Lantas Harus Kusebut Kau Apa

6 1 0
                                    

Hampir dua tahun kurang sedikit aku dan Memey bersahabat. Awalnya tidak erat, tidak pernah ada keinginan untuk bersua, bertukar sapa ataupun banyak bertanya. Lantas harus kusebut kau apa? Teman atau sekadar asal kenal? Sahabat atau musuh? Pesaing atau partner?
Berapa lama kau mengenal baik pribadiku? Sejauh mana kau mengerti semua keinginanku? NOTHING. Hai, Memey. Dari awal aku melihatmu satu kata dalam benakku, kau lucu. Itu saja, Rambut ikal kuncir dua, tinggi badan semampai, dan lesung pipit kecil cukup mendeskripsikan kau lucu, yaa sangat lucu.
Hai, Memey. Sadarkan bahwa dulu kau lebih akrab dengan yang lain. Sampai kita diakrabkan kembali entah untuk satu peristiwa kecil yang hampir kulupa. Setidaknya yang kuingat adalah ketika aku dalam keadaan benar-benar sulit, Tuhan mengirimkan kau dihadapanku. Setelahnya, bukankah kita benar-benar
dipisahkan. Kau sibuk dengan duniamu, aku sibuk dengan aktivitasku. “Biar lupa kalau sedang jomblo”, selalu kukatakan hal itu jika ada yang bertanya tentang kesibukanku. Mungkin ini do’a terselubung. Bahkan sampai detik ini aku masih (sendiri).
Hai, Memey. Bukankah kau pernah cerita ingin aku editkan naskah novelmu? Ah, aku hanya menganggukkan kepala. Bahkan sampai detik saat aku mengetikkan naskah ini pun, kau masih belum menunjukkan naskah satu lembarpun. Sedikit yang kutahu itu modal dusta-mu. Sedikit-sedikit aku paham. Tentang logikau berbicara sebuah kenyataan. Kemudian aku paham tentang rayuanmu dalam berkata, kata-kata seorang pendusta. Lalu, saat aku menyadari ulahmu yang sudah sangat keterlaluan. Padaku bilang AB, pada dia kau bilang CD, sementara kenyataan yang kau inginkan ternyata EF. Sudahlah, aku hanya ingin meyakinkanmu bahwa di sini tidak ada kesalahpahaman, kau yang mereka cerita. Jangan salahkan aku jika mereka akhirnya menyadari semua perkataan dusta.
Hai, Memey. Terakhir aku hanya berkata. Boleh kau bercerita tentang hal apapun pada yang lain tentangku, tentang semua pribadiku sesuai penilaianmu. Yaa, itu hanya penilaian matamu. Sadarkan ada hal kecil yang kau lupakan? Cerita saat kita bersama, bukan tentang sebuah perbedaan yang membuatmu menjauhiku. Pun bukan karena cerita rasa sukau pada laki-laki yang kau kira aku menyukaimu. Itu semua omong kosong, Memey. Nyatanya kau merindukanku bukan? Yaa, sudahlah. Aku bosan me-reka kata yang tak ada jeda, tentangmu. Aku bosan sebuah perbedaan yang kau akhiri dengan sebuah keegoisan. Tanpa meminta waktuku untuk berpendapat tentangmu.
Salam hangat dariku, Memey. Orang yang pernah kau kira egois, nyatanya aku menutupi semua kesalahanmu. Tidak kali ini, biar semua tahu bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang pantas dipercayai.

(Januari, 2016)

UNTUK SETIAP CANDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang