesia sudah menoleh pada sosok perempuan yang kini bergerak ke arahnya, dengan cowok jangkung yang jadi mendelik karena salah sasaran melempar sendok yang malah terkena Andri membuat cowok itu mendengus.

"Siapa tuh?" Lesia yang awalnya ingin diam jadi ikut bersuara saat tangannya di goyangkan Dewi.

Arsy yang melihat itu hanya menggeleng, kini menyemili makanan di depannya.

"Masa sama adik kelas, namanya Sinta," ucap Dewi menggeleng tak percaya, "padahal dia nanyain nomor si Bintang, tau nggak yang ikut musik?"

Lesia hanya mengangguk saja, tersenyum dengan mata melebar seakan tak percaya juga. "Emang si Sinta jomblo? Kemarin kata Ridha keciduk lagi duaan di bioskop."

"Di bioskop banyakan, Le," sahut Raka santai.

Lesia mendecak. "Jalan berdua."

"Sekarang hati-hati sama Ridha, dia satu tim Kak Laskar Karina," ucap Alia menambahi, "katanya nggak suka gosip."

Ridha yang mendengar itu jadi menegakkan badannya. "Eh, gue cuma liat selewat apaan dah."

"Halah, tapi lo juga foto mereka," sahut Alia lagi.

"Bukan gue yang foto, Kak Karina,"

"Iya tapi lo juga minta fotonya, buat apaan?"

"Buat gue simpen lah, nggak gue sebarin ini," ucapnya membela diri, "lagian ya, kita punya info tuh bukan cuma buat disebarkan ke orang, tapi buat nanti, bisa dipake kalo perlu," lanjutnya tersenyum penuh arti.

Teman Kelas (NEW VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang