*Author's Point of View*
Nakaramen, Harrow, 03.00 PM.
"Lihatin HP serius amat," celetuk seorang pria berkebangsaan Jepang, Nakamoto Yuta, kepada Daffin, ketika keduanya bertemu di sebuah acara soft opening kedai ramen milik Yuta.
Daffin melirik Yuta sedikit, tersenyum singkat dan meletakkan ponsel ke atas meja, meneguk kembali ocha yang sudah tidak terlalu panas dalam mug keramik itu.
Tiga hari bagai samudera galau dalam benak Daffin, meninggalkan Liana demi Arimbi dan Kanira begitu saja. Memberi pamit ala kadarnya, tanpa sempat mengucap perpisahan layak di antara mereka. Di hari mengajar pun, beberapa mahasiswa di kelas tak segan menegur Daffin karena pria itu kedapatan kurang fokus dan tampak cenderung putus asa, sampai ada seorang mahasiswa tidak diberi peringatan meski lalai menyerahkan tugas.
Maka itu, Daffin memutuskan untuk naik kereta pagi-pagi sekali, memenuhi undangan Yuta, kakak kelas sekaligus sahabat semasa SMA yang membuka cabang kedai ramen kedua di Harrow, London, Inggris. Karena selepas shalat subuh, pria itu jauh dari sekedar konsentrasi mengerjakan hal apapun. Arimbi yang tak tega, akhirnya menyetujui kepergian Daffin, sementara seharian ini Kanira akan dijaga oleh sang istri.
Istri? Daffin tertawa miris dalam hati.
Satu-satunya posisi seorang istri dalam hidup Daffin hanya boleh ditempati oleh cinta pertama dan terakhirnya, Liana.
Daffin sama sekali tidak menyalahkan diri karena pernah menjadikan Arimbi sebagai mantan kekasih, berikut suami pengganti temannya yang telah tiada itu juga ayah sambung bagi putri cantiknya, Kanira. Ia justru tak bisa menerima bagaimana orang tuanya dan Audi tega memisahkan hubungannya dengan Liana. Daffin meminta waktu sampai Kanira sembuh dan sehat kembali, itu saja, dan ia akan menggapai hidup bahagia bersama Liana. Inilah sebab mengapa Daffin meminta gadis itu untuk menunggu dan mempercayakan perasaan masing-masing.
Namun mereka semua sudah terlampau kecewa atas rahasia besar itu, ditambah lagi.. Arimbi pernah menginvestasikan asetnya dalam sebuah proyek yang dijalankan ayah Liana, tapi tidak akan pernah terealisasi karena kasus korupsi tersebut, menyebabkan Arimbi harus memulai semuanya lagi dari nol.
Tak tanggung-tanggung, dua puluh milyar dicairkan dan menguap tanpa hasil, mengakibatkan malu luar biasa bagi keluarga Daffin yang sempat bersimpati pada Liana sebelumnya.
Sepiring gyoza masih utuh di atas piring Daffin, hibah dari Yuta agar pria itu mau membuka diri setelah lama mereka tak bersua.
"Lo nggak ngajar hari ini?" Yuta bersikap kasual, sambil sesekali mengawasi kerja pegawai berlalu lalang dan memperhatikan para tamu sumringah menikmati ramen buatan pria itu.
"Libur. Gue ada kelas seminggu cuma tiga kali, full sih.. dari jam delapan pagi sampe jam empat sore."
Pria berjaket chef dengan alur garis merah di bagian kancingnya itu mengangguk mengerti. Berhubung Yuta juga tahu lebih dulu mengenai masalah Daffin, pikirannya sibuk mencari waktu yang tepat untuk bicara lebih jauh dengan sahabatnya ini.
"Berarti, Arimbi sendiri nemenin Kanira di rumah sakit?"
"Hmm.."
"Lemes amat bruh," kekeh Yuta. "Ini pasti lu jetlag mampus nih. Baru sampe, besoknya udah ngajar aja. Gimana nggak lecek bin pucet itu muka. Pesen ramen gue porsi paling kecil, recommended gyoza gue nggak dimakan pula. Lo nggak lihat itu tamu-tamu bule sama arab? Lahap bener ampe nambah!"
Sorot mata Daffin mengarah pada tangan Yuta, menunjukkan betapa ramai kedai yang baru dibuka satu minggu itu. Sulit bagi Daffin untuk tidak menahan senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASMARADANA ✔️
Hayran KurguIni adalah kisah Daffin dan Liana yang terpisahkan oleh hubungan jarak jauh antara Jakarta - London, dan berjuang ketika semua orang menolak untuk mendukung mereka agar bisa bersatu. Daffin yang dikenal sebagai dosen di salah satu universitas negeri...