Saat Kau Tak Berniat untuk Menghakimi

7 1 0
                                    

Jika seseorang bertanya padaku tentang hal apa yang paling aku inginkan. Jawabannya sederhana: Aku hanya menginginkan sebuah penerimaan. Saat kau tak berniat untuk menghakimi hal yang kusebut kesalahan yang tak pernah kutahu, atau pergi saat aku bangkit dan terjatuh, menangis dan tertawa karena sebuah kebahagiaan atau luka, baik yang bisa kau mengerti ataupun tidak.

Hai, kau yang pernah menaruh harap padaku. Berapa lama kita tak bersua? Setelah kau menaruh harap baru pada wanita itu?

Terkadang aku ingin dapat membaca pikiran seseorang. Menjelajah jauh ke dalam, apa yang membuat seseorang bisa tertawa bahagia dan atau bersedih pun kecewa. Apa yang membuat seseorang berujar menyesal dan atau bersyukur pada apa yang dimilikinya.
Tuhan memang adil. Mengapa kita dituntut untuk sedikit lebih peka terhadap orang-orang pemikir yang lebih banyak diam daripada berbicara. Semuanya dikendalikan oleh hal-hal yang membuatmu mampu menghargai bagaimana seseorang bisa bertahan dengan menerima segala kekurangan.
Hidup ini hanya memberikan dua pilihan, menjadi lebih baik namun siap diabaikan, atau buruk dengan menerima segala pujian, hanya karena pengorbanan setiap individu terhadap sesuatu kadang tak sebanding dengan decak kagum pujian yang diterima setelahnya. Tentang bagaimana seseorang bisa menerima dan menjatuhkan dalam satu waktu.

Aku mencoba untuk mengakui bahwa tak ada yang bisa kulakukan selain mengingat hal-hal manis yang pernah kau buat. Merawatku untuk tetap menjadi aku dan mengubah hal-hal yang kadang membuat seseorang melihatku dengan payah. Kau pintar merayuku dengan sikap diammu. Ya, aku hanya dapat berfikir ketika kau diam. Pernah kau berujar bahwa keberadaanku adalah alasan kau bisa menjadi diri sendiri. Aku bisa menjadi seseorang yang begitu manja dan merepotkanmu, pun bisa menjadi kakak yang kadang mengingatkan hal-hal tak tentu. Tak perlu banyak yang kau ubah untuk membuatku merasa betah. Kadang, kau memaksaku untuk mengerti hanya karena kupikir kau tak peduli. Nyatanya seseorang memang dilahirkan hanya untuk saling mengerti. Jika nanti aku berlaku salah yang tak kusadari, anggap saja aku memang benar-benar tak menyadari, bukan berarti tak peduli. Seperti yang pernah kau bilang. Sediam apapun dirimu, kau tak akan berhenti untuk menyayangiku.

Hai, sayang. Entah kenapa aku masih mengutuk bulan Agustus. Tahun sekarang, aku mendapat pengabaian darimu. Mungkin aku kurang bersyukur saja. Jujur, kangen masa-masa awal PDKT seperti yang kamu bilang, masa dimana semuanya berjalan di luar dugaan. Seperti yang aku inginkan waktu itu, “aku tak ingin ada sesuatu yang berubah dari kita setelah kita menjalin hubungan”. Sayangnya, keadaan akan membuat seseorang berpikir dan berubah. Hari demi hari dan tak tahu bagaimana semua ini berawal, padahal aku paling pintar menerka-nerka. Kau tahu apa yang kutakutkan? Jika aku tak pandai merayu perhatianmu kembali. Kau tahu, aku lelah menunggu dan ditinggalkan. Percaya saja Tuhan tak akan semudah itu mempertemukan kita, jika tak ada rencana di kemudian. Semalam, aku begadang hanya untuk stalking salah satu akun media sosialmu, sayang. Hal yang paling kau tak suka yaitu membahas masa lalu, hingga kau menghapus semua akun laki-laki tanpa terkecuali yang mengikutiku. Maaf aku sudah curiga, dan benar. Pertama kau berbohong tentang beberapa akun perempuan dengan mudahnya bilang, #pernahkepo, #pacarteman, nanti dibilang sombong kalau tak dibalas. Sayang, aku tahu betul bagaimana harus bersikap pada seorang mantan. Sampai detik ini aku tak membiarkan seseorang di masa laluku untuk tahu kehidupanku di masa kini. Kupikir seseorang yang pernah mengecewakanku tak ada hak untuk melihat senyumanku walau hanya sebuah foto, dan kau membohongiku. Tak apa, wajar. Hanya saja, kukira komitmen kita kurang kuat kala itu. Harusnya aku agak jeli dan memperhatikan teman wanitamu satu persatu. Siapapun itu, meskipun masa lalu, namanya seseorang pernah dekat dan saling memperhatikan pasti ada perasaan lebih dari sekadar teman. Maaf sayang, aku kembali menyiksa diri untuk hal ini. Setelah kembali kutahu kau membuka blokiran beberapa akun yang pernah aku blokir. Aku hanya ingin mengajukan pertanyaan, sepenting itukah? Kau yang menghalangiku untuk menjalin komunikasi dengan orang-orang terdekatku, seseorang yang mengenal kekurangan dan kelemahanku sebelum kau ada. Lalu kau datang dan menawarkan untuk selalu menjagaku, hingga kurasa kau menemui titik jenuh dan mengabaikanku. Kemudian kau kembali ke mereka yang ada di masa lalumu, padahal kita berdua sudah berjanji, tak akan ada ludah yang akan kita jilat lagi. Kalau sudah dikecewakan untuk apa masih memberi kesempatan? Apakah kau masih belum mempercayaiku? Atau kau ingin memberikan kesempatan yang sama pada semuanya? Aku ingin marah, sudah tiga hari dengan pertemuan terakhir kau seolah tak menginginkan aku lagi. Ada apa? Aku lelah, berpikir, dan tersenyum seharian. Kau tahu aku hanya ingin tempat bersandar, bukan omelan-omelan tentang perubahan. Besok, kalau sudah mengerti maksudku. Jangan diulang lagi, ya. Coba diredam sedikit egoisnya. Ada aku disisimu, kau sendiri yang berujar bahwa karena aku, kau jadi tahu bagaimana menghargai sesuatu.

(2017)

UNTUK SETIAP CANDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang