Bagian 45 (End)

10.4K 574 211
                                    

# 45

Jennie menatap secara bergantian ke arah Jisoo dan Rosé yang berada di ranjang rumah sakit. Kakak dan Adiknya terbaring lemah di ranjang yang sudah ia benci.

Benci? Iyaa benci. Sangat benci.

Bagaimana tidak? Tempat itu banyak kenangan buruknya, ia harus melihat Rosé diranjang itu dengan keadaan yang mengkhawatirkan, dan Lisa meninggal di tempat itu.

Lalu sekarang, Kakak dan Adiknya kembali tidur ditempat itu. Tidak mau, tidak mau lagi melihatnya. Semoga ini terakhir ia melihat ini semua.

-
Jennie membawanya ke rumah sakit terdekat di sekitar pantai setelah mencari bantuan dari beberapa orang.

Jennie berada di tengah-tengah di antara ranjang Jisoo dan Rosé, kedua tangannya memegang tangan Jisoo dan Rosé.

Pakaian Jisoo dan Rosé sudah berganti menjadi pakaian rumah sakit. Tubuh keduanya sudah diselimuti dengan selimut yang sangat tebal.

Tubuh Jisoo yang kemarin masih lemah harus bertubrukan dengan air es dan ia sudah sangat menggigil tadi, alhasil membuatnya ikut terbaring di samping Rosé.

Bulir-bulir bening dari mata Jennie kembali terjun bebas di pipinya, kala mengingat hal maut yang akan merebut adiknya tadi.

Jika bukan karna Jisoo yang bisa berenang dan memberikan pertolongan pertamanya, mungkin Rosé akan terlambat diselamatkan jika harus mencari bantuan lain.

Kejadian semalam benar-benar memilukan pikirannya. Begitu menegangkan suasana malam itu, pemandangan yang tak mau Jennie lihat lagi. Sangat mencekam.

Lisa.

Pikiran Rosé saat itu sedang diserang oleh bayang-bayang Lisa dan kedua orangtuanya yang sudah meninggalkan dia.

Dan Rosé benar-benar belum bisa menerima keadaannya. Ia selalu menolak fakta yang sudah jelas di tetapkan dalam kehidupannya.

-
Jennie teringat dengan luka di perut Rosé yang belum sepenuhnya pulih, ia menurunkan selimut yang di pakai Rosé dan mulai membuka perlahan bajunya.

Perban yang menempel pada lukanya sudah diganti dengan yang lebih baik, itu membuat perasaan Jennie menjadi sedikit lebih tenang. Sedikit.

"Rosé, Eonni mohon semoga kau bisa melepas kepergian Lisa. Jangan siksa dirimu sendiri" isak Jennie menggenggam erat jemari Rosé.

Lalu ia berbalik menghadap ke arah Jisoo.

"Eonni, bangunlah, ini begitu berat jika aku menanggungnya sendiri" Jennie menggenggam erat jemari Jisoo, dan seseorang membalas genggamannya.

Ia pun membulatkan matanya melihat tangan yang sedang ia genggam berbalik menggenggamnya erat, matanya beralih pada wajah Eonninya. Jisoo.

"Jisoo Eonni, bagaimana keadaan Eonni? Syukurlah" Jennie menghela nafas lega, ketika melihat Jisoo sudah membuka matanya. Dan Jisoo hanya mengangguk pelan.

"Eum gwaechana, mianhae"

"Anniya, kenapa Eonni meminta maaf?"

"Telah membuatmu khawatir"

"Gwaenchana, yang penting Eonni sudah sadar"

"Bagaimana keadaan Rosé?" tanya Jisoo disela rasa pusingnya yang masih ada. Jennie menatap sayu Eonninya.

"Yaa begitu Eonni, Rosé belum sadar juga" sesal Jennie

"Eonni aku tidak tahan jika harus melihat Rosé terus seperti ini" air mata Jennie sudah tidak dapat dikontrol lagi. Keluar dengan deras.

The Best Eonnie -Blackpink- ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang