26

1.9K 78 0
                                        

Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Nawalia duduk di depan layar laptopnya, menunggu hasil pengumuman seleksi pusat PSDP TNI. Jantungnya berdegup kencang, tangannya terasa dingin. Ketika nama dan nomor pesertanya dinyatakan lolos, Nawalia hampir tidak bisa percaya.

"Aku... lolos," gumamnya pelan.

Ibunya, Aprilia, yang sedang berdiri di belakangnya, langsung memeluk Nawalia erat.

"Selamat, sayang! Ibu tahu kamu pasti bisa!"

Ayahnya, Rian, ikut tersenyum bangga.

"Kamu sudah membuktikan kemampuanmu"

Nawalia merasa lega, namun anehnya, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Di tengah kegembiraan keluarganya, pikirannya melayang ke sosok Rangga. Dia sedang apa sekarang? Apakah dia baik-baik saja di sana?

Malam itu, setelah menerima banyak ucapan selamat dari teman-teman dan keluarganya, Nawalia duduk di kamarnya. Tangannya memegang ponsel, berharap ada kabar dari Rangga. Namun layar ponselnya tetap sepi. Tidak ada pesan atau panggilan masuk.

Apa dia terlalu sibuk? Apa dia sedang menghadapi bahaya? pikir Nawalia dengan cemas.

Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan membaca buku, tetapi tidak bisa fokus. Akhirnya, ia mengeluarkan kalung kecil berbentuk pesawat yang pernah diberikan Rangga padanya sebagai hadiah keberuntungan sebelum seleksi pusat.

"Kamu bilang aku harus percaya diri dan fokus," gumam Nawalia sambil memegang kalung itu erat.

"Tapi sekarang aku malah khawatir sama kamu."

Nawalia menghela napas panjang. Selama ini, ia selalu berusaha mengabaikan perhatian dan kebaikan Rangga. Namun, saat Rangga tidak ada, ia mulai menyadari bahwa kehadiran pria itu berarti lebih dari yang ia kira.

Saat itu, ibunya mengetuk pintu dan masuk ke kamar Nawalia.

"Kamu nggak kelihatan bahagia, Nak. Padahal ini hari penting buat kamu. Ada apa?"

Nawalia menatap ibunya sejenak, ragu untuk bicara. Namun akhirnya ia mengungkapkan perasaannya.

"Bu, aku lagi mikirin Rangga. Dia lagi tugas, dan aku nggak tahu kabarnya gimana. Aku takut dia kenapa-kenapa."

Aprilia tersenyum lembut dan duduk di samping Nawalia.

"Itu wajar, sayang. Kamu peduli sama dia, kan?"

Nawalia terdiam sejenak sebelum mengangguk pelan.

"Iya... aku peduli. Tapi aku nggak tahu harus gimana. Selama ini aku selalu ketus sama dia."

"Dia tahu kamu begitu karena kamu butuh waktu, Al. Rangga itu orang yang sabar dan tulus. Kalau dia serius sama kamu, dia akan kembali. Kamu hanya perlu percaya."

Nawalia mengangguk lagi, meski hatinya masih gelisah. Ia tahu tugas seorang prajurit seperti Rangga penuh risiko.

"Doakan saja dia, Nak. Itu yang terbaik yang bisa kamu lakukan sekarang," kata Aprilia sambil memeluk putrinya.

Malam itu, Nawalia mencoba tidur, tetapi pikirannya terus tertuju pada Rangga. Ia bertanya-tanya apakah pria itu sedang dalam kondisi aman, atau justru tengah menghadapi bahaya.

"Rangga... kamu harus balik. Aku masih belum jawab perasaan kamu. Aku cuma mau kamu pulang dengan selamat," gumam Nawalia pelan sebelum akhirnya tertidur dengan kalung pemberian Rangga masih dalam genggamannya.

Fly To EternityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang