# 41
Pagi hari.
Keheningan menyerbu dalam diri Jisoo maupun Jennie. Mereka masih setia juga duduk disamping Rosé. Menatap lekat sang bungsu. Iya bungsu. Julukan itu kini resmi di sematkan pada Rosé.
Jennie yang masih selalu merasa pusing di kepalanya, melawan. Ia memaksakan diri untuk duduk berdua bersama sang Eonni demi melihat adik mereka.
Jisoo tidak menghitung lagi hari, ia tak mau. Jika tau bahwa Lisa akan pergi, Jisoo tidak akan pernah menghitung hari sebelumnya.
Memang benar tepat hitungannya yang ke tujuh, Lisa sadar. Tapi tak lama dari itu bahagia pun harus ditutupi oleh kesedihan.
Dan kini Jisoo tidak mau menghitung lagi untuk Rosé, yang Jisoo ingat tepat sehari setelah Rosé berada di sisinya, Lisa meninggalkan ketiga Eonninya. Jisoo bahkan lupa sudah berapa hari Lisa meninggalkannya.
Jarum jam berputar sangat lambat, Jennie dan Jisoo masih saja terfokuskan pandangannya pada Rosé. Seseorang yang masih asik dalam mimpinya.
"Hentikan mimpi itu, lihatlah disini ada Eonni" suara parau Jennie menembus keheningan.
Sedetik kemudian keheningan kembali menyelimuti setiap diri Jennie dan Jisoo.
Oh ayolah sampai kapan ini akan berakhir? Sampai kapan kita terjebak dalam keheningan yang kita buat sendiri? Sampai kapan kita mematung dalam kondisi yang seperti ini?
Tidak lelah kah hanya berdiam diri merasakan kesedihan yang terus melekat pada tubuh? Butuh senyum tulus yang dapat mencairkan suasana seperti ini.
Setelah Jennie mengatakan pada elEonninya untuk tersenyum, Jisoo masih belum bisa tersenyum. Bibirnya terlalu kaku untuk sekedar membuat seutas senyum tipis.
Jennie pun nampak berat melakukan hal yang sama.
-
Jisoo menggerakkan badannya yang pegal, ia merenggangkan otot ototnya, ia melihat seseorang di depannya dengan raut wajah yang kembali pucat."Jennie-ya tidur saja, sepertinya kau lelah" namun tak ada jawaban dari Jennie, telinganya seperti sedang tidak berfungsi untuk sekedar mendengar perkataan Sang Eonni.
Jisoo yang melihat tidak ada pergerakan dari Jennie, bahkan matanya seperti tidak mengedip. Akhirnya Jisoo memutari ranjang Rosé dan berada tepat disamping Jennie, memegang pundaknya.
"Eonni mohon berbaringlah jika kau lelah" Jisoo sedikit menepuk pelan pundak Jennie saat Jennie masih asik dengan lamunannya.
Jennie melihat ke arah Jisoo, ia mengambil tangan Jisoo yang berada di pundaknya, lalu ia menggenggam erat kedua tangan itu.
"Aku kuat, aku ingin menemani Rosé kita. Aku tak mau kembali kehilangan adik kita" matanya mulai berkaca kaca lagi.
Jisoo pun berjongkok di hadapan Jennie. Menatap binar mata Jennie yang sudah meneteskan air dari matanya. Jisoo mengusap lembut pipi yang sudah basah oleh air matanya.
Lalu Jisoo menundukkan dirinya dan menghapus kasar air yang tak sadar jatuh juga dari matanya, lalu ia berdiri dan memeluk Jennie dengat erat.
"Kita akan menjaganya. Kita tidak akan kehilangan adik kita untuk yang kedua kalinya" Jisoo melepaskan pelukannya, ia mengambil kursi yang tadi ia duduki dan mensejajarkannya dengan Jennie.
"Rosé pasti sadar" Jisoo menggenggam erat tangan Jennie, dan Jennie hanya mengangguk.
Tangan Jisoo merangkul Jennie. Jennie pun menyandarkan kepalanya di bahu Jisoo. Dan kembali dalam rutinitas mereka yaitu memandangi Rosé.
Sepertinya sudah menjadi rutinitas karna terus dilakukan secara berulang-ulang.
--
Malam sudah semakin larut, Jennie sudah tidur di ranjang sebelah Rosé, sedangkan Jisoo tidur di kursi dan kepalanya dijatuhkan diatas ranjang dengan tangan yang terus menggenggam erat Rosé. Seolah tak ingin Rosé pergi.
Dalam tidurnya, Jisoo masih bisa merasakan sesuatu, seperti telinganya yang menjadi peka atau lainnya karna Jisoo tidak benar-benar terlelap.
Dan sekarang, Jisoo merasa ada yang membalas genggaman tangannya. Saat genggaman itu semakin erat Jisoo membuka matanya perlahan, dan dapat dilihat tangan yang di genggamnya menggoyang-goyangkan tangannya.
Ia menegakkan badannya dan matanya langsung tertuju pada mata yang ada di hadapannya.
"Rosé" suara lirih Jisoo keluar saat ia melihat Rosé membuka matanya.
Rosé sudah sadar, matanya telah terbuka sempurna namun tatapan dari Rosé sangat kosong dan sayu.
Jisoo yang senang atas kesadaran rosé pun mengembangkan senyumannya, senyuman yang sudah lama tak ia tunjukkan. Ia berdiri untuk melihat lebih dalam lagi mata Rosè yang entah sedang melihat apa.
Jisoo membalikkan badannya menghadap ranjang Jennie yang ada di belakangnya. Mencoba membangunkannya, kesenangannya harus juga di rasa oleh Jennie, dan pasti Jennie sangat senang melihat kejutan ini.
Ia sedikit mengguncangkan badannya dan memanggil terus nama Jennie, Jennie yang merasa terganggu tidurnya membuka matanya dan ia terkejut.
Apa itu? Senyum? Jisoo membangunkan Jennie dengan sebuah senyuman. Heran. Jennie mendudukkan dirinya. Tapi Jisoo langsung menarik lengan Jennie hingga Jennie turun dari ranjang dan mendekat ke arah Rosé.
Mata Jennie bertemu dengan mata Rosé yang terbuka.
Jennie menutup mulutnya yang terbuka dengan tangannya. Seutas senyuman pun tercipta di bibir indahnya. Ia melihat ke arah Jisoo yang juga tersenyum ke arahnya.
Dengan cepat Jisoo menekan tombol yang berada disisi ranjang Rosé. Dokter pun datang dengan cepat dan langsung memeriksa keadaan Rosé.
"Syukurlah dia sudah sadar, tapi saya minta tolong perhatikan makannya, tubuhnya sangat lemah karna tidak ada asupan makanan"
Kompak Jisoo dan Jennie menganggukkan kepalanya paham, dokter pun pergi meninggalkan ruangan.
Kebahagiaan kecil kembali terlihat dari Jisoo dan Jennie melihat rlRosé sudah sadar.
Senang. Sangat senang. Khawatirnya mereka sedikit berkurang saat Rosé sudah membuka matanya.
Kini Jisoo dan Jennie berada di masing-masing sisi. Mereka menatap intens Rosé yang masih menatap kosong di depannya.
"Rosé apa kau masih merasa sakit?" suara Jisoo membuyarkan keheningan pada ruangan ini.
Namun tetap saja, Rosé masih menatap kosong di depannya. Hingga tangan Jisoo melambai lambai tepat di depan wajahnya dan Rosé mulai mengedipkan matanya.
Tatapannya bergantian melihat Jisoo dan Jennie yang berada di sisi kiri dan kanannya.
Rosé memegang wajahnya sakit saat ia ingin menjawab pertanyaan Jisoo. Rosé merasa di setiap bagian wajahnya terasa berdenyut. Sangat sakit.
Tangannya bergantian memegang perutnya yang terasa sakit juga saat ia bergerak sedikit.
"Saa-kiit" suara rintihan kecil keluar dari mulut Rosé yang mungkin ia tidak tahan dengan sakitnya.
Jisoo dan Jennie menatap iba adiknya.
"jangan terlalu banyak bergerak dulu yaa" ucap jisoo lembut dengan tangan yang sudah mengusap lembut kepala rosé.
"Kalau Rosé butuh apa l-apa bilang sama Eonni yaa" ucap Jennie memegang tangan Rosé.
Raut wajah Rosé jelas sekali sedang menahan rasa sakit, membuat orang yang melihatnya pun ikut merasakan sakit juga.
Termasuk Jisoo dan Jennie yang merasa ngilu sendiri ketika melihat luka lebam di wajah cantik rlRosé.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Best Eonnie -Blackpink- ✓
Teen Fiction[√] Senyum dalam keadaan rapuh, Menguatkan dalam keadaan lemah, Merengkuh tubuh untuk tetap berdiri tegap dengan segala kasih. Dukanya tertuang dalam setiap bagian cerita. || SIBLINGS STORY || Mulai : 1 Maret 2019 Akhir : 3 Juni 2019