Mata Fathir membuka perlahan. Fathir berusaha mengamati sekitar dan menyadari kalau ruangan tempat ia berbaring gelap. Hanya ada lampu kecil yang dihidupkan di sudut kamar, menghasilkan cahaya temaram ke sekeliling ruangan.
Kesadaran belum sepenuhnya menguasai Fathir ketika hentakan rasa nyeri ia rasakan di bahu kiri atasnya membuat Fathir tidak bisa menghentikan umpatan yang keluar dari mulutnya. Tangannya serasa terbakar dan Fathir sadar sekarang kalau ia ada di rumah sakit, menjalani pemulihan atas luka tembak yang ia dapatkan.
"Kau baik-baik saja?"
Teguran itu menyadarkan Fathir sepenuhnya. Fathir menoleh ke kiri dan mendapati Lyla berdiri dengan wajah cemas menatapnya. Sakit apapun yang tadi sempat dirasakan Fathir, hilang seketika ketika melihat kehadiran Lyla di sampingnya. Kenyataan bahwa wanita itu tidak beranjak dari sisinya, membuat hati Fathir menghangat.
Senyum mengembang di bibir Fathir, "Kau baik-baik saja?", tanya Fathir balik dan Fathir merasakan tenggorokannya begitu kering hingga suara yang keluar hanya berupa gumaman serak.
Lyla menggeleng, "Aku baik-baik saja, bukan aku yang harus dikhawatirkan saat ini. Tetapi dirimu. Kau yang terluka, bukan aku."
Fathir mengangkat tangannya untuk menyentuh pipi Lyla tetapi kemudian umpatan kembali keluar ketika Fathir merasakan tangannya begitu menyedihkan untuk digerakkan saat ini.
"Jangan digerakkan dulu. Lukamu sudah pasti belum kering!", tegur Lyla galak.
"Kalau begitu pindahlah ke sebalah kananku, aku butuh menyentuhmu."
Mata Lyla mengerling mendengar permintaan Fathir namun tak urung juga Lyla berjalan ke sisi kanan Fathir.
"Jam berapa sekarang?", tanya Fathir kemudian menggeser sedikit tubuhnya agar Lyla bisa duduk di ranjangnya.
"Jam tiga pagi. Mau aku panggilkan perawat?"
Fathir menggeleng, "Mengapa kau tidak pulang?"
"Mengapa aku tidak pulang? Kira-kira menurutmu mengapa?", balas Lyla datar.
Fathir berusaha tersenyum, memeluk Lyla dengan sebelah tangannya yang tidak sakit, "Sepertinya aku terkena sial malam tadi."
Lyla mengangguk, "Karena menjadi sok pahlawan.", balas Lyla sebal, "astaga, Fathir. Kau seharusnya tidak maju seperti tadi. Seandainya kau tidak bertingkah sok pahlawan, semua ini tidak akan terjadi.", air mata Lyla jatuh lagi, dirinya benar-benar emosi karena membayangkan hampir kehilangan Fathir akibat dirinya.
Fathir tersenyum maklum, merasa bersalah karena telah membuat Lyla menghawatirkan dirinya, "Pada kenyataannya, aku baik-baik saja kan?"
"Tetapi aku hampir mati memikirkanmu! Jangan bertindak seperti ini lagi! Aku tahu kau ingin melindungiku tetapi tolong pikirkan juga dirimu sendiri."
"Tidak bisa, sayang. Kau adalah segalanya bagiku, aku tidak mungkin lebih mementingkan diriku sendiri ketimbang dirimu."
Lyla menatap ke dalam mata Fathir, memandangi wajah Fathir yang masih agak pucat dan lemah. Oh Tuhan, apa yang bisa ia lakukan untuk pria ini?
"Aku begitu menghawatirkanmu, Fathir. Bagaimana denganku jika terjadi apa-apa denganmu?"
Fathir membelai pipi Lyla dan menghapus jejak-jejak air mata Lyla disana, "Maafkan aku karena sudah membuatmu khawatir. Aku janji tidak akan melakukannya lagi."
Wajah Fathir mendekat ke arah Lyla, lalu mengecup bibir Lyla. Lyla membalas ciuman Fathir, luapan emosinya ikut menguap seiring ciuman mereka yang semakin memanas. Fathir melepaskan ciuman mereka dengan susah payah, membelai pipi Lyla dengan satu tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE MY MIRACLE ( MIRACLE SERIES #3 ) (COMPLETED)
RomanceNamanya Lyla, wanita mandiri yang sedang patah hati~~ Jangan ganggu dia lagi, dia tidak ingin kembali patah hati~~ Dirinya sudah hampir selesai mengerjakan apa yang telah ia mulai, membangun tembok untuk menjaganya, menjaga dari trauma masa lalunya...