Untuk Kamu Yang Pernah Meninggalkan Aku Tanpa Basa-Basi

5 1 0
                                    

Kau pikir hidup bisa seenaknya dijalani? Singgah di satu hati lalu pergi tanpa permisi. Hey, rumah pun ada pemiliknya begitu pula dengan hati. Lalu dimana titik permasalahannya? Semua terletak pada kejujuran. Ketakutanmu untuk mengakui ada aku di hidupmu, ketakutanmu untuk menahan diri untuk tak berdekatan dengan wanita selain aku dan ketakutanmu jika disini aku tak setia. Berapa puluh pertanyaan yang membahas tentang ketakutan yang akhirnya membuatmu meninggalkan aku tanpa sebab.

Jadi, apa kau akan seperti ini saja. Membiarkanku tanpa kabar pasti. Nyaman-kah dengan keadaan ini? Saat aku menunggu kau bangga publikasi dengan hati yang baru. Yaa, memang seharusnya ada kepergian yang dipaksakan daripada harus bertahan pada hubungan yang tak seimbang. Bukankah itu pilihan?

Sayangnya kau seolah jadi pihak yang tak bersalah. Kau singgah di hatiku untuk kali-kali yang lainnya. Sudinya aku menerimamu tanpa banyak tanya, jelas kutahu ini tak akan berakhir bahagia seperti mimpi yang pernah aku ujarkan sebelum aku mengenal dia. Kau membuatku nyaman dengan posisi -takut kehilangan-, aku menggantungkan diri sepenuhnya pada kehadiranmu. Kau pun menunjukkan diri seolah tak ada yang lain selain aku. Bodohnya perempuan, ia luluh hanya dengan sebuah sentuhan. Aku memang sadar, posisiku saat itu bukanlah jadi the only one. Kau memaksaku untuk terus disampingmu, menemani harimu, bahkan pernah kau yakinkan orang tuaku bahwa tak ada hal yang akan melukai putrimu. Lagi, aku pernah melibatkan Tuhan pada hal ini. Kubicarakan berdua denganNya, benarkah kau takdirku satu-satunya.

Namun Dia berkehendak lain. Kau memang bukan yang terbaik, atau aku yang terlalu baik? Klasik. Kuyakinkan beberapa teman, bahwa aku mampu melewati hari tanpa tangisan-tangisan. Aku lelah. Ya, lelah karena keberadaanku tak mampu membuat perubahan pada status hubungan kita di masa depan setelah kau yakinkan aku dengan cincin yang melingkar di jari manis wanita idaman.

Tuhan memang adil. Seadil-adilnya, karena Dia mampu menguatkan hatiku untuk datang ke pesta pernikahanmu, meski tanpa sebuah undangan. Padahal jelas-jelas kemarin akulah yang menemani canda tawamu sebelum kehadiran wanita itu. Aku berusaha untuk tampil secantik mungkin, make-up sekadarnya agar kau tak menemui sedikitpun raut kusut dari wajahku. Ya, aku perempuan tegar. Lihatkan, aku datang tanpa sebuah undangan. Kuperhatikan sekeliling, nampak semua fokus pada kerjaan masing-masing. Kulihat kau bahagia seadanya, perempuan disampingmulah yang menunjukkan rona bahagia. Aku paham, aku juga seorang perempuan. Kedua temanku nampak merayu untuk mencicipi beberapa jamuan. Aku menurut. Tiba saatnya aku pamit, ambil foto. Inilah hal yang kutakutkan. Berpapasan lagi denganmu untuk kali kesekian, berdiri disampingmu, dan perempuan pilihanmu untuk merasakan satu jepretan. Degdegan, iya. Kurasakan jelas adanya. Kau pintar membuatku tak berdaya, lagi. Oh, Tuhan. Inikah akhir dari segala kebersamaan. Aku menyaksikan sendiri dia yang menghabiskan harinya denganku memilih bersanding dengan wanita lain yang bahkan tak kukenal.

Lupa. Beberapa minggu setelahnya aku tak ingat tentang hal yang pernah kita lalui bersama. Lihatkan, aku cepat sekali move on yang orang bilang. Sederhana. Kau tak harus memaksa diri untuk melupakannya, libatkan dia yang pernah menyakiti di hari-harimu. Semakin kau ingat, maka kau akan semakin sadar. Ada seseorang yang tak berhak memilikimu untuk kedua kalinya.

(2017)

UNTUK SETIAP CANDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang